Kamis, 31 Mei 2012

RUBELMAS(RUANG BELAJAR MASYARAKAT)

RUBELMAS Kab Karo merupakan wadah pembentukan kesadaran warga dalam pengembangan dan pemberdayaan bermasyaraka.Kepengurusan RUBELMAS Kab Karo terdiri dari kalangan masyarakat dibantu oleh Staf BPMD dan dari praktisi dan akademisi. Keberadaan ini memungkinkan penyerapan budaya berfikir bertindak pada masyarakat sehingga arah menuju pemberdayaan,pemandirian, dan masyarakat madani tercapai

Rabu, 30 Mei 2012

POWER POINT TOT

TRAINING OF THE TRAINER (TOT)

POKOK BAHASAN DASAR-DASAR PELATIHAN 1. Sub Pokok Bahasan Pendidikan Orang Dewasa 2. Sub Pokok Bahasan Aspek-aspek Etika Pelatih dan Pelatihan 3. Sub Pokok Bahasan Memahami Pembelajar 4. Sub Pokok Bahasan Manajemen Stres 5. Sub Pokok Bahasan Atmosphere Belajar PENDIDIKAN ORANG DEWASA TUJUAN : o Peserta dapat mengidentifikasi prinsip dasar pembelajaran orang dewasa berdasarkan pengalaman belajar sendiri sebagai orang dewasa. o Peserta dapat menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran oerang dewasa selama pelatihan berlangsung. BAHAN : pelatih menyiapkan powerpoint slide/flip chart yang berisikan prinsip-prinsip dasar pembelajaran orang dewasa WAKTU : 120 menit PROSES : 1. Pelatih menjelaskan bahwa sesi ini akan fokus pada cara bagaimana orang dewasa belajar. Hal ini akan tercapai melalui refleksi dan analisis terhadap pengalaman-pengalaman pembelajaran peserta yang terbaik. 2. Ajaklah setiap peserta untuk berpikir ke masa lalu selama kira-kira 3 menit, kemudian memilih satu peristiwa atau pengalaman belajar yang baik yang diingat sebagai pengalaman belajar. Kalau perlu, pelatih bisa memberikan contoh. 3. Bagilah peserta dalam kelompok yang beranggotakan 6 orang. Setelah setiap peserta memilih satu peristiwa, minta agar mereka menceritakannya di dalam kelompoknya. Masing-masing harus mengajukan pertanyaan: o Apa yang anda pelajari? o Bagaimana cara belajarnya? o Siapa yang membantu anda belajar? Apa hubungan anda dengan orang itu? o Dalam situasi seperti apa anda belajar hal itu? o Kenapa anda belajar hal itu? 4. Sementara peserta berbagi pengalaman, siapkan tabel di depan yang mempunyai 5 kolom: apa, bagaimana, siapa, di mana, kenapa. 5. Setelah 20 menit, minta setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan dan menuliskannya pada tabel di depan. Sesudah tabel diisi dengan beberapa contoh, pelatih menanyakan kepada peserta apakah mereka dapat simpulkan mengenai bagaimana, siapa, di mana, dan mengapa dari peristiwa-peristiwa pembelajaran peserta. 6. Perkenalkan kesimpulan-kesimpulan tadi sebagai prinsip-prinsip dasar pembelajaran orang dewasa: partisipatif/ reflektif/ pengalaman, penghormatan, lingkungan yang aman dan nyaman, kebutuhan langsung (gunakan powerpoint slide atau flip chart). 7. Tanyakan apakah para peserta bisa menghubungkan prinsip-prinsip itu dengan pengalaman pribadi mereka. Ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut: • Menurut anda, apakah prinsip-prinsip itu hanya berlaku bagi pembelajaran orang dewasa di tempat-tempat tertentu atau secara umum sama di seluruh dunia (universal)? • Adakah prinsip-prinsip itu berhubungan dengan kearifan lokal (daerah asal anda berasal)? • Beri tekanan pada pentingnya pengalaman - orang dewasa (dalam hal ini pelatih) paling bagus belajarnya kalau apa yang mereka pelajari berkaitan langsung dengan pengalaman sehari-hari mereka, dan bahwa apa yang mereka temukan sendiri bisa dipergunakan. Sebagai pelatih, peserta harus berusaha sedapat mungkin untuk merancang dan memfasilitasi hal ini. Bahan Bacaan ANDRAGOGIS versus PEDAGOGIS Model pembelajaran pedagogis telah mendominasi dunia pendidikan dan pelatihan selama berabad-abad lamanya. Adapun anggapan yang mendasari model ini adalah: • Pengajar/pelatih/guru bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran, termasuk apa dan bagaimana para pembelajar akan belajar. Pembelajar memiliki peran yang pasif dan pengajar aktif. • Oleh karena pembelajar memiliki sedikit pengalaman, maka pengajar adalah sosok yang ahli, guru, dan merupakan tanggung jawab bagi pengajar untuk memberikan ‘kekayaan’ pengetahuannya. Jumlah tersebut menjadi “limpahan informasi” melalui cara yang tradisional seperti ceramah, buku teks, buku pedoman, serta video yang menghadirkan para “ahli” lain untuk membagi pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. • Orang terdorong untuk belajar karena mereka “harus” melakukannya agar lulus ujian, naik ke tingkat berikutnya, atau memperoleh sertifikasi. • Pengetahuan adalah informasi yang terpusat. Pengajarlah yang menguasai dan memahami secara benar materi, sehingga pembelajar mendapatkan informasi yang telah ditentukan dalam beberapa tingkatan pemahaman dna penguasaan. • Secara luas, motivasi untuk belajar berasal dari luar. Pembelajar dipaksa oleh tekanan dari sosok yang otoriter dan ketakutan terhadap akibat negatif. Pada intinya pengajar mengendalikan pembelajaran melalui rewards (penghargaan) dan disiplin (bisa juga berarti punishment). Memahami bagaimana dan mengapa orang belajar Selama tahun 1960, para pendidik bangsa Eropa menciptakan kata “andragogi” sebagai label terhadap peningkatan pokok pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan pembelajaran orang dewasa. Konsep tersebut dikenalkan dan dikembangkan di Amerika Serikat oleh Malcolm Knowles. Anggapan-anggapan berikut mendasari model pembelajaran andragogis, yang sekarang disebut Knowles sebagai model pembelajaran manusia (Knowles, 1990): Anggapan Pertama. Anggapan pertama berkaitan dengan adanya perubahan konsep diri yang semula bergantung penuh (kepada orang lain) menjadi pribadi yang semakin mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri. Pembelajar dewasa adalah pembelajar yang mengatur dirinya sendiri. Pembelajar dewasa seharusnya bertanggung jawab terhadap kehidupannya, termasuk merencanakan, melaksanakan, serta menilai sendiri kegiatan pembelajarannya. Pemahaman prinsip ini seringkali disalahartikan. Pengaturan diri oleh pembelajar tidak berarti bahwa pelatih melepaskan tanggungjawabnya terhadap rencana dan kegiatannya, akan tetapi sejak awal, pelatih perlu menyusun proses pelatihan sebagai upaya yang kolaboratif. Selama proses tersebut, sebaiknya antara pelatih dan peserta secara terus-menerus menjalin hubungan layaknya teman dengan menciptakan komunikasi dua arah. Anggapan Kedua. Prinsip kedua berkaitan dengan peran pengalaman, suatu prinsip khusus bagi pembelajar dewasa. Menurut Knowles, setiap individu dewasa dihadapkan pada situasi pembelajaran yang menjadikan kekayaan pengalaman sebagai dasar awal pembelajaran dan dinilai sama baiknya dengan sumber asal/langsung sehingga layak untuk dibagikan kepada orang lain. Pengalaman-pengalaman tersebut mungkin baik ataupun buruk, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut akan berpengaruh terhadap pembelajar ketika menentukan cara yang akan digunakan untuk memulai pengalaman belajar yang baru. Oleh karena manusia menjadikan pengalaman-pengalaman yang lampau sebagai dasar pembelajaran, maka informasi yang baru harus disesuaikan. Pelatih yang bijaksana akan cenderung untuk menyelidiki/mencari tahu hal apa sajakah yang telah diketahui oleh para peserta. Kemudian pelatih akan memadukan informasi yang dimiliki dengan pengalaman peserta (yaitu hal-hal yang telah diketahui peserta) dan menghindari untuk memperlakukan peserta seperti mereka tidak mengetahui apapun dan harus dididik layaknya anak kecil. Anggapan Ketiga. Anggapan ketiga adalah bahwa orang dewasa dapat dianggap siap untuk belajar ketika mereka merasa perlu untuk mengetahui atau melakukan sesuatu. Orang dewasa mulai meninggalkan pendekatan yang terlalu teoritis atau abstrak. Mereka menginginkan agar pengalaman pembelajaran menjadi praksis dan realistis, lebih terpusat kepada masalah (problem-centered) dan bukan terpusat kepada subjek (subject-centered). Pelatih yang efektif akan membantu peserta untuk mengerti bahwa mempelajari keterampilan atau tugas tertentu akan membantu mereka menjadi semakin berhasil, yakni, bagaimana pembelajar dapat menjalankan tugasnya dengan lebih cepat, lebih mudah, dan dengan lebih efisien. Anggapan Keempat. Keempat, orang dewasa menghendaki adanya penerapan dalam dunia nyata dengan segera. Orang dewasa ingin pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki dapat memberi kontribusi di dalam mengatasi/menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Mereka akan sangat termotivasi ketika pelaksaanan pelatihan berhubungan langsung atau terkait secara praksis dengan kehidupan konkret mereka. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran perlu memiliki keterkaitan yang jelas terhadap kebutuhan orang dewasa dan bersifat segera. Anggapan Kelima. Terakhir, orang dewasa termotivasi untuk belajar dikarenakan faktor internal dalam dirinya, seperti harga diri (self-esteem), hasrat untuk memperoleh pengakuan, adanya rasa ingin tahu, kecintaan terhadap pembelajaran yang sudah ada sejak lahir, keinginan untuk memperbaiki kualitas hidup, ingin meningkatkan kepercayaan diri, atau memanfaatkan peluang untuk mengaktualisasikan diri. Prinsip-prinsip Pembelajaran Orang Dewasa Beberapa prinsip tambahan mengenai bagaimana orang dewasa belajar: • Orang dewasa harus mengakui adanya kebutuhan untuk belajar. • Orang dewasa ingin agar dapat menerapkan hal-hal yang telah dipelajari ke dalam pekerjaannya. • Orang dewasa perlu menggabungkan pengalaman terdahulu dengan materi yang baru. • Orang dewasa lebih memilih hal konkret daripada hal abstrak. • Orang dewasa membutuhkan beragam metode pelatihan. • Orang dewasa dapat belajar dengan lebih baik jika dalam suasana informal (penuh keramahan), lingkungan yang nyaman. • Orang dewasa ingin dapat mengatasi masalah-masalah realistis. • Orang dewasa lebih menghendaki metode belajar yang berkelanjutan atau berkesinambungan. PEDOMAN POKOK • Pelatihan orang dewasa tidak sama dengan mengajar anak kecil. • Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembelajaran mereka. • Orang dewasa menjadikan pengalaman yang telah dilalui sebagai dasar pembelajaran. • Orang dewasa berharap agar pelatihan memiliki kaitan langsung dengan mereka dan menginginkan adanya penerapan dalam dunia nyata. • Orang dewasa belajar melalui beragam cara. ASPEK-ASPEK ETIKA PELATIH DAN PELATIHAN Tujuan: Peserta menyakini batasan-batasan etika ketika berfungsi sebagai pelatih dalam suatu pelatihan Waktu: 120 menit Bahan: Spidol dan flip chart Proses: 1. Pelatih meminta peserta untuk membagi diri dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 6 orang. Peserta mengusulkan teknik pembagian kelompok. Pelatih dapat memilih teknik yang paling kreatif, jika teknik yang diusulkan oleh peserta berjumlah banyak. 2. Masing-masing kelompok diberi flipchart dan spidol. Tugas kelompok adalah menginventarisir hal-hal apa saja yang BOLEH dan TIDAK BOLEH dilakukan oleh pelatih dalam suatu pelatihan. 3. Masing-masing kelompok menempelkan flipchart di papan tulis, membacakan hasil pekerjaan kelompoknya dan menyampaikan alasan/argumen-nya. 4. Setelah semua kelompok memperoleh gilirannya, pelatih memberi kesimpulan dan penguatan kognitif melalui pengalamannya sendiri mamupun materi bacaan yang telah tersedia. 5. Selama pelatihan, hasil kerja kelompok dalam sesi ini tetap terpasang di dalam ruang tempat pelatihan. Bahan Bacaan ASPEK-ASPEK ETIKA PELATIH DAN PELATIHAN PENGANTAR Dalam memberdayakan masyarakat, para fasilitator lebih sering berinteraksi dengan kelompok orang dewasa karena dianggap lebih matang dan lebih mandiri dengan sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh selama proses pematangan tersebut. Kematangan dan kemandirian tersebut yang menempatkan orang–orang dewasa diperankan dan difungsikan sebagai motor perubahan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan sebagai bagian dari strategi pemberdayaan masyarakat lebih sering diikuti oleh orang–orang dewasa. Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak masih membutuhkan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman untuk membentuk dirinya sendiri menuju kedewasaan. Tentu saja untuk menghadapi peserta pelatihan yang pada umumnya adalah orang dewasa dibutuhkan suatu strategi dan pendekatan yang berbeda dengan pendidikan dan pelatihan ala bangku sekolah, atau pendidikan tradisional. Pendidikan ala sekolah ini sering disebut dengan pendekatan pedagogis. Ironisnya, meskipun para fasilitator pemberdayaan masyarakat memahami benar perbedaan perkembangan psikologi dan sosial antara orang dewasa dan anak-anak, tetapi dalam praktek masih banyak "pendekatan pedagogis" diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa yang seringkali tidak cocok. Untuk itu, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan "kematangan", "konsep diri" peserta dan "pengalaman peserta". Di dalam dunia pendidikan, strategi dan pendekatan ini dikenal dengan "Pendidikan Orang Dewasa" (Adult Education). Catatan: untuk pendekatan Pendidikan Orang Dewasa, peserta dapat mempelajari kembali materi pertama pada hari ini. Dengan bahasa yang lebih lugas, eksperiental dan operasional, andragogi juga didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut: Semua Orang Mempunyai Pengetahuan. Fasilitator harus meyakini bahwa semua warga belajar mempunyai pengetahuan sesuai dengan bidang masing-masing. Keyakinan tersebut mengharuskan seorang fasilitator tidak boleh memberlakukan warga belajar seperti gelas kosong. Dengan asumsi itu pula, fasilitator akan menghadapi pendapat warga belajar, dan akan memberi kesempatan warga belajar untuk saling bertukar pengalaman. Warga Belajar Sebagai Sumber Belajar. Pengetahuan, pengalaman dan keahlian yang dimiliki oleh warga belajar dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Hal ini disebabkan oleh : Pertama, pada umumnya pengetahuan yang berasal dari warga belajar telah teruji dalam praktek. Kedua, informasi yang berasal dari teman dengan mudah dapat diterima. Ketiga, sesama warga belajar mempunyai waktu yang luas untuk menyampaikan informasi, dan dapat dilakukan dalam suasana formal maupun informal. Keempat, bagi warga belajar yang menjadi sumber belajar, juga mengalami proses belajar pada saat menyampaikan informasi. Ada Kemampuan Orang Untuk Belajar Dan Berkembang. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk belajar dan berkembang. Tetapi harus disadari bahwa kemampuan dan kecepatan belajar seseorang berbeda dengan yang lainnya. Dengan mengetahui kemampuan untuk belajar dari warga belajar, maka seorang fasilitator dapat menyediakan kemudahan agar warga belajar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kapasitasnya. Warga Belajar Tidak Dapat Dipaksa Untuk Belajar. Bahan pelajaran hanya dapat diserap oleh warga belajar setingkat demi setingkat dan dengan keterlibatan warga belajar sendiri. Dengan asumsi ini maka seorang fasilitator harus menciptakan kondisi yang mendorong warga belajar untuk belajar. Dan menghilangkan hambatan yang ada. Kelompok Merupakan Forum Belajar Yang Terbaik. Siklus belajar berdasarkan pengalaman menunjukkan bahwa salah satu proses belajar tersebut adalah mengolah bahan belajar. Proses ini akan dipercepat dan dipermudah dengan bantuan orang lain, seperti dalam kelompok. Sesama anggota kelompok dapat mendiskusikan, dan menyimpulkan. Sehingga setiap anggota kelompok saling membantu dalam proses belajar. Dengan berkelompok memberikan rasa aman kepada warga belajar karena kegagalan yang dialami akan ditanggung bersama oleh anggota kelompok. Sebaliknya dengan belajar dalam kelompok juga memberikan kesempatan untuk tampil dan mendapat perhatian lebih baik daripada belajar secara klasikal. IMPLIKASI UNTUK FASILITATOR Asumsi-asumsi tersebut di atas mengharuskan seorang fasilitator pada latihan partisipatif berperan dalam menciptakan suasana, memberikan kesempatan dan menyediakan sarana untuk mempermudah proses belajar. Dengan peran seperti ini, maka pada latihan partisipatif tingkat perkembangan warga belajar tergantung dari warga belajar itu sendiri. Tujuan pendidikan bagi orang dewasa yaitu perubahan perilaku yang diawali dengan perubahan sikap dan penambahan pengetahuan serta keterampilan. Dengan demikian seorang fasilitator juga berperan sebagai seorang pembimbing dengan tugas-tugas sebagai berikut: a).Penyebar Pengetahuan: saat menyampaikan informasi dan pengetahuan kepada warga belajar; b).Pelatih Keterampilan: saat memberikan tambahan keterampilan baru melalui latihan praktek dan mengajak warga belajar untuk belajar sambil mengerjakan; c). Perancang Pengalaman Belajar kreatif : saat menciptakan situasi yang memungkinkan warga belajar untuk mendapat pengalaman baru, sehingga timbul kesempatan untuk berlaku lain daripada yang sudah terbiasa. Fungsi fasilitator sebagai pembimbing yang mampu menempatkan diri sejajar dengan warga belajar, membutuhkan beberapa sikap, seperti yang disampaikan oleh A.G. Lunandi berikut ini: a. Emphaty : Membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para warga belajar. “Menyetel” pada “gelombang pemancar” para warga belajar; mencoba melihat situasi sebagaimana warga belajar melihatnya; berada dan bersatu dengan warga belajar; b. Kewajaran : Bersikap, bertindak dan berkata jujur, apa adanya, jangan berlebihan seolah ingin menempatkan lebih tinggi dari warga belajar. Demikian puladalam berpenampilan (cara berpakaian) di depan kelas. Hindarimemainkan – secara sadar maupun tak sadar - peran sebagai pengajar. c. Respek :Mempunyai pandangan positif terhadap semua peserta. Gambaran negative terhadap peserta akan mendorong fasilitator bersikap negatif pula yang tentu berdampak kurang baik pada proses dan hasil pelatihan. d. Komitmen dan kehadiran: Menghadirkan diri secara penuh; siap menyertai kelompok dalam segala keadaan. Tindakan ini akan membangun keakraban dan keterbukaan antara peserta dan fasilitator. Peserta akan merasa aman dan nyaman dengan kehadiran peserta. e. Mengakui kehadiran orang lain: Mengakui adanya orang lain; tidak menonjolkan diri; menunjukkan kepada mereka bahwa peserta sadar akan kehadirannya. Lakukan komunikasi verbal maupun non verbal dengan mereka, bersedia mendengar, memberi kesempatan kepada peserta untuk “muncul”. f. Membuka diri : Keterbukaan mempunyai dua segi: (1) menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman peserta sendiri; setiap saat bersedia mengubah sikap dan pendapat dan konsep saya sendiri; tidak bersikap ngotot agar bermunculan kemungkinan-kemungkinan baru. (2). Secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain; mengenalkan diri kepada kelompok, apa yang saya rasakan, apa harapan saya, bagaimana pandangan saya, suka dan duka saya; mau mengambil risiko melakukan kekeliruan. Selain hal-hal yang dianjurkan untuk dilakukan fasilitator seperti di atas, juga perlu diperhatikan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh fasilitator pelatihan bagi orang dewasa, yakni: A. Tidak menggurui Mengingat bahwa warga belajar terdiri dari orang-orang dewasa yang mempunyai keahliannya sendiri, pengalamannya sendiri dan seringkali adalah pemimpin di dalam lingkungannya, maka sikap menggurui dapat dirasakan sebagai meremehkan. B. Tidak menjadi “ahli” Artinya tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan, seakan-akan fasilitator harus ahli dalam segala hal dan segala bidang. Bersikap menjadi “ahli” hanya akan memungkinkan proses komunikasi satu arah. Lemparkan pertanyaan seorang peserta kepada forum. C. Tidak memutus bicara Pada waktu warga belajar bertanya, atau mengemukakan pandangannya, fasilitator tidak memutus hanya karena kebetulan ia merasa tak sabar. Jika dilakukan akan membuat warga belajar tersinggung, malu, atau lupa topik selanjutnya. D. Tidak berdebat Apabila pertanyaan warga belajar telah dijawab fasilitator, dan penanya itu menyanggahnya kembali, maka bahaya terlibat dalam debat mulai terbuka. Bijaksana untuk fasilitator mengalihkannya menjadi diskusi umum dengan melontarkannya kepada seluruh kelompok. E. Tidak diskrimintaif Fasilitator harus berusaha untuk memberi perhatian kepada semua warga belajar secara merata, bukan hanya kepada satu atau dua warga belajar yang secara pribadi disukainya. CITRA DIRI FASILITATOR Pada pelatihan yang bersifat partisipatif (Participatory Training Methodology = PTM), pelatih adalah fasilitator dalam proses belajar peserta. Pelatih bukan hanya seorang yang ahli dari suatu bahan pelatihan, namun juga harus mampu rnenciptakan interaksi belajar. Fasilitator bukan "bos" atau "atasan" melainkan partner atau rnitra yang berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Memfasilitasi bukan dengan cara "mengajar', "menggurui" atau bahkan "memerintah", melainkan dengan cara memberi contoh, merangsang, dan mendorong peserta untuk berfikir sendiri, untuk menyadari perasaan dan pengalaman masing-masing untuk menemukan jawaban sendiri. Dengan demikian akan diperoleh pelajaran yang paling bermanfaat dan berharga karena belajar dari pengalaman peserta sendiri. Melihat peran dan tugas fasilitator seperti itu, maka wajarlah bila seorang fasilitator dituntut menjadi figur yang lengkap dan sempurna (meskipun tidak ada manusia yang sempurna). Figur fasilitator seperti yang diharapkan bukanlah diperoleh dari mempelajari suatu bahan pelatihan atau dari pendidikan yang tinggi. Figur fasilitator lebih banyak ditentukan oleh kepribadian yang dimiliki berkaitan dengan pengembangan diri sendiri sebagai fasilitator. Dalam pelatihan yang bersifat konvensional, keahlian dan pengetahuan seorang pelatih tentang suatu bahan pelatihan sangat diutamakan. Oleh sebab itu pembinaan terhadap pelatih ditekankan pada aspek yang nampak, yaitu pengetahuan dan penguasaan bahan pelatihan. Pengembangan diri sendiri (self development) yang menyangkut pelatih tidak terlalu dipentingkan. Dalam konteks inilah pengembangan atau pembinaan diri sendiri seorang pelatih menjadi bagian yang paling utama dalam PTM. Sikap yang diperlukan dalam pengernbangan atau pembinaan diri pelatih agar memenuhi citra diri fasilitator secara optimal antara lain : 1. Peka terhadap kebutuhan diri sendiri dan peserta atau orang lain. Fasilitator dituntut peka terhadap kebutuhan diri sendiri dan peserta atau orang kepada peserta dsb. Ingat peserta rnengikuti pelatihan adalah karena mereka membutuhkan. Fasilitator perlu rnemahami diri sendiri dan peserta atau orang lain diharapkan untuk mernpunyai identitas diri masing-masing dan menerimanya. Tentu saja hal ini bukan berarti untuk saling rnenonjoikan egonya tetapi justru untuk saling menghargai dan menghormati sehingga terjadi proses saling belajar. 2. Terbuka dan tidak membela diri. Pengembangan diri sendiri fasilitatorakan berjalan baik bila ia mau terbuka untuk menerima masukan dan pengalaman baru yang berbeda dengan dirinya, bukan membela diri dan memaksakan pengalamnya sendiri kepada peserta, ingat bahwa peserta juga mempunyai pengalaman dan proses belajar dalam PTM adalah mutualisme. 3. Percaya, tulus dan sungguh-sungguh. Fasilitator harus yakin dan berfikir positip terhadap proses dan interaksi belajar yang terjadi. Segala intervensi fasilitator diberikan dengan sungguh sungguh dan tulus kepada peserta dalam interkasi belajar. lntervensi bukan dimaksudkan untuk menimbulkan dan membangun image atau kesan peserta terhadap pelatih melainkan diupayakan untuk penyadaran dan mencapai tujuan pelatihan. 4. Kesetaraan dan kemitraan. Fasilitator bukan sebagai yang paling tahu, pintar, banyak pengalaman. Dalam PTM fasilitator adalah sebagai mitra belajar dan kesetaraan dalam interaksi belajar dengan peserta. Fasilitator bukan mentransfer bahan belajar/ bahan pelatihan kepada peserta, melainkan memfasilitasi dan bersama peserta untuk menemukan dan mengembangkan pengalaman. Jack Mazirow mengatakan: '”Kesalahan fatal yang dilakukan oleh fasilitator adalah usaha untuk mengartikan dirinya sebagai pelaku tunggal bagi terjadinya perubahan perilaku dan berbuat seolah-olah tugas pokoknya adalah mengkomunikasikan gagasan-gagasan, merancang bentuk-bentuk kegiatan latihan (excercise) dalam rangka pengembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap tertentu yang menentukan perubahan-perubahan perilaku yang dimaksudkan serta melakukan survey untuk mendeteksi kebutuhan-kebutuhan bagi perubahan perubahan tertentu". Apa yang dikatakan tersebut mengingatkan kepada fasilitator agar bisa berperan secara effektif dan benar. Beberapa hal di atas adalah berkaitan dengan kepribadian fasilitator yang perlu diperhatikan dan menjadi penting dalam PTM. Kepribadian tersebut akan lebih banyak membentuk dan menentukan citra diri fasilitator dalam interaksi dan proses belajar, apakah ia akan menggurui dan mentransfer pengetahuan dan pengalamannya kepada peserta ataukah ia akan memfasilitasi interaksi dan proses belajar. Fasilitator yang efektif dalam interaksi dan proses belajar akan mengupayakan dan memperlihatkan ciri-ciri antara lain : 1. Mendasarkan pengalaman dan latar belakang peserta, artinya pembahasan isi pelatihan didasarkan pada pengalaman peserta. Bukan pengalaman fasilitator semata. 2. Memadukan pengalaman antar peserta untuk mengembangkan pengalaman baru melalui proses diskusi. 3. Menerapkan swa-belajar (self learning), artinya mengupayakan agar terjadi proses belajar yang efektif dengan cara belajar masing-masing. 4. Mengarah pada penguasaan belajar (Mastery learning), artinya mengupayakan agar peserta dapat menemukan cara yang effektif belajarnya. 5. Mengarah pada belajar pemahaman atau penghayatan (insightfull learning), artinya belajar untuk proses menyadari, memahami dan menghayati, bukan untuk menghafalkan. 6. Mengembangkan perwujudan diri (self actualization), artinya mengupayakan peserta untuk mau dan mampu menentukan dan menemukan dirinya sendiri sesuai dengan potensinya. Secara praktis, kepribadian fasilitator yang berhasil berkaitan dengan sifat-sifat fasilitator sebagai berikut : 1. Memiliki rasa hurnor yang akan digunakan untuk menghangatkan komunikasi 2. Memakai bahasa yang mudah dimengerti 3. Menghadapi peserta dengan cara yang luwes supaya suasana menjadi hangat dan akrab 4. Memberikan waktu secukupnya untuk berfikir dan menjawab 5. Mengungkapkan perasaannya sendiri untuk memancing peserta lebih terbuka. 6. Memperhatikan apa yang dirasakan dalam tubuhnya sendiri 7. Memperhatikan pesan-pesan nonverbal para peserta yang dungkapkan dalam bahasa tubuh. 8. Selalu berpikiran positif terhadap seluruh peserta. Beberapa pantangan bagi pelatih atau fasifitator yang berhasil antara lain: 1. Jangan menilai pemikiran dan perasaan peserta. 2. Jangan ingin menolong peserta, karena mereka akan menolong dirinya sendiri. 3. Jangan memakai kalimat-kalimat, seperti "sebaiknya kamu.........”. atau "seharusnya kamu..........”. 4. Jangan memaksa peserta untuk tindakan apapun. 5. Jangan memberikan jawaban atas masalah-masalah para peserta. Cobalah mendorong peserta untuk menemukan jawaban atas masalah mereka sendiri. Dalam andragogi, seorang fasilitator tidak diperbolehkan berperan sebagai transformer yang bertugas memindahkan semua pengetahuannya kepada para warga belajar. Tugas utama fasilitator adalah membantu aarga belajar secara maksimal dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif. Keterampilan tersebut tentu saja hanya akan dapat dikembangkan dengan upaya sendiri dan melatih diri atau membiasakan diri, baik di dalam pelatihan maupun di luar pelatihan. MEMAHAMI PEMBELAJAR Tujuan : Peserta dapat mengidentifikasi ragam masalah yang bersumber dari pembelajar yang dapat berdampak pada desain, pengembangan, dan penyampaian pelatihan Bahan : Materi self-assessment digandakan sebanyak peserta (plus lembar koreksi), powerpoint profil gaya belajar, powerpoint kesan perseptual Waktu : 120 menit Proses: 1. Pelatih menginstruksikan agar peserta melakukan langkah 2-4 dalam proses ini 2. Peserta mengisi Diversity Awareness Inventory (latihan 1) 3. Peserta mengisi instrumen kecenderungan gaya belajar (latihan 2) 4. Pelatih membagi peserta dalam kelompok, yang beranggotakan 6 orang. 5. Setiap anggota kelompok menceritakan di dalam kelompoknya mengenai hasil kerja poin 2 dan 3. 6. Pelatih membahas masing-masing gaya belajar dan hasil kerja peserta Bacaan Pengantar Setiap orang memiliki gaya pembelajaran yang khas. Perbedaan peserta pelatihan dalam hal usia, jenis kelamin, ras, etnis, gaya hidup, agama, bahasa, kecacatan jasmani, dan melek huruf berdampak pada bagaimana pelatih mendesain, mengembangkan, dan menyampaikan pelatihan. Tantangannya terletak pada bagaimana mempersatukan kebutuhan pribadi peserta yang seringkali nampak beragam. Berhadapan dengan pemahaman pembelajar saat ini, anda perlu dilengkapi dengan seperangkat petunjuk, teknik, dan perlengkapan, agar anda sebagai agen perubahan dapat memberi pengaruh terhadap perilaku peserta pelatihan sekaligus dapat menciptakan suatu keadaan dengan menghormati dan menerima perbedaan. Prasangka dan ketidakpekaan anda yang tidak disengaja dapat mengikis usaha anda untuk menciptakan suatu lingkungan di mana dapat menilai individu dan mengembangkan pembelajaran. Agar dapat mempertemukan kebutuhan peserta yang berbeda-beda, pertama ujilah sikap, keyakinan, dan perilaku anda terhadap orang yang berbeda dengan anda dengan melengkapi Diversity Awareness Inventory (Pengukuran Kesadaran akan Perbedaan), yang bertujuan untuk membantu anda mengidentifikasi informasi yang diperlukan agar lebih terfokus pada upaya mengubah perilaku anda. LATIHAN 1 Diversity Awareness Inventory Instruksi: Pengukuran ini dibuat sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran anda terhadap sikap menghakimi, stereotip, dan kadangkala mendiskriminasi. Berilah jawaban untuk setiap pertanyaan berikut dengan memberikan tanda centang pada kolom yang sesuai. Latihan 2: Profil Gaya Belajar Orang dewasa belajar melalui cara yang beragam. Ada yang lebih baik jika belajar dengan mendengarkan; atau mungkin dengan melihat atau lebih memilih untuk membaca petunjuk saja. Ada yang membutuhkan peragaan terlebih dahulu. Gaya belajar menunjuk kepada cara pembelajar mendekati dan menanggapi pengalaman belajar. Untuk mengetahui karakteristik dan kecenderungan gaya belajar Anda, isilah instrument di bawah ini: Petunjuk: Dalam latihan ini, terdapat 12 item pernyataan. Setiap item berisikan suatu kondisi yang membutuhkan reaksi sikap. Masing-masing item memiliki empat (4) pilihan kecenderungan sikap, yang ditandai dengan poin a, b, c, dan d. Tugas Anda adalah memilih dan memberi nilai terhadap kecenderungan sikap dari yang paling mengambarkan diri Anda sampai yang paling sedikit menggambarkan diri Anda. Penilaian yang diberikan berdasarkan ketentuan berikut: Angka 4 : Pernyataan yang paling menggambarkan sikap Anda Angka 3: Pernyataan yang agak menggambarkan sikap Anda Angka 2 untuk seterusnya, sampai dengan angka 1 untuk pernyataan yang paling sedikit menggambarkan sikap diri Anda. 1. Ketika mengatasi suatu masalah, saya lebih memilih untuk… a. mengambil pendekatan setahap demi setahap b. segera mengambil tindakan c. memikirkan dampaknya terhadap orang lain d. memastikan bahwa saya memiliki semua fakta 2. Sebagai pembelajar, saya lebih memilih untuk… a. mendengarkan ceramah b. bekerja dalam kelompok-kelompok kecil c. membaca artikel dan melakukan penyelidikan terhadap suatu kasus (case studies) d. ikut mengambil bagian dalam permainan peran (role plays) 3. Ketika pelatih mengajukan pertanyaan dan saya mengetahui jawabannya, saya… a. membiarkan orang lain menjawab terlebih dahulu b. segera memberikan jawaban c. memikirkan apakah jawaban saya akan diterima dengan baik d. memikirkan jawaban saya dengan hati-hati sebelum saya menjawab 4. Dalam diskusi kelompok, saya… a. mendorong orang lain untuk memberikan pendapatnya b. menanyakan pendapat orang lain c. dengan cepat memberikan pendapat d. mendengarkan pendapat orang lain terlebih dahulu sebelum memberikan pendapat 5. Saya mengambil pelajaran terbaik dari suatu kegiatan ketika saya… a. dapat berinteraksi dengan orang lain b. tetap tidak dilibatkan c. mengambil peran sebagai pemimpin d. dapat menghabiskan waktu saya 6. Selama ceramah berlangsung, saya memperhatikan pada… a. ‘bagaimana-cara’ untuk melakukan sesuatu b. hal-hal logis c. ide utama d. kisah-kisah dan cerita lucu 7. Saya terkesan kepada pelatih dikarenakan… a. pengetahuan dan keahliannya b. kepribadian dan penampilannya c. metode-metode yang digunakan dan kegiatannya d. kemampuannya dalam mengatur dan mengawasi 8. Saya lebih memilih suatu informasi disampaikan dengan cara berikut: a. model seperti grafik alir b. pokok-pokok materi c. penjelasan terperinci d. disertai dengan contoh-contoh 9. Saya dapat belajar dengan sebaik-baiknya ketika saya… a. melihat keterkaitan antara ide, peristiwa, dan situasi b. berinteraksi dengan orang lain c. memperoleh kiat-kiat/tips praktis d. mengamati suatu peragaan atau video 10. Sebelum mengikuti program pelatihan, saya bertanya kepada diri sendiri: “Apakah saya akan… ?” a. memperoleh kiat-kiat praktis untuk membantu saya menjalankan tugas b. memerima banyak informasi c. diharuskan mengambil bagian d. belajar tentang hal baru 11. Setelah mengikuti pelatihan, saya… a. cenderung untuk memikirkan hal-hal yang telah saya pelajari b. khawatir (ragu?) untuk menerapkan hasil belajar saya dalam perilaku c. memikirkan pengalaman sebagai suatu yang utuh (sebagai kesatuan) d. menceritakan kepada orang lain tentang hal-hal yang saya alami 12. Metode pelatihan yang paling tidak saya sukai adalah… a. mengambil bagian dalam kelompok-kelompok kecil b. mendengarkan ceramah c. membaca dan menganalisis penyelidikan suatu kasus d. mengambil bagian dalam permainan peran Lembar Koreksi Petunjuk: Pindahkan penilaian atas jawaban Anda pada baris yang sesuai, kemudian jumlahkan angka pada masing-masing kolom. PERASA PENGAMAT PEMIKIR PELAKSANA 1c ______ 1a______ 1d_____ 1b______ 2b ______ 2a ______ 2c ______ 2d ______ 3c ______ 3a ______ 3d ______ 3b ______ 4ª ______ 4d ______ 4b ______ 4c ______ 5ª ______ 5b ______ 5d ______ 5c ______ 6d ______ 6c ______ 6b ______ 6a ______ 7b ______ 7d ______ 7a ______ 7c ______ 8ª ______ 8d ______ 8c ______ 8b ______ 9b ______ 9d ______ 9a ______ 9c ______ 10d ______ 10c ______ 10b ______ 10a ______ 11d ______ 11c ______ 11a ______ 11b ______ 12c ______ 12a ______ 12d ______ 12b ______ Total ______ Total ______ Total ______ Total ______ Bahan Bacaan: PENJELASAN MASING-MASING GAYA Perasa. Orang yang perasa sangat berorientasi pada manusia. Mereka begitu ekspresif dan fokus kepada perasaan serta emosi. Mereka dapat menikmati pembelajaran yang penuh kasih sayang dan cenderung ke arah pengalaman pembelajaran yang dapat menggali sikap-sikap dan emosi manusia. Orang yang perasa dapat berkembang dengan cepat dalam lingkungan belajar yang terbuka, tidak terstruktur dan menghargai kesempatan untuk bekerja di dalam kelompok serta menyukai kegiatan-kegiatan yang memungkinkan bagi mereka untuk berbagi pendapat dan pengalamannya. Pengamat. Pengamat senang mengamati dan mendengarkan. Mereka cenderung menjadi tidak ramah juga pendiam dan mereka akan menghabiskan waktunya sebelum bertindak atau ikut serta mengambil bagian di dalam kelas. Ketika mereka memutuskan untuk memberikan pendapat atau menjawab suatu pertanyaan, biasanya jawaban mereka tepat mengenai sasaran. Mereka menikmati pengalaman pembelajaran yang memberi kebebasan kepada mereka untuk memikirkan beragam ide juga pendapat. Pemikir. Para pemikir mengandalkan logika dan penalaran. Mereka menyukai kesempatan untuk membagikan ide dan konsep yang dimiliki. Mereka lebih memilih kegiatan yang meminta mereka untuk melakukan analisis dan penilaian. Mereka akan menanyakan alasan di balik kegiatan dan akan menentang pernyataan-pernyataan yang mereka anggap terlalu umum atau tidak berisi. Pemikir lebih memilih untuk bekerja secara mandiri dan menanyakan perlunya dilakukan bermain peran dan simulasi. Pelaksana. Pelaksana senang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Mereka akan memimpin dalam kegiatan kelompok dan cenderung mendominasi diskusi. Mereka menyukai kesempatan untuk mempraktikkan hal-hal yang telah dipelajari, khususnya mengenai bagaimana mereka dapat menerapkan hal-hal tersebut dalam dunia nyata. Mereka menyukai informasi yang disampaikan secara jelas serta singkat dan mereka menjadi tidak sabar ketika diskusi semakin berlarut-larut. Ingat bahwa tidak ada satu pun gaya belajar yang benar atau bahkan lebih baik daripada gaya belajar yang lain. Intinya adalah bahwa setiap orang belajar dengan cara yang berbeda. Agar menjadi efektif, pelatih harus merancang program mereka sehingga dapat mencakup perbedaan-perbedaan di antara gaya belajar. Kemungkinan besar, pelatih akan menggunakan gaya yang Ia sukai. Meskipun menggunakan gaya yang paling membuat seseorang merasa nyaman adalah hal yang wajar, para pelatih yang paling efektif akan belajar bagaimana caranya untuk menyesuaikan gaya mereka terhadap kebutuhan semua peserta. Kesan Perseptual Sebagai tambahan terhadap gaya belajar, pelatih yang efektif harus mampu mengerti kesan-kesan yang muncul ketika menggunakan perseptual yang berbeda-beda. Menurut M. B. James dan M. W. Galbraith (1985), pembelajar mungkin memilih salah satu dari keenam kesan perseptual (cara individu memperoleh dan mengolah informasi), tersebut: Visual Video; film; grafik; foto; peragaan; metode dan media yang digunakan dapat memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk memiliki pengalaman belajar melalui penglihatan (mata) Cetak Teks/bacaan; kertas-dan-pena/menulis adalah metode yang memungkinkan peserta untuk menyerap kata yang tertulis Pendengaran Ceramah; audiotape; metode yang memungkinkan peserta untuk mendengar dengan sungguh-sungguh dan memperoleh informasi melalui pendengaran (telinga) Interaktif Diskusi kelompok; tanya-jawab; cara yang memberikan kesempatan kepada peserta untuk berbicara dan saling bertukar pikiran, pendapat, jawaban dengan peserta lain dalam kelompok Taktil Kegiatan yang menggunakan tangan, model bangunan, merupakan metode yang meminta peserta untuk untuk memegang objek atau meletakkan benda bersama-sama Kinestetik Bermain peran; permainan fisik dan kegiatan yang yang melibatkan penggunaan keterampilan psikomotor dan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Pembelajar dewasa lebih banyak masuk dalam kategori pembelajar dengan gaya visual daripada gaya yang lain. Bagaimanapun juga, pelatihan yang bagus dirancang dengan memadukan keenam modalitas di atas. Untuk memastikan bahwa semua kebutuhan peseta dapat dipenuhi. Kegiatan yang berubah-ubah dengan tujuan menciptakan pembelajaran multi-sensoris mungkin akan meningkatkan daya tarik bagi gaya setiap peserta. Pendekatan multi-sensoris tersebut juga membantu setiap peserta dalam memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang dibutuhkan melalui cara yang lebih mereka sukai. Pada sisi yang lain, pembelajaran yang disampaikan dengan cara yang dapat melengkapi/memenuhi modalitas/gaya pembelajar adalah yang paling disukai oleh peserta. Sebagai contoh, mari peserta cermati rancangan pelatihan untuk beberapa kelompok orang dalam menggunakan komputer pribadi. Pelatih memasukkan gambar-gambar pada layar komputer, menjelaskan apa yang sebaiknya dilihat oleh peserta ketika menemukan tanda tertentu. Pelatih juga mempraktekkan bagaimana cara melakukan fungsi tertentu dalam komputer (visual). Rancangan pelatihan tersebut menyediakan bahan-bahan cetak sebagai buku pedoman dan bahan untuk ujian/tugas mandiri. Dengan kata lain, berkaitan dengan penerapan (cetak). Untuk pengulangan dan penguatan, pelatih menyiapkan audiotape (pendengaran/ aural). Selama sesi pelatihan, pelatih menyediakan banyak kesempatan bagi peserta untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan (interaktif). Tentu saja desain pelatihan tersebut menyediakan kesempatan bagi peserta untuk menggunakan komputer tersebut (merupakan aplikasi metode taktil). Terakhir, pelatih akan mengadakan kegiatan simulasi yang akan meminta peserta untuk membuat dokumen yang berkaitan dengan keadaan dunia kerja yang sesungguhnya seperti selebaran, laporan, grafik, dan lain-lain (kinestetik). Pertimbangan lain yang tidak kalah penting adalah bahwa secara umum manusia belajar dengan melakukan, bukan dengan diberitahu bagaimana cara melakukan sesuatu. Sebagai contoh, seseorang lebih cepat mempelajari bagaimana caranya bisa sampai ke suatu lokasi dengan mengendarai mobil, daripada mengamati cara untuk sampai ke lokasi dengan posisi dia sebagai penumpang. Jadi semakin banyak kesempatan bagi seseorang untuk “mencoba” atau menerapkan suatu keterampilan, semakin besar kemungkinan dia mempelajari keterampilan tersebut. Bercerita bukan mengajar atau melatih. Berapa kali Anda berkata kepada diri Anda sendiri, “Saya sudah mengatakan kepada dia bagaimana cara melakukannya, tapi mengapa dia masih saja keliru”? Hanya dengan mengatakan kepada orang lain bagaimana cara mengerjakan sesuatu tidak berarti bahwa dia memahami dan telah memiliki keterampilan untuk mengerjakannya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan belajar seseorang Psikologis. Beberapa orang lebih memilih “gambaran besar”, sedangkan orang lain menginginkan proses setahap demi setahap. Lingkungan. Suara, cahaya, suhu, dan susunan tempat duduk bisa berdampak terhadap pembelajaran. Sebagai contoh, duduk di atas kursi yang keras untuk beberapa jam akan menimbulkan stres terhadap tubuh, serta mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi. Emosi. Motivasi peserta untuk mengikuti sesi pelatihan akan mempengaruhi proses pembelajaran. Mereka yang mengikuti sesi karena mereka menginginkannya lebih besar kemungkinannya untuk memperoleh pengalaman belajar yang positif daripada mereka yang mengikuti sesi karena diminta ikut oleh para supervisor atau atasannya. Sosiologis. Manusia adalah makhluk sosial. Meskipun beberapa orang dapat belajar dengan lebih baik ketika sendirian, penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang belajar dengan lebih baik dan memperoleh kepuasan yang lebih besar melalui pengalaman belajar yang melibatkan mereka dalam kelompok kecil atau berpasangan. Fisik. Kondisi fisik seseorang, termasuk pendengaran, melihat, kesehatan secara umum, dan tingkat energi, mempengaruhi kemampuan mereka dalam belajar. Sebagian besar orang memiliki energi yang lebih sedikit di sore hari. Pelatih sebaiknya mengingat hal ini ketika merancang dan mengembangkan program-pragram. Intelektual dan Pengalaman. Mereka yang mengikuti sesi pelatihan memiliki beragam latar belakang pendidikan, pengalaman hidup, kecerdasan, dan kemampuan. Itulah alasannya betapa pentingnya memiliki sebanyak mungkin informasi mengenai peserta sebelum mereka mengikuti sesi pelatihan. Usia. Salah satu isu yang sering muncul dalam pelatihan bagi pelatih (train-the-trainer) dan kursus melatih (coaching course) berhubungan dengan dampak usia terhadap proses pembelajaran. Para pelatih sering mengatakan bahwa pekerja yang berusia lebih tua biasanya lebih lambat dan lebih sulit untuk dilatih. Pembelajar muda versus pembelajar tua • pembelajar muda lebih efisien dalam menghafalkan informasi • pembelajar tua lebih mampu menilai dan menerapkan informasi. Yang perlu diperhatikan adalah makna belajar yang dimiliki oleh pembelajar. Pembelajar dewasa adalah orang dewasa yang terus menerus belajar selama hidupnya. Orang dewasa memiliki potensi untuk melanjutkan pembelajarannya dan melakukan intropeksi diri secara mendalam ketika mereka berhadapan dengan kegagalan. Perlu diakui bahwa perubahan fisik turut mengambil bagian dalam proses pembelajaran. Sepanjang usia peserta, mungkin peserta mengalami kehilangan beberapa kemampuan untuk mendengar, tingkat energi yang makin menurun, dan waktu reaksi yang kian melambat. Faktor-faktor tersebut sebaiknya menjadi bahan pertimbangan; TAPI, faktor tersebut sebaiknya tidak dianggap sebagai bukti bahwa orang yang lebih tua lebih lambat atau memiliki kesulitan yang lebih besar dalam belajar. Beban Kognisi Diibaratkan seperti spon, otak peserta menyerap pengetahuan dan informasi. Saat spon tersebut penuh, maka air yang baru ditambahkan tidak akan terserap oleh spon itu. Sebagaimana spon yang telah penuh tersebut, seorang pembelajar dapat memiliki beban kognisi dalama memorinya. Tantangan bagi pelatih adalah agar menyampaikan informasi melalui cara yang tidak membuat peserta merasa terbebani. Mencegah Beban Kognisi Gunakan strategi berikut ketika merancang, mengembangkan, dan menyampaikan pelatihan Anda: • Gunakanlah metode ceramah seminimal mungkin. Singkat informasi yang akan disampaikan dalam bentuk poin pembelajaran, daftar, bagan, grafik, dan bentuk visual lainnya. • Buatlah agar sebagian besar pekerjaan dikerjakan oleh peserta. Ketika peserta melaksanakan pekerjaannya, mereka menyalurkan informasi baru tersebut ke dalam ingatan jangka panjang, mirip seperti menyimpan data di dalam komputer. Sekarang memori yang bekerja bebas untuk menyerap potongan informasi berikutnya. • Buatlah potongan isi atau informasi, dan salurkan atau komunikasikan hal itu secara bertahap dengan disertai penambahan jumlah atau tingkat informasi. Gunakan beragam kegiatan untuk mengkomunikasikan materi. • Rancanglah buku kerja dan materi pendamping lain yang menampilkan informasi dalam susunan yang mudah diikuti dan mudah dipahami. Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Orientasi tradisional atau pedagogis memperhatikan isi. Pelatih dirisaukan dengan “membungkus” (mengemas/menyajikan) materi sedapat mungkin melalui cara yang paling efisien. Sebaliknya, orientasi andragogis berfokus pada proses, memberikan perhatian terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung maupun menghambat pembelajaran. Pertimbangkan pokok-pokok berikut ketika Anda membuat pengalaman belajar bagi peserta Anda:  Ciptakan iklim pembelajaran yang nyaman, tidak mengancam dan peserta diperlakukan sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab. • Libatkan peserta dalam perencanaan pelatihan mereka melalui wawancara, komite penasihat (advisory committees), dan kegiatan pendahuluan (up-front activities). • Dorong peserta untuk terlibat dalam diagnosa diri dengan menggunakan kuesioner dan alat ukur baik sebelum dan selama sesi. • Berikan kesempatan kepada peserta untuk menentukan tujuan mereka dengan mengumpulkan data mereka melalui kuesioner sebelum sesi dan kegiatan pengukuran di awal sesi. • Berikan kesempatan kepada peserta untuk menilai pembelajaran yang mereka alami dengan beragam kegiatan sepanjang program pelatihan. • Bantulah peserta untuk memahami “gambaran besar” dengan menunjukkan bagaimana program pelatihan tertentu memiliki keterkaitan terhadap sasaran usaha dan atau permasalahan mereka. • Buatlah pembelajaran tersebut bersangkut-paut dengan peserta, yakni dengan menunjukkan betapa pelatihan tersebut akan membantu mereka melalui pemberian contoh nyata dan kegiatan yang berhubungan dengan kerangka acuan yang dimiliki peserta. • Gunakan pengalaman peserta sebagai contoh. Mintalah kepada peserta untuk memberikan contoh berdasarkan situasi yang pernah mereka alami. • Libatkan peserta secara aktif ke dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kegiatan yang terpusat pada pembelajar serta pengalaman terstruktur dan dengan menyediakan kesempatan yang banyak bagi peserta untuk menentukan isi (pembelajaran). Masalah Perbedaan Hal yang paling penting untuk diingat adalah bahwa anda melatih individu yang sewaktu-waktu akan menjadi kelompok. Sebelum anda sepakat dengan suatu desain khusus dan mempertimbangkannya, mari lihat beberapa masalah perbedaan. Walaupun banyak kategori perbedaan yang ada dalam sesi pelatihan, mari fokus pada perbedaan yang memberikan dampak terbesar terhadap suasana pelatihan. Perbedaan Usia Seperti diketahui bahwa kemampuan untuk belajar tidak berkurang seperti usia. Ada yang percaya bahwa seseorang yang telah berusia empat puluh tidak dapat belajar keterampilan yang baru. Empat puluh adalah sebuah angka yang dengan semena-mena memisahkan pekerja ”yang lebih muda” dari pekerja ”yang lebih tua”. Pelatih membuat pernyataan seperti, ”pekerja yang lebih tua tidak dapat menangkap dengan cepat” atau ”orang yang lebih tua tidak dapat beradaptasi dengan perubahan”. Banyak orang yang berusia di atas empat puluh membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajari kemampuan yang baru, terutama dikarenakan mereka harus meninggalkan terlebih dahulu cara yang biasa mereka lakukan. Pekerja yang lebih muda telah tumbuh bersama komputer dan video game, tentu saja, akan ditemukan lebih mudah dalam mempelajari sistem komputer yang baru dan program perangkat lunak daripada rekan kerja mereka yang lebih tua yang belajar dengan menggunakan mesik ketik dan kertas karbon. Salah satu penghalang terbesar bagi pekerja yang lebih tua dalam mempelajari keterampilan baru adalah menurunnya kepercayaan diri atau ketakutan untuk gagal, yang diciptakan, sebagian, oleh mitos masyarakat dan stereotip mengenai usia. Oleh karena itu tantangan pertama dari pelatih adalah untuk membangun kepercayaan diri peserta yang lebih tua dengan memberi mereka harapan. Pembelajaran langsung lebih penting untuk usia empat puluh tahun ke atas, sebaik menggunakan materi dan metode yang secara langsung berpusat pada pekerjaan mereka dan relevan dengan situasi kerja peserta. Karena orang yang lebih tua mengalami penurunan kemampuan pengelihatan dan pendengaran, pelatih harus memperhatikan pengaturan ruangan, pencahayaan, dan menggunakan hasil cetak alat bantu visual yang lebih besar dan begitu juga pada buku kerja peserta. Orang yang berusia empat puluh tahun dan di atasnya lebih tertarik menerima pelatihan yang relevan, terutamanya dapat diaplikasikan, dan bentuk yang lebih mudah diserap. Peserta di atas usia empat puluh tahun terburu-buru untuk belajar. Mereka sadar bahwa mereka harus melanjutkan dan, pada beberapa kasus, menangkap urutannya agar mampu bertahan menghadapi saat sekarang, tekanan yang tinggi, dan perubahan lingkungan kerja yang cepat. Berhubungan Dengan Peserta Yang Lebih Muda Banyak Pelatih berpikir bahwa peserta yang lebih muda memiliki rentang atensi yang pendek, kurang sopan, apatis, malas, dan berpikir mereka tahu segalanya. Yang sebenarnya adalah mereka bergairah, percaya diri, dan berorientasi pada pencapaian. Mereka dapat memproses data yang besar dalam satu waktu; mereka menginginkan informasi yang diberikan dalam bentuk yang ringkas seperti pernyataan pendek dan checklist. Karakteristik ini menciptakan tantangan yang berbeda sama seperti kesempatan bagi pelatih. Selama sesi pelatihan, peserta membutuhkan banyak kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka dan memecahkan masalah dalam diskusi kelompok, simulasi, studi kasus dan juga keempat-empatnya. Mereka suka terhadap tantangan tetapi juga menerima umpan balik dengan segera dan bermakna. Mereka cepat merasa bosan dan, oleh karena itu, program harus dibuat dengan berbagai macam variasi dari pengalaman pembelajaran. Faktor hiburan tidak dapat diabaikan. Ingat: Mereka berharap kualitas materi yang tinggi, termasuk buku kerja peserta, video dan alat bantu visual lainnya. Mereka juga berharap penggunaan teknologi yang lebih lagi didasarkan kesempatan dan pengalaman pembelajaran. Karena mereka menyukai tantangan sama seperti suka untuk menantang, mereka akan bertanya dan menuntut bukti dari apa yang anda katakan. Mereka tidak akan menerima kata-kata sebagai nilai normal hanya karena anda pelatih. Bersiaplah dengan fakta-fakta atau gambar untuk mendukung pernyataan anda dan jelaskan mengapa mereka belajar sebagian keterampilan atau informasi, fokuskan terutama pada tujuan dan hasil. Mereka tidak suka dikatakan apa yang harus mereka lakukan, maka berikan kesempatan bagi mereka untuk menemukan sendiri sesuatu dalam pengalaman yang terstruktur dan instrumen pemeriksaan diri (self-assessment instrument). Untuk menemukan kebutuhan dari pendengar muda, buatlah pelatihan lebih relevan bagi pembelajar, berikan pembelajar kebebasan dan pilihan yang lebih, gunakan teknologi lebih lagi, dan buatlah pembelajaran yang menarik. Contoh Sikap Peserta Yang Lebih Muda Saya memimpin sesi pemecahan masalah dan pembuatan keputusan untuk pengusaha muda di sebuah organisasi. Mereka baru lulus dari Universitas yang terkenal dengan lulusan ”terbaik”-pintar, terpelajar, energik, bergairah”. Mereka datang dalam sesi dengan kepercayaan diri dan congkak yang merupakan gaya orang yang belum tahu. Mereka menyatakan di awal bahwa mereka pikir sesi ini membuang waktu karena mereka tahu bagaimana cara membuat keputusan dan memecahkan masalah. Daripada beragumen dengan mereka, saya meletakkan mereka ke dalam kelompok kecil dan memberikan mereka simulasi aktivitas yang lebih rumit dan mereka diminta menganalisis enam situasi problematik berikut solusinya. Mereka diberikan waktu lima belas menit untuk menyelesaikan setiap masalah dan kemudian menganjurkan rekomendasi solusi sehingga mereka dapat menilai kelompok mereka sebelum berpindah ke situasi selanjutnya. Tanpa terkecuali, semua lima kelompok yang ada dengan cepat menemukan solusi untuk masalah pertama dan menunggu dengan tidak sabar untuk jawaban yang benar. Sebagian besar dari mereka terkejut, apa yang mereka dapatkan itu salah. Anggaplah ini hanya suatu kebetulan yang menguntungkan, mereka memecahkan dengan cepat dan untuk masalah selanjutnya dan mereka kembali salah pada bagian tersebut. Mendapatkan pesan bahwa ini tidak semudah dan sesederhana apa yang mereka pikirkan di awal, mereka mulai bekerja keras dan mengambil waktu untuk melihat lebih mendalam dan lebih nyata. Saat mereka menyelesaikan masalah keempat, mereka tidak hanya kehabisan tenaga tetapi dengan rendah hati mereka sadar dan mengakui bahwa mereka tidak tahu banyak mengenai pemecahan masalah seperti yang mereka pikirkan. Peserta yang lebih muda belajar percaya diri dan mandiri dalam memecahkan masalah. Untuk digunakan pada lingkungan kerja, mereka membutuhkan untuk dilibatkan dalam mengalami pembelajaran yang dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan interpersonal dan kelompok. Perbedaan Jenis Kelamin dan jender Masalah jenis kelamin terus ada dalam organisasi/perusahaan/institusi. Sebagai seseorang yang dicontoh, anda sebagai pelatih harus menunjukkan perilaku yang sesuai sepanjang waktu. Pastikan tugas yang akan ada dapat dibagikan pada kedua jenis kelamin yang ada, mencegah peserta dalam kejatuhan peraturan yang tradisional seperti wanita mencatat dan pria memimpin diskusi. Pelatih harus juga menghindari ucapan yang menyinggung jenis kelamin atau menggunakan contoh dan aktivitas yang lebih menunjuk pada satu jenis kelamin. Bantu memberi jembatan pada perbedaan jarak jenis kelamin dengan menyediakan kesempatan dengan meningkatkan kesadaran terhadap perspektif yang berbeda yang dibawa masing-masing jenis kelamin pada situasi yang sama. Kembangkan pertukaran perspektif selama aktivitas kelompok kecil, pastikan semua kelompok terdiri dari lak-laki dan perempuan. Selama diskusi umum, mintalah ide dan reaksi dari laki-laki dan perempuan. Perbedaan budaya Belajar membuat pengalaman dan latar belakang dari setiap peserta menjadi nilai tambah dalam pelatihan, dengan tanpa melihat topiknya. Anda memiliki tanggung jawab untuk memahami dan menemukan kebutuhan pembelajaran dimana pengalaman dan kerangka acuan yang ada dapat saja berbeda dengan anda. Ciptakan kesempatan bagi peserta dari latar belakang yang berbeda untuk saling belajar satu sama lain dengan cara bekerja bersama dalam pengalaman yang tersusun. Mengakomodasi perbedaan Budaya Perbedaan budaya termasuk etnis, ras, gender, usia, dan pilihan afiliasi. Saat merencanakan sesi pelatihan anda, pastikan untuk mengingat masalah tersebut dalam pikiran. Material. Saat memilih metode dan materi, anda harus yakin anda memilih video, studi kasus, dan aktivitas lainnya dengan memasukkan dan mencerminkan keragaman peserta. Hilangkan penggunaan kata-kata khusus yang menunjuk pada satu jenis kelamin tertentu seperti Bapak Pimpinan, Ibu Ketua, Ibu Sekretaris. Sebagai gantinya, Anda bisa menghilangkan kata Bapak atau Ibu. Bermain peran dan studi kasus dapat merefleksikan keragaman budaya dengan pilihan nama dan situasi. Jika anda menuliskannya sendiri, berhati-hati untuk membuat profil atau situasi yang mengilustrasikan dan mengabadikan stereotip. Sebagai contoh, dalam bermain peran atau studi kasus yang mengilustrasikan interaksi antara seorang fasilitator dan warga/masyarakat, pastikan bahwa fasilitator tidak selalu diidentifikasikan sebagai orang yang pintar dan warganya sebagai pihak yang terbelakang dan tidak tahu apa-apa. Perilaku Pelatih. Pikirkan suatu metode yang berbeda yang memungkinkan orang-orang dari berbagai macam budaya berkomunikasi secara verbal dan nonverbal, sehingga anda dapat mencegah kekeliruan komunikasi. Sebagai contoh, anda dapat menginterpretasi anggukan kepala yang berarti peserta menyetujui yang anda katakan. Pada beberapa budaya, bagaimanapun, menganggukkan kepala hanya mengindikasikan bahwa orang tersebut mendengarkan dan juga mendorong pembicara untuk melanjutkan. Pada budaya tertentu, orang-orang seringkali membuat penilaian yang negatif terhadap siapa yang tidak terlibat dalam kontak mata langsung. Sekali lagi, pada budaya yang lain kontak mata langsung berarti menantang atau tidak menghormati. Hal ini penting untuk tidak menginterpretasi perilaku peserta dengan dasar budaya anda. Mempelajari mengenai peserta anda termasuk mempelajari bagaimana melafalkan nama dan asal mereka dengan benar selama sesi. Contoh Dari Pentingnya Menggunakan Nama Saya belajar pentingnya menggunakan nama orang dengan cara yang tepat dan benar. Pembelajaran itu saya peroleh dalam sebuah sesi meningkatkan keterampilan untuk satu kelompok dari sebuah organisasi. Anggota dari kelompok tersebut berusia dua puluh tahunan dengan penyebaran laki-laki dan perempuan yang sama. Kelompok tersebut, memiliki perbedaan dalam latar belakang budaya dengan campuran dari beberapa daerah. Seorang peserta dari salah satu daerah di kawasan Indonesia Timur sangat tertarik dan sangat berpartisipasi. Dia berbicara dengan saya sepanjang waktu istirahat dan makan siang, dan tampak sekali ingin membangun pendekatan dengan saya. Pada saat sesi evaluasi, saya terkejut karena mendapatkan catatan dri peserta tersebut, bahwa dia terluka karena saya tidak berusaha mencoba selama satu hari itu untuk menyebutkan namanya. Dalam budayanya, menyebutkan nama orang lain sangat penting, dan saya telah menunjukkan ketidakhormatan dengan tidak melakukan hal tersebut. Untuk menghindari hal serupa, berusahalah untuk belajar mengenai budaya lain dengan berbicara kepada mereka dan tanyakan pada mereka pertanyaan mengenai tradisi mereka. Minta mereka untuk mengkoreksi pelafalan nama mereka dan kemudian berlatihlah untuk menyebutkan nama mereka. Baca artikel dan buku mengenai komunikasi antar budaya sehingga anda dapat sedikit banyak terbiasa dengan budaya yang paling sering ada dalam sesi pelatihan anda. Aktivitas. Ingat bahwa dalam banyak budaya, pendekatan pembelajaran sangat sederhana. Pelatih dihormati sebagai figur otoritas. Peserta menyangka memiliki peran yang pasif, dengan pelatih yang menyediakan materi dengan sangat terstruktur dan aturan yang kaku. Hasilnya, beberapa orang dapat saja merasa tidak nyaman dengan pendekatan pelatihan yang partisipatif dan interaktif. Peserta ini mungkin membutuhkan sedikit sentuhan dan dorongan untuk membantu meningkatkan level kenyamanan mereka selama proses pelatihan. Tehnik pembelajaran yang kooperatif seperti meminta mereka mendiskusikan pertanyaan atau masalah dengan berpasangan atau kelompok kecil adalah cara yang efektif untuk melibatkan mereka yang tidak terbiasa dengan pembalejaran yang interaktif. Sebagai seorang pelatih, anda memiliki tanggung jawab untuk menciptakan suasana pelatihan dimana semua peserta dapat merasa bebas untuk mengungkapkan dan menjadi diri mereka. Mulai untuk menciptakan lingkungan ini saat anda mendesain sebuah program, mempertimbangkan semua tipe perbedaan, termasuk perbedaan gaya belajar. Tidak hanya menghormati individu yang berbeda dalam sesi anda, tetapi pastikan anda menyertakan kedalam desain program anda dengan variasi metode dan materi yang dapat mengatasi perbedaan tersebut. Poin Kunci • Keragaman masalah berdampak pada desain, pengembangan, dan pelaksanaan • pelatihan. • Pelatih bertanggung jawab untuk menciptakan suasana pembelajaran yang bebas resiko dan bebas prasangka. • Seorang pelatih yang efektif adalah orang yang sadar dan peka terhadap masalah keberagaman. • Metode hendaknya merefleksikan keragaman peserta. • Perilaku pelatih dapat berdampak pada reaksi peserta. Dilengkapi dengan pengetahuan prinsip pembelajaran dewasa, gaya pembelajaran, dan masalah keragaman, sebaik anda memahami diri anda sendiri sebagai pelatih, langkah anda selanjutnya adalah untuk mengembangkan maksud khusus, yang adalah, hasil pembelajaran untuk program pelatihan anda. PENGEMBANGAN ATMOSPHERE BELAJAR Tujuan: o Peserta pelatihan dapat menyebutkan tiga keuntungan kelompok yang dibentuk secara acak o Peserta mampu memilih, dengan sejumlah situasi tertentu, cara terbaik untuk membentuk satu kelompok o Peserta dapat menyebutkan paling kurang lima cara inovatif untuk membentuk kelompok secara acak Bahan: 1. Transparansi dengan pertanyaan kuis 2. Lonceng atau sesuatu yang bisa diperlakukan sebagai lonceng 3. Perubahan susunan tempat duduk disesuaikan dengan kuis 4. Hadiah kecil untuk kelompok yang menang Waktu: 60 menit Langkah Fasilitasi: 1. Diawali dengan penjelasan pelatih bahwa bagian ini terdiri dari aspek: (1) cara kreatif dalam membentuk kelompok, (2) melakukan praktek dinamika kelompok. 2. Pelatih menjelaskan bahwa peserta akan berefleksi tentang berbagai cara yang digunakan untuk membagi kelompok kecil dalam suatu sesi pelatihan, dan pembagian kelompok dilakukan dengan tujuan tertentu. Tanyakan kepada mereka mengapa kelompok kecil berguna. 3. Jelaskan bahwa peserta akan berbagi ide dan pengalaman dalam penggunaan metode baru ini: pertunjukan kuis. Minta seseorang peserta untuk menjelaskan ide tentang suatu kuis, mungkin menghubungkannya dengan pertunjukan kuis televisi. 4. Organisasikan juri untuk memberi nilai dan mengatur waktu. 5. Pelatih membagi peserta menjadi 6 kelompok dengan menggunakan cara kreatif yang ada pada materi Suplemen Pelatihan, tetapi pastikan bahwa kelompok-kelompok memiliki anggota yang seimbang dalam jumlah. 6. Jelaskan aturannya: Semua anggota tim harus bekerja sama tetapi hanya satu orang dari kelompok yang benar-benar bisa memberikan jawaban (ini untuk mencegah teriakan yang terlalu banyak). Bila bukan juru bicara yang memberikan jawaban, maka kelompok tersebut mendapat pengurangan nilai sebesar 1. Untuk beberapa pertanyaan, kelompok pertama yang bisa menjawab akan mendapatkan 1 nilai kemenangan. Untuk pertanyaan yang lain, kelompok yang menjawab dengan benar maka kelompok itu memenangkan nilai 3. 7. Bacalah pertanyaannya satu per satu. Hitunglah nilai dan berikan hadiah kepada kelompok terbaik. 8. Rumuskan hal-hal penting yang menjadi pembelajaran utama. 9. Pelatih melanjutkan aktivitas peserta ke sesi berikutnya 10. Refleksikan ke dua aktivitas tersebut dengan mengaitkannya dengan upaya untuk menjaga suasana pelatihan tetap kondusif. KUIS Penjawab pertama memenangkan (1 nilai) Jawaban yang benar memenangka (3 nilai)n Sebutkan paling kurang tiga cara kreatif untuk membagi kelompok Apakah keuntungan utama membagi kelompok secara acak? Sebutkan dua keuntungan bekerja dalam kelompok yang kecil Apakah kerugian membagi kelompok secara acak? Apa yang dimaksud dengan membagi dalam kelompok kecil secara acak? Dalam situasi apa Anda akan membagi kelompok secara acak? Apa yang dimaksud dengan pra pemebentukkan kelompok? Dalam situasi apa Anda akan melakukan pra pembentukkan kelompok secara acak? Membentuk kelompok bisa menyenagkan. Beri pernyataan (ya/tidak dan penjelasannya) Tunjukkan satu cara inovatif pembentukkan kelompok secara acak Apakah keuntungan utama pra pembentukkan kelompok sebelumnya? PRAKTEK DINAMIKA KELOMPOK Tujuan: Peserta berpartisipasi secara praktis menghadapi berbagai situasi dan anggota kelompok yang sulit Bahan: 1. Foto kopi permainan-peran 2. Foto kopi materi bacaan Waktu: 75 menit Langkah Fasilitasi : 1. Perkenalkan sesi, dengan menjelaskan bahwa peserta akan mempraktekkan bagaimana cara menghadapi perilaku peserta yang sulit. Jelaskan bahwa peserta akan melakukannya dengan mempraktekkan situasi yang berbeda melalui permainan-peran. 2. Jelaskan bahwa peserta akan dibagi ke dalam 3 kelompok berbeda, masing-masing memainkan situasi kelas yang berbeda. Tiap anggota kelompok akan menerima lembaran perintah, yang tidak boleh diberitahukan kepada anggota lain kelompok. Dalam tiap kelompok akan ada satu ”pelatih” dan 9 peserta. 3. Bagi peserta ke dalam 3 kelompok dan bagikan lembaran (pastikan bahwa peran dominan dilakukan oleh orang yang dominan). Biarkan mereka mempersiapkan diri selama 5 menit untuk permainan peran. Sejumlah peserta tambahan bisa menjadi pengamat atau bisa ditambahkan sebagai peserta dengan menjadi diri sendiri. 4. Mulai permainan peran pertama dan refleksikan setelahnya dengan cara berikut: Undang “pelatih” untuk menjelaskan apa yang dipikirkan tentang permainan peran yang baru saja dilakukan, dan tanyakan juga apa yang akan dilakukan lain kali apabila menjumpai masalah yang sama. Tanyakan pula kepada pengamat, bagaimana pendapatnya terhadap hal-hal yang disampaikan oleh pelatih barusan. Mintalah pendapat peserta, pertama minta masukan positif, lalu hal-hal lain yang penting dan perlu dipertimbangkan, setelah itu minta saran atau tips untuk perbaikan. Tambahkan dengan umpan balik dan tips Anda sendiri jika perlu 5. Lanjutkan dengan permainan peran yang lain dengan cara yang sama dan dorong pelatih untuk menggunakan poin belajar dari permainan peran sebelumnya. 6. Pelatih mengakhiri sesi ini dengan merumuskan pengalaman utama yang telah dipelajari Permainan Peran 1: Memfasilitasi Satu Kesepakatan Konsensus Pedoman Bagi Peran Pelatih Anda adalah pelatih suatu pelatihan yang akan berlangsung selama 2 minggu. Pada hari Sabtu ada kesempatan untuk mengorganisir program wisata selama satu hari karena libur. Selama 15 menit kemudian Anda akan memfasilitasi satu kesepakatan konsensus antara peserta tentang ke mana mereka akan pergi. Pedoman Bagi Peran Dominator Anda adalah peserta suatu pelatihan yang akan berlansung selama 2 minggu. Sabtu hanya satu-satunya hari libur selama kursus. Selama 15 menit kemudian pelatih akan mendiskusikan program selama hari itu dengan peserta. Karena Anda tidak menyukai pelatih Anda, maka Anda akan mencoba mengambil alih kendali darinya dan memanipulasi kelompok agar setuju dengan pilihan Anda. Pedoman Bagi Peran Perayu Anda adalah peserta suatu pelatihan yang akan berlangsung selama 2 minggu. Sabtu hanya satu-satunya hari libur selama kursus. Selama 15 menit kemudian pelatih akan mendiskusikan program selama hari itu dengan peserta. Karena Anda memiliki minat khusus untuk berbelanja bagi keluarga Anda maka Anda sebisa mungkin akan berusaha memenuhi keinginan Anda. Pedoman Bagi Peran Si Jujur Anda adalah peserta pelatihan yang akan berlangsung selama 2 minggu. Sabtu hanya satu-satunya hari libur selama pelatihan. Selama 15 menit kemudian pelatih akan mendiskusikan program selama hari itu dengan peserta. Karena Anda memiliki keluarga yang tinggal di dekat situ, Anda akan mengakui bahwa Anda akan pergi keluar mengunjungi keluarga Anda. Anda begitu bersemangat mengatakan kepada mereka apa yang akan Anda lakukan bersama dengan keluarga sehingga Anda selalu menyela diskusi. Pedoman Bagi Peran Inisiator Anda adalah peserta pelatihan yang akan berlangsung selama 2 minggu. Sabtu hanya satu satunya hari libur selama pelatihan. Selama 15 menit kemudian pelatih akan mendiskusikan program selama hari itu dengan peserta. Karena Anda mengenal tempatnya dengan baik, Anda bisa memberikan ide-ide baru dan saran-saran mengenai tempat-tempat yang bisa dikunjungi, apa yang bisa dibeli, aktifitas yang bisa dilakukan, pemandangan yang bisa dilihat dll. Pedoman Bagi Peran Pembangun Anda adalah peserta pelatihan yang akan berlangsung selama 2 minggu. Sabtu hanya satu-satunya hari libur selama pelatihan. Selama 15 menit kemudian pelatih akan mendiskusikan program selama hari itu dengan peserta. Karena Anda tidak memiliki minat khusus tetapi hanya senang bersama-sama kawan-kawan selama hari libur, Anda akan mendukung dan membangun ide-ide dan saran-saran yang dikemukakan orang lain. Permainan Peran 2: Memfasilitasi satu debat Pedoman Bagi Peran Pelatih Selama 15 menit kemudian Anda akan memfasilitasi satu debat apakah pertanian gilir-balik itu buruk atau baik. Adalah tanggung-jawab Anda untuk melibatkan peserta secara langsung,tetapi bukan perdebatan yang agresif. Tantangannya adalah untuk membuat peserta saling menyimak masing-masing argumen, dan untuk menantang mereka dengan pandangan ekstrim yang mungkin terjadi. Karena pada akhirnya Anda akan menunjukkan keseluruhan spektrum praktek pertanian gilir-balik, dari yang sangat lestari bisa sampai yang tidak lestari, tergantung pada banyak faktor luar. Pedoman Bagi Peran Agresor Lima belas menit kemudian Anda akan berpartisipasi dalam suatu debat mengenai kelestarian pertanian gilir balik. Berdasarkan pengalaman yang luas dengan hasil negatif dari praktek pertanian gilir balik di wilayah Anda, maka Anda akan memastikan bahwa pengalaman Anda diakui oleh kelompok. Anda akan sangat menentang orang lain yang berbeda pemikiran. Pedoman Bagi Peran the Topik Jumper Lima belas menit kemudian Anda akan berpartisipasi dalam suatu debat mengenai kelestarian pertanian gilir balik. Karena Anda tidak begitu tertarik dengan topik ini, Anda akan terus-menerus mencoba untuk mengubah topik pembicaraan. Karena Anda bosan menyimak semua argumen, Anda akan sering menyela diskusi. Pedoman Bagi peran Tukang Mundur Lima belas menit kemudian Anda akan berpartisipasi dalam suatu debat mengenai kelestarian pertanian gilir balik. Karena Anda tidak begitu tertarik dengan topik ini, Anda tidak akan berpartisipasi dalam diskusi. Anda akan menunjukkan ketidaktertarikan Anda dengan berbicara dengan sebelah Anda mengenai hal lain. Anda juga akan membaca majalah atau koran, atau tertidur atau apa pun yang bisa Anda pikirkan. Pedoman Bagi Peran Pengacara Setan Lima belas menit kemudian Anda akan berpartisipasi dalam suatu debat mengenai kelestarian pertanian gilir balik. Anda memiliki banyak pengalaman dengan contoh kelestarian pertanian gilir balik di wilayah kerja Anda, terutama kelompok suku minoritas pegunungan. Jadi peran Anda adalah untuk menantang mereka di dalam kelompok yang berpikir bahwa pertanian gilir balik tidak bisa lestari. Pedoman Bagi Peran Pemberi Opini Lima belas menit kemudian Anda akan berpartisipasi dalam suatu debat mengenai kelestarian pertanian gilir balik. Karena Anda tahu bahwa pertanian gilir balik adalah masalah yang kompleks, Anda tidak mengambil sikap dalam perdebatan ini. Peran Anda adalah membawa opini dan kepercayaan yang relevan mengenai masalah yang dimunculkan oleh orang lain selama diskusi. Permainan peran 3: Menghindari konflik Pedoman Bagi Peran Pelatih Selama 15 menit kemudian Anda akan bertanggung jawab untuk menyelesaikan ketegangan di dalam kelompok. Selama hari yang lalu Anda menyadari bahwa ketegangan terbentuk di antara anggota kelompok tertentu, tetapi Anda tidak tahu apa penyebab suasana menjadi buruk. Kini Anda harus menemukan apa yang terjadi sebelum keteganganketegangan berkembang menjadi satu konflik sebenarnya. Pedoman Bagi Peran Penentang (The Blocker) Anda menyesal harus ikut dalam pelatihan. Pelatihannya tidak hanya sangat berbeda dari yang Anda harapkan tetapi Anda benar-benar muak dengan peserta lain karena mereka tidak memiliki pengalaman dan mengajukan pertanyaan yang bodoh sepanjang waktu. Hal yang hanya Anda ingin lakukan adalah meyakinkan pelatih tentang pengalaman Anda sendiri dalam komuniti forestri di negara Anda. Pedoman Bagi Peran Si Gengsi Anda adalah peserta kursus pelatihan paling senior dengan latar belakang pendidikan yang paling tinggi. Sejak awal Anda sangat terganggu dengan beberapa peserta lain yang tidak menghargai latar belakang Anda dan orang lain yang tidak menganggap serius pelatihan ini. Karenanya Anda membuat keputusan untuk berbicara dengan pelatih selama sesi selanjutnya untuk mengatakan padanya agar menjaga disiplin. Pedoman Bagi Peran Si Play-Boy Anda ikut pelatihan untuk menikmati uang saku. Anda menganggap peserta lain terlalu serius dan membosankan. Karena Anda tidak tertarik dengan topiknya, Anda mencoba memeriahkan sesi dengan melucu dan bercerita. Pedoman Bagi Peran Si Pecinta Damai Anda menyayangkan ketegangan yang terjadi di antara berbagai peserta. Menurut Anda susah berpartisipasi dalam suasana seperti itu. Anda tidak menyukai argumen atau ketidaksetujuan, jadi Anda mencoba menjaga perdamaian. Pedoman Bagi Peran Tukang Kompromi Meskipun Anda sering tidak setuju dengan pandangan dan opini peserta lain, Anda bersedia berkompromi jika ketegangan-ketegangan meningkat terlalu tinggi atau jika kemajuan mengalami kemacetan. Dalam situasi tersebut Anda akan menyerah untuk menghindari konflik atau berusaha mencapai persetujuan. Bahan Bacaan Pembentukan Kelompok Apa yang dimaksud pembentukan kelompok? Pembentukan kelompok adalah kegiatan untuk membagi peserta ke dalam kelompok yang lebih kecil. Ada dua cara utama untuk membaginya dalam kelompok yang lebih kecil. Satu cara adalah secara acak, mencampur kelompok untuk memastikan distribusi yang seimbang. Cara yang lainnya adalah membentuk kelompok berdasarkan tujuan tertentu. Pembagian ini bisa dihubungkan dengan latar belakang, seks, pengalaman, bahasa, dinamika kelompok, keterampilan komunikasi dll. Mengapa peduli? Jika kelompok dibagi secara berhati-hati, maka akan mendorong partisipasi bersama, meningkatkan komunikasi dan memaksimalkan efektifitasnya. Kegiatan pembentukan kelompok secara acak memastikan bahwa peserta yang datang dari daerah atau lembaga yang sama didistribusikan ke dalam kelompok kecil yang berbeda, untuk membuka kelompok dan merangsang sharing tentang pengalaman-pengalaman, pandangan-pendangan dan ide-ide yang berbeda. Bagaimana kelompok kecil bisa dibentuk? Berdasarkan tujuan tertentu: Berdasarkan pada pengamatan Anda, Anda bisa menyebarkan fasilitator berbakat, atau orang dengan pengalaman tentang topik tertentu, secara seimbang dalam kelompok-kelompok, atau Anda bisa memutuskan untuk mengumpulkan semua tukang bicara dalam satu kelompok. Kelompok pra-pemilihan juga berguna jika tugasnya berhubungan dengan latar belakang mereka, dari mana mereka datang, (jenis) organisasitempat mereka bekerja, seks dll. Sebagai seorang fasilitator Anda bisa menggunakan kegiatan pembagian kelompok sebagai kegiatan perangsang mood atau energi. Berikut ini adalah beberapa ide mengenai pembagian kelompok secara acak untuk kelompok yang bekerja dengan cara kreatif dan/atau berenergi. Meningkatkan Partisipasi Kelompok Metode pelatihan interaktif atau pelatihan yang berpusat pada pembelajar, tidak menjamin tingkat partisipasi yang setara bagi seluruh peserta pelatihan. Dalam waktu singkat, bisa jadi hanya empat atau lima orang yang bisa segera aktif dan menjadi dominan. Dan kalau ini terjadi, sulit untuk menghentikannya. Karenanya, penting sekali untuk memperhatikan struktur input dan masukan dari peserta, dalam tahap awal pelatihan. Banyak cara untuk melakukannya. Beberapa gagasan di antaranya adalah sebagai berikut: Keterampilan dan Sikap Seorang Pelatih yang diperlukan: - Membuat suasana yang nyaman dan aman Jadilah pendengar yang baik. Jangan menghakimi input atau masukan orang lain - Dorong peserta yang pemalu dengan cara yang tidak mengancam, seperti: (Bisakah saya mendengar dari yang lain …; Saya ingin mendengar masukan dari peserta yang duduk di sebelah kiri; Saya ingin tahu apa yang kalian pikir tentang …., dsb.) - Cegahlah peserta yang dominan, misalnya (anda sudah mendapat kesempatan, sekarang lebih baik peserta dengar yang lain, apakah mereka ingin menambahkan sesuatu atau ada hal lain yang ingin disampaikan) - Perhatikan dinamika kelompok Jangan terburu-buru Metode dan Trik • Luangkan waktu untuk berkenalan satu sama lain Gunakan ice-breakers, Sepakati norma kelompok • Tekankan bahwa setiap pertanyaan adalah pertanyaan yang baik, tidak ada pertanyaan yang bodoh atau buruk • Tekankan bahwa setiap orang punya hak untuk mengerti • Dorong orang untuk merefleksikan tingkat dan tipe partisipasinya • Bekerjalah dengan kelompok kecil, dan monitor dinamika di dalam kelompok kecil, cobalah buktikan bahwa menggabungkan orang yang dominan dengan yang tidak dominan, adalah “benar” . Kadang kala, cara yang baik adalah menggabungkan semua orang yang dominan menjadi satu kelompok • Bentuklah kelompok yang lebih kecil, yang homogen Dorong kelompok untuk merefleksikan penampilan kelompoknya Selama kerja kelompok alokasikan waktu untuk mendiskusikan bagaimana seharusnya seorang fasilitator yang baik, seperti: berorientasi pada proses bukan output; tidak berorientasi pada materi yang didiskusikan tapi mendukung pada proses di dalam kelompok tunjuk peserta yang kira-kira bisa menjadi fasilitator dan bukannya pimpinan rapat dorong peserta untuk bergiliran menjadi presenter atau orang yang menyampaikan hasil diskusi kelompok POKOK BAHASAN: MENDESAIN PELATIHAN 1. Sub Pokok Bahasan Identifikasi Kebutuhan Pelatihan 2. Sub Pokok Bahasan Identifikasi Sumber Daya untuk Kegiatan Pelatihan 3. Sub Pokok Bahasan Menyusun Alur Pelatihan 4. Sub Pokok Bahasan Taksonomi Tujuan Instruksional 5. Sub Pokok Bahasan Mengembangkan Agenda Pelatihan 6. Sub Pokok Bahasan Merumuskan Rencana Sesi 7. Sub Pokok Bahasan Menulis Rencana Sesi Sedrhana 8. Sub Pokok Bahasan Menyusun Matriks Kurikulum Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Tujuan; 1. Peserta dapat menjelaskan kelompok sasaran yang akan diberikan pelatihan 2. Peserta dapat mendata pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh masing-masing kelompok 3. Peserta dapat mengelompokkan kebutuhan materi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh masing-masing kelompok Metode dan Media Metode ; 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3. Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Study Penjajakan Kebutuhan Pelatihan (SPKP) / Training Need Assement (TNA) Waktu 120 menit Langkah Fasilitasi 1. Jelaskan tentang fungsi melakukan identifikasi kegiatan dan materi pelatihan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya 2. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota 4 – 5 orang untuk membahas tentang kegiatan pelatihan dan pengembangan kapasitas yang dibutuhkan oleh kelompok – kelompok masyarakat serta materi – materi yang dibutuhkan. 3. Hasil diskusi Kelompok di Plenokan dengan sama – sama membahas semua hasil diskusi kelompok, dilihat mana yang sama dan mana yang berbeda. Diskusikan perbedaan yang ada. 4. Berikan penjelasan tentang proses kegiatan identifikasi tersebut, apabila diperlukan. 5. Tutup sesi pembahasan ini dengan membuat pembulatan dan penegasan – penegasan tentang idntifikasi kebutuhan pelatihan Identifikasi Sumber Daya untuk Kegiatan Pelatihan Tujuan • Peserta dapat menjelaskan kebutuhan untuk kegiatan pelatihan • Peserta dapat menjelaskan pengelolaan kegiatan pelatihan • Peserta dapat menjelaskan tupoksi dari masing – masing pengelola kegiatan pelatihan Metode ; 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3. Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Study Penjajakan Kebutuhan Pelatihan (SPKP) / Training Need Assement (TNA) Waktu: 120 menit Langkah Fasilitasi 1. Jelaskan tentang mendesain pelatihan, mulai dari penggalian sumber daya yang meliputi, kebutuhan materi, pelatih, dana, tempat dan metode atau bentuk pelatihannya serta sasaran kelompok yang dilatih 2. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota 4 – 5 orang untuk membahas dan mengembangkan penggalian sumber daya sesuai dengan kebutuhan kelompoknya. 3. Hasil diskusi Kelompok di Plenokan dengan sama – sama membahas semua hasil diskusi kelompok, dilihat mana yang sama dan mana yang berbeda. Diskusikan perbedaan yang ada. 4. Berikan penjelasan tentang proses kegiatan identifikasi tersebut, apabila diperlukan. 5. Tutup sesi pembahasan ini dengan membuat pembulatan dan penegasan penegasan tentang idntifikasi sumber daya pelatihan Bahan Bacaan : Study Penjajakan Kebutuhan Pelatihan (SPKP) / Training Need Assement (TNA) Pelatihan yang efektif bermula dengan mengenali adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan pelatihan berasal dari suatu perbandingan yang menunjukkan adanya faktor yang kurang yang kemudian diisi melalui pelatihan tersebut. Adanya kebutuhan akan pelatihan berarti pula adanya perubahan, dari keadaan atau prestasi yang dibawah standar yang dituntut ke paling tidak standar. Pelatihan bukanlah merupakan tujuan akhir dari program manajemen, karena tidak semua masalah/kekurangan dapat diselesaikan dengan pendidikan dan pelatihan. Ada masalah yang dapat dipecahkan dengan pembinaan, dan ada pula yang dapat dipecahkan dengan pembinaan dan pelayanan. Oleh sebab itu, melalui SPKP diharapkan dapat menemukan kebutuhan yang dirasakan sehingga pelatihan yang akan diadakan dapat menjawab kebutuhan peserta dan membantu penyelesaian masalah yang dihadapi saat ini. Jadi. Studi Penjajagan Kebutuhan Pelatihan (SPKP) adalah suatu studi atau pelatihan yang diadakan dalam rangka mengumpulkan dan menganalisa gejala-gejala atau kekurangan-kekurangan dalam hal ketrampilan, pengetahu-an, sikap kerja dari calon peserta pelatihan. Sehingga dapat ditemukan kebutuhan pelatihan yang cocok dengan masalah yang sedang dihadapi. Dalam proses pelatihan yang dirancang untuk orang dewasa, menganalisa kebutuhan pelatihan dilakukan oleh mereka sendiri, peranan fasilitator lebih membantu mengarahkan terjadinya proses tersebut. Keikutsertaan anggota kelompok didalam menganalisa pelatihan merupakan sumbangan yang sangat besar terhadap tercapainya tujuan pelatihan sendiri. Ada beberapa model/cara SPKP yang bisa diterapkan untuk membantu merumuskan kebutuhan pelatihan, antara lain: Model I • Membandingkan berbagai kebutuhan yang belum terpenuhi dengan adanya ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang telah mereka miliki. • Melihat prestasi yang telah dicapai oleh Pengelola UPK. • Menganalisa laporan-laporan UPK yang menunjukkan adanya perkembangan kegiatan yang semakin berkembang menunjukkan adanya kebutuhan pelatihan untuk menunjang perkembangan kegiatan. • Menganalisa rencana jangka panjang UPK, baik yang sehubungan dengan kepengurusan UPK maupun rencana pengembangan kegiatan PPK. • Menganalisa perkembangan-perkembangan baru yang ada di luar kelompok, yang memungkinkan perlunya keterlibatan kelompok. Model II Model III Model IV Dengan analisa tugas dan jabatan  Mendaftar seluruh tugas yang mungkin masuk dalam jabatan - Menentukan frekuensi pelaksanaan setiap tugas contoh : Harian : 1 x Harian sampai mingguan : 2 x Mingguan sampai bulanan : 3 x Sekali-kali : 4 x Sering : 5 x  Menandai tingkat pentingnya tugas (prioritas) Contoh : Kepentingan mutlak : 1 Kepentingan menengah : 2 Kepentingan biasa : 3  Memperkirakan tingkat kesulitan tugas Contoh : Kesulitan mutlak : 1 Sangat sulit : 2 Kesulitan sedang : 3 Mudah : 4  Menghitung skor untuk setiap tugas  Memutuskan tugas mana yang perlu mendapat perhatian khusus  Mendiskusikan hasil analisis dengan pengambil keputusan dalam organisasi Model-model analisa kebutuhan pelatuhan tersebut perlu pula dilengkapi dengan pengumpulan keterangan melalui : 1. Diskusi kelompok Melalui hal-hal yang diungkapkan dalam diskusi kelompok termasuk pengalaman tentang mengetahui kebutuhan yang dirasakan, kita dapat menemukan data-data yang bermanfaat untuk mengetahui pelatihan yang tepat. 2. Survey dengan kuesioner Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat merangsang anggota kelompok mengenali kebutuhan yang dirasakan. Penyusunan kuesioner bukan suatu keahlian melainkan suatu seni yang memerlukan pelatihan dan pengalaman. Pada dasarnya suatu kuesioner harus memenuhi dua fungsi sebagai berikut: a) Harus menjabarkan tujuan penelitian dalam pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijaawab oleh anggota kelompok. b) Harus memotivisir anggota kelompok agar mau bekerjasama dan ber-sedia memberikan informasi yang tepat. Penyusunan kuesioner yang berdayaguna harus melalui tahap-tahap sebagai berikut: Menentukan informasi yang diperlukan Menentukan bentuk kuesioner yang hendak dicapai Menentukan isi masing-masing pertanyaan Menentukan corak pertanyaan (terbuka, pilihan jamak, pilihan ganda) Memilih kata-kata yang dipergunakan di dalam pertanyaan Menentukan urutan pertanyaan Menentukan bentuk pertanyaan Mengadakan uji coba Merevisi dan menyusun untuk terakhir kali 3. Pengumpulan Informasi Sebelum menentukan masalah dan kebutuhan yang dihadapi oleh warga belajar yang merupakan dasar penentuan kebutuhan pelatihan, terdahulu harus dikumpulkan dari pihak dalam dan pihak luar, sehingga informasi menjadi lengkap dan kongkrit. Kenyataannya ada kecenderungan pihak luar untuk melihat masalah dan kebutuhan orang lain dengan lebih tajam. Informasi dari luar penting untuk menguji ketepatan kita dalam merumuskan masalah dan kebutuhan pelatihan yang telah disusun berdasarkan data yang diperoleh dari tangan pertama 4. Wawancara Wawancara merupakan teknik yang paling tepat untuk pengumpulan data secara langsung. Tetapi wawancara yang tidak baik akan menimbulkan salah pengertian bagi orang yang diwawancarai, dan seringkali menjadi penyebab terjadinya kegagalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam wawancara: Sasaran wawancara harus jelas Ada rencana bagaimana sasaran tersebut dapat dicapai Hubungan antara pewawancara dan yang diwawancarai harus baik Situasi yang harus diciptakan dalam melakukan wawancara: a) Anggota yang diwawancarai menaruh kepercayaan kepada si pewawancara bahwa dia tidak dipermainkan oleh si pewawancara. b) Ruangan wawancara cukup menjamin ketenangan orang yang diwawancarai dan suasananya tidak gaduh. c) Pewawancara memberikan perhatian sepenuhnya kepada anggota yang di-wawancarai dan diusahakan wawancara tidak mengganggu. d) Menggunakan bahasa anggota yang diwawancai, yaitu bahasa yang cukup sederhana dan mudah dimengerti oleh diwawancai dan pewawancara dapat menangkap secara pasti apa yang dikatakan oleh anggota yang diwawancarai e) Selama wawancara, orang yang diwawancarai merasa tenang didalam meng-utarakan pendapatnya dengan sejelas-jelasnya dan pewawancara mendorong ke arah ini. f) Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat menggali informasi dan tidak memaksakan pendapat yang diwawancarai, sehingga ia merasa bebas di dalam mengemukakan pendapat. g) Didalam mengarahkan pembicaraan, pewawancara hendaknya berusaha bahwa yang diwawancarai tidak merasa diwawancarai a) Pewawancara menyarankan pandangan-pandangan dan terlebih dahulu meng-ungkapkan kembali apa yang telah dikatakan orang yang diwawancarai. b) Pertanyaan yang diajukan bersifat khusus untuk meneliti data-data yang dimiliki orang yang diwawancarai. 5. Laporan kelompok Dengan menganalisa laporan kelompok, dapat diketahui sejauhmana kelompok telah berkembang. Keterangan yang diperoleh dari laporan ini sangat bermanfaat untuk memperkirakan kebutuhan-kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh kelompok. METODE SPKP Salah satu faktor yang amat berpengaruh terhadap keberhasilan SPKP adalah penggunaan metode. Teknik atau cara yang dipakai dalam pelaksanaan SPKP guna membangkitkan peranserta aktif peserta, seringkali disebut metode. Metode yang bagaimana yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan SPKP dan metode macam apa yang sebaiknya dipilih? Syarat-syarat metode dalam SPKP: 1. Mencirikan POD 2. Metode yang digunakan menjamin terungkapnya informasu yang meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap 3. Metode dan media yang digunakan up to date (mudah, murah, dan mustari) Memilih dan menentukan metode, teknik dan media untuk penjajagan kebutuhan pelatihan. ASPEK METODE TEKNIK MEDIA a. Kognitif (Pengetahuan)  Observasi  Diskusi  Tanya Jawab  Sumbang saran  Wawancara  Mendengar Issue  Mencari informasi melalui tokoh ma- syarakat  Quesioner  Poster  Audio visual b. Afektif (Sikap mental)  Diskusi  Bermain peran  Poster  Audio visual c. Psikomorik (Ketrampilan)  Penugasan  Studi literatur  Referensi MEDIA SPKP Keberhasilan penerapan suatu metode sangat ditunjang oleh media yang dipakai. Media yang dapat dipakai untuk mendukung keberhasilan SPKP antara lain : 1. Kuesioner 2. Poster 3. Audio visual 4. Referensi IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PELATIHAN Kebutuhan pelatihan dapat bermacam-macam, tergantung pada sifat pekerjaan dan orang yang harus melaksanakan pekerjaan itu. Umumnya menyangkut ketrampilan, sikap dan pengetahuan. Beberapa kebutuhan mungkin saja mencakup keseluruhannya, sedangkan lainnya barangkali hanya sebagian saja. Beberapa kebutuhan pelatihan dapat secara lebih mudah ditentukan atau diukur. Misalnya sejumlah x % peserta ternyata tidak mendapatkan kemajuan dalam pelatihan yang diikuti karena mereka tidak mengerti penjelasan fasilitatornya. Banyak paket yang tidak sampai ke tujuan, karena banyak staf yang pindah dan pengantar barang tidak tahu dimana mereka sekarang berada. Kebutuhan pelatihan dari segi sikap memang lebih sukar ditentukan dan dalam banyak hal hanya bersifat penilaian yang subyektif. Misalnya ; “Kelompoknya tidak berfungsi baik, mungkin dikarenakan pertentangan kepribadian antara Y dan Z.” Sering terjadi pengukuran awal tidak diperhatikan secara teliti, boleh jadi karena tak seorangpun berpikir perlunya pengukuran itu atau karena dianggap mustahil diadakan. Sehingga apabila evaluasi akhir diadakan hasilnya akan tidak dapat dipercaya, subyektif dan tidak berharga. Pelatihan dan pembinaan merupakan bidang yang mengalami kemajuan pesat pada tahun-tahun terakhir ini. Misalnya perkembangan topik pelatihan, penggunaan teknologi sebagai alat kelengkapan pelatihan dan makin meningkatnya keanekaragaman rancangan yang digunakan. Bentuk pelatihan juga mengalami perkembangan yang berarti. Dari konstruksi program yang sepenuhnya disusun pelatih beralih ke arah peserta yang diminta pendapatnya untuk digunakan sebagai bahan dalam menyusun pelatihan atas dasar kebutuhan mereka. Perkembangan juga terjadi pada identifikasi kebutuhan pelatihan itu sendiri. Secara tradisional, peranan atasan mencakup pemantauan ketrampilan dari orang yang menjadi tanggung jawabnya, disamping mengamati kelemahan dan kekurangan yang ada. Sebagai tindak lanjutnya adalah menunjuk secara sepihak orang yang melakukan kesalahan atau dipandang kurang untuk mengikuti pelatihan guna perbaikan tanpa memperhatikan pendapat mereka masing-masing. Tetapi hubungan akan jauh lebih baik dan lebih bermanfaat jika terjadi kerjasama antara ketiga pihak yaitu pelatih, atasan dan peserta masing-masing memberikan sumbangan keahlian mereka. Wibawa pelatih akan bertambah besar jika ia mengembangkan peran sebagai konsultan dan menyediakan pelatihan yang dibutuhkan. Dalam melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan, proses dapat menggunakan dan memilih model-model SPKP seperti yang sudah diuraikan di depan sesuai dengan tujuan pelatihan yang ingin dicapai. ANALISA DAN PERUMUSAN KEBUTUHAN PELATIHAN Semua data yang sudah diperoleh selama melakukan SPKP, dianalisa untuk dapat menemukan prioritas kebutuhan pelatihan. Dari sejumlah masalah/ kebutuhan yang ditemukan kita pilih kebutuhan mana yang paling dirasakan mendesak untuk dipenuhi. Ada tiga norma untuk menentukan urut-urutan prioritas yaitu: 1. Kegawatannya Besar/kecilnya akibat (kerugian) untuk atau terhadap masyarakat. Supaya lebih jelas sebaiknya dinyatakan dengan angka. 2. Mendesaknya Dalam hal ini lebih menekankan soal waktu. Apakah tidak bisa ditunda lagi. Makin sedikit waktu, semakin dirasakan mendesak. 3. Penyebarannya Bagaimana tingkat penyebarannya dari masalah tersebut, yaitu suatu masalah dapat mengakibatkan timbulnya masalah yang lain. Dalam menyusun urut-urutan prioritas masalah dan kebutuhan masyarakat harus melibatkan masyarakat secara aktif. Artinya bahwa masyarakatlah yang mengetahui dan menentukan urut-urutan masalah dan kebutuhan itu. Peneliti hanya merangsang warga masyarakat untuk menyadari, memahami serta merumuskan masalah dan kebutuhan yang mereka butuhkan dan rasakan. TUJUAN PELATIHAN Warga belajar adalah orang dewasa yang setiap hari menghadapi masalah serta memerlukan adanya pemecahan. Kebutuhan untuk memecahkan masalah ini merupakan faktor penting yang ikut menentukan kebutuhan pelatihan. Dalam bidang pelatihan, tujuan dan sasaran seringkali dicampuradukkan. Padahal, tujuan merupakan pernyataan tentang maksud secara umum, sedangkan sasaran lebih menyatakan tuntutan yang spesifik dan menunjukkan hasil yang akan dicapai melalui kegiatan pelatihan. Penetapan sasaran pelatihan tidak ditentukan berdasarkan kebutuhan pelatihan tetapi berdasarkan kebutuhan yang ingin dicapai ketrampilan, kemampuan-kemampuan, untuk memenuhi kebutuhan kelompok. Agar memudahkan pelatih maupun peserta dalam mencapai tujuan pelatihan, maka didalam sasaran mencakup ketrampilan-pengetahuan dan sikap yang merupakan hasil yang ingin dicapai dari setiap kegiatan pelatihan. Baik tujuan dan sasaaran diungkapkan dalam bentuk apa yang harus dapat dikerjakan oleh peserta semacam ini sangat penting karena ini merupakan sarana yang tepat untuk mengadakan penilaian obyektif terhadap hasil program pelatihan. Sasaran ini mencakup aspek hasil kerja dan isi. Pada prinsipnya sasaran pelatihan dapat digolongkan menjadi tiga kategori: a. Ketrampilan Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan meningkatkan ketrampilan para peserta sehubungan dengan tugas yang harus diselesaikan. b. Sikap Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk menghasilkan perubahan sikap pada diri peserta pelatihan. c. Pengetahuan Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para peserta pelatihan. Ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan ketiganya harus ada pada setiap pelatihan yang diselenggarakan bagi orang dewasa. Kekurangan pada salah satu aspek akan menggagalkan tujuan pelatihan secara keseluruh-an. Misalnya ketrampilan meningkat tetapi tidak disertai adanya perubahan sikap berarti tujuan pelatihan belum tercapai. Pengetahuan meningkat, perubahan sikap terjadi, tetapi tidak diikuti dengan meningkatnya ketrampilan maka tujuan pelatihan belum tercapai seluruhnya. Selanjutnya sasaran pelatihan didasarkan pada apa yang sedang dilakukan, apa yang akan dilakukan, serta apa yang sedang dilakukan oleh peserta pelatihan. Latihan dapat dikatakan berhasil dengan efektif apabila apa yang dirumuskan didalam sasaran sesuai dengan apa yang dihasilkan dalam pelatihan. Sasaran sebagai sarana pengukur keberhasilan pelatihan mempunyai arti dan manfaat : 1. Sebagai dasar menentukan apa yang harus dilakukan oleh peserta selama mengikuti pelatihan 2. Menjamin konsistensi penyusunan program. 3. Memudahkan komunikasi antara penyusun program pelatihan dengan pihak yang berkepentingan. 4. Merupakan kerangka dari suatu program pelatihan 5. Membantu fasilitator (pelatih) memilih strategi untuk mencapai tujuan pelatih- an. 6. Memudahkan pelatih didalam menyusun bahan penilaian terhadap kemajuan peserta selama mengikuti pelatihan. 7. Menghindari kemungkinan terjadinya konflik antara penyelenggara program pelatihan dengan yang meminta program pelatihan. 8. Membantu penyelenggaraan untuk menentukan program tindak lanjut daripada pelatihan. Latihan bagi orang dewasa dikatakan efektif apabila pelatihan tersebut : 1. Selaras dengan kebutuhan peserta 2. Peserta pelatihan merasakan bahwa dengan mengikuti pelatihan tersebut kebutuhan yang dirasakan terpenuhi 3. Peserta tidak merasakan adanya tekanan didalam mengikuti pelatihan. Dalam kenyataan, kemungkinan terjadinya penyimpangan didalam mencapai tujuan pelatihan selalu terjadi. Yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan seminimal mungkin. Agar penyimpangan dapat diketahui seawal mungkin, perlu diadakan penilaian setiap tahap pencapaian sasaran. Contoh TNA / Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Standart Kompetensi Kondisi Saat ini Penyebab Kebutuhan Pelatihan Materi Pelatihan 1 Memiliki visi dan misi yang jelas terhadap pengembangan pemberdayaan Masyarakat 1 TPM belum memiliki visi dan misi yang jelas terhadap pengembangan pemberdayaan masyarakat 1 TPM belum memahami konsep pemberdayaan msyarakat 1 Konsep pemberdayaan masyarakat 1 Konsepsi pemberdayaan masyarakat 2 Memiliki Komitmen dan keberpihakan kepada masyarakat miskin 2 TPM belum memiliki Komitmen dan keberpihakan kepada masyarakat miskin 2 TPM belum memiliki kesadaran kritis tentang hak-hak rakyat 2 Sikap dan Komitmen Fasilitator 2 Realitas kemiskinan 3 TPM mampu mengorganisir pelatihan 3 TPM belum mampu mengorganisir pelatihan 3 TPM belum mengetahui teknik penggorganisasian pelatihan 3 Pengorganisasian pelatihan 3 Kebijakan PNPm-MPd 4 TPM mampu mengembangkan modul pelatihan 4 TPM belum mampu mengembangkan modul pelatihan 4 TPM belum pernah melakukan kegiatan pengembangan modul pelatihan 4 Fasilitasi Pelatihan partisipatif 4 Fasilitasi pelatihan partisipatif 5 TPM mengetahui teknik fasilitasi pelatihan partisipatif 5 TPM belum mengetahui teknik fasilitasi pelatihan partisipatif 5 TPM belum pernah mendapat pelatihan tentang teknik memfasilitasi pelatihan patisipatif 5 Penyusunan dan pengembangan modul pelatihan 5 Pengorganisasian Pelatihan 6 TPM mengetahui metode pelatihan 6 TPM belum mengetahui metode pelatihan 6 TPM belum pernah mendapat pelatihan tentang metode pelatihan 6 Metode dan Media pelatihan 6 TNA dan penyusunan Matrik Kurikulum 7 TPM mampu menggunakan media pelatihan 7 TPM belum mengetahui media pelatihan 7 TPM belum pernah mendapat pelatihan tentang media pelatihan 7 Teknik Penyusunan dan pengembangan Modul pelatihan 8 TPM belum mampu menggunakan media pelatihan 8 TPM belum pernah menggunakan media pelatihan 8 Pendidikan Orang Dewasa 9 Pengenalan Metode Pelatihan 10 Pemilihan metode pelatihan 11 Pengenalan dan pemanfaatan Media pelatihan Menyusun Alur Pelatihan Tujuan; • Peserta dapat mengelompokkan kegiatan pelatihan dan materi pelatihannya • Peserta dapat menyusun Alur Pelatihan Metode ; 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3. Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan Menyusun Modul Waktu150 menit Langkah Fasilitasi 1. Jelaskan tentang pengelompokkan kebutuhan pelatihan dengan materi pelatihannya. 2. Jelaskan juga tentang keterkaitan dari antar materi tersebut di dalam sebuah pelatihan 3. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota 4 – 5 orang untuk membahas dan mengembangkan materi pelatihan sesuai dengan alur pelatihan dan kelompok sasaran pelatihannya. 4. Hasil diskusi Kelompok di Plenokan dengan sama – sama membahas semua hasil diskusi kelompok, dilihat mana yang sama dan mana yang berbeda. Iskusikan perbedaan yang ada. 5. Berikan penjelasan tentang proses kegiatan menyusun alur pelatihan tersebut, apabila diperlukan. 6. Tutup sesi pembahasan ini dengan membuat pembulatan dan penegasan – penegasan tentang menyusun alur pelatihan Bahan Bacaan Alur Platihan; Kita pahami desain pelatihan berawal dari hasil edintifikasi antara kenyataan dang harapan timbul kesenjangan atau masalah. Masalah tidak selamanya di atasi dengan pelatihan tetapi adda juga yang harus disikapi dengan pelatihan. Penyelesaaian dengan pelatihan mengandung unsur ranah pengetahuan, ranah keterampilan dan ranah sikap. 3 ranah tersebut sebagai dasar menyusun kurkulum, materi, rencana pembelajaran dan jadwal. Selanjutnya dilakukan pelatihan baik secara klasikal maun dengan OJT dan ISt. Kegiatan Pelatihan harus di evaluasi dan hasil evaluasi sebagai dasar menyusun pelatihan lanjutan. Alur pelatihan merupakan runtutan proses pelatihan dari awal sampai akhir termasuk regestrasi peserta pelatihan dan evaluasi pelatihan serta tindak lanjut pasca pelatihan. Alur memuat ranah pengetahuan, ranah keterampilan dan ranah sikap. Kebanyak pelatihan merunut ranah tersebut memulai dari ranah pengetahuan kemudian ranah keterampilan dan dikunci dengan sikap atau komitmen. Menutut taksonomi Bloom Ranah kognitif (cognitive domain) antara lain; 1).Pengetahuan (knowledge), 2).Pemahaman (comprehension), 3). Penerapan (application), 4) Analisa (analysis), 5). Sintesa (synthesis) dan 6). Evaluasi (evaluation). Ranah afektif (affective domain) antara lain; 1). Penerimaan (receiving), 2). Partisipasi (responding). 3). Penilaian/penentuan sikap (valuing). 4). Organisasi (organization) dan 5). Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex). Ranah psikomotor (psychomotor domain) menurut taksonomi Simpson antara lain; 1) Persepsi (perception), 2) Kesiapan (set). 3). Gerakan yang terbimbing (guided response). 4) Gerakan yang terbiasa (mechanical response). 5). Gerakan yang kompleks (complex response). 7).Penyesuaian pola gerak (adjustment), dan 7). Kreativitas (creativity). Salah satu contoh alur pelatihan seperti gambar di samping.”alur pelatihan penyegran Fasilitator Kecamatan” 3 ranah yang dimaksud pada laur disamping adalah sebagai berikut; a. Ranaha Pengetahuan (P) adalah; Refleksi diri atas peran posisi dan hakekat kerta, kesatuan teori nilai dan tidakan, refleksi penerapan prinsip program dan koridor pemberdayaan masyarakat serta kaderrisasi. Secara keseluruhan termuat dalam materi membangun kesadaran kritis b. Ranah Keterampilan (K) adalah; persektif konsep integrasi, review pemahaman integrasi, latihan menyusun RPJMDes dan RKPDes. Secara umum termuat dalam materi Penyegaran Fasilitator. c. Ranah Sikap (S) adalah; menyusun RKTL Integrasi. Integrasi yang disusun bagaian dari komitmen peserta yang akan dilaksanakan pasca pelatihan. TAKSONOMI TUJUAN INSTRUKSIONAL Tujuan: 1. Peserta dapat mengidentifikasi 3 kawasan tujuan instruksional 2. Peserta mampu membuat tujuan instruksional khususnya model Bloom Waktu: 120 menit Bahan: Spidol dan flip chart, powerpoint slide (contoh yang benar dan yang salah tentang tujuan instruksional umum dan khusus) Langkah Fasilitasi: 1. Pelatih memberikan penjelasan teoritik mengenai taksonomi tujuan instruksonal berdasarkan materi bacaan yang telah tersedia. Pelatih dapat memanfaatkan powerpoint yang telah disiapkannya. 2. Peserta selanjutnya melakukan latihan sebagai berikut: Dengan menggunakan ketentuan taksonomi tujuan instruksional kawasan kognitif menurut Bloom, rumuskan tujuan instruksional umum materi pelatihan yang Anda ampu dengan langkah-langkah sebagai berikut: • Tentukan tingkat kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta pelatihan pada akhir pelatihan • Pilih kata kerja operasional yang sesuai untuk tingkat kompetensi tersebut. Dalam satu rumusan tujuan umum, gunakan hanya satu kata kerja, kecuali bila target materi tersebut adalah dua atau lebih kemampuan utama yang tidak • saling berhubungan, artinya yang satu tidak menjadi bagian dari kompetensi yang lain. Presentasikan dalam pleno atau dalam kelompok 10 orang. Bahan Bacaan TAKSONOMI TUJUAN INSTRUKSIONAL Pendahuluan Setiap kegiatan instruksional dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu hasil belajar berupa perubahan tingkah laku pembelajar. Tanpa adanya tujuan instruksional yang jelas, pelatihan akan menjadi tanpa arah dan menjadi tidak efektif. Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat penting bagi para pelatih. Dengan pemahaman ini, pelatih dapat menentukan dengan lebih jelas dan tegas capaian tujuan instruksional materi pelatihan pada berbagai kawasan belajar: kognitif, afektif, dan psikomotor. Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokkan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Sebagai contoh, taksonomi bidang ilmu fisika menghasilkan pengelompokkan benda ke dalam benda cair, padat dan gas. Taksonomi dalam bidang botani mengelompokkan tumbuhan berdasarkan karakteristik tertentu, misalnya kelompok tumbuhan ber-sel satu dan tumbuhan ber-sel banyak. Taksonomi tujuan instruksional diperlukan dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Perlu adanya kejelasan terminologi tujuan yang digunakan dalam tujuan instruksional sebag tujuan inatruksional berfungsi untuk memberikan arah kepada proses belajar dan menentukan perilaku yang dianggap senagai bukti hasil belajar. 2. Sebagai alat yang akan membantu pealtih dalam mendeskripsikan dan menyusun tes, teknik penilaian dan evaluasi Kawasan Tujuan Instruksional Taksonomi tujuan instruksional membKgi tujuan pendidikan dan instruksional ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Kognitif Berorientasi kepada kemampuan “berpikir”, mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu “mengingat”, sampai dengan kemampuan memecahkan suatu masalah yang menuntut pembelajar untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. 2. Afektif Berhubungan dengan “perasaan”, “emosi”, “sistem nilai” dan “sikap hati” yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana yaitu “memperhatikan suatu fenomena” sampai dengan yang kompleks yang merupakan faktor internal seseorang, seperti kepribadian dan hati nurani. 3. Psikomotor Berorientasi pada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Miskonsepsi tentang tujuan instruksional. Pengelompokkan tujuan instruksional ke dalam tingkat-tingkat dan kawasan sangat membantu usaha untuk secara jelas dan spesifik menentukan hasil pelatihan yang diharapkan tercapai melalui proses instruksional. Tetapi di sisi lain pengelompokkan ini juga menyebabkan terjadinya salah konsep. Salah konsep tersebut yakni: • Pengelompokkan dan penyusunan tujuan ke dalam urutan dari yang sederhana sampai yang kompleks juga dianggap menunjukkan urutan dari yang paling tidak diinginkan sampai dengan yang paling baik digunakan. Pandangan demikian salah karena dalam proses pelatihan, pembelajar perlu dapat mengingat fakta, rumus atau prinsip tertentu sebelum dia melakukan dan mempelajari kompetensi yang lebih tinggi. Taksonomi tujuan membantu pelatih untuk memilih tujuan instruksional dengan tingkat kompleksitas yang bervariasi. • Pengelompokkan tujuan dalam satu kawasan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kawasan yang lain. Hal ini juga tidak benar karena ketika seseorang memikirkan suatu topik atau permasalahan, pada saat yang bersamaan ia mempunyai atau merasakan sikap hati tertentu terhadap obyek yang dipikirkan. • Dalam praktek, memang akan lebih memudahkan pelatih apabila tujuan instruksional dirumuskan dalam satu kawasan saja, tetapi perlu diingat bahawa perilaku atau kompetensi kawasan lain mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional tersebut. I. Taksonomi tujuan kognitif A. Menurut BLOOM Taksonomi Bloom sangat dikenala di Indonesia, bahkan tampaknya paling terkenal dibandingkan dengan taksonomi lainnya. Taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan kognitif ke dalam enam kategori. Ke enam kategori tersebut mencakup kompetensi keterampilan intelektual dari yang sederhana (tingkat pengetahuan) sampai tingkat yang paling kompleks (tingkat evaluasi). Ke enam kategori ini diasumsikan bersifat hirarkis. Artinya tujuan pada level yang tinggi dapat dicapai hanya jika tujuan pada level sebelumnya telah dikuasai. Penjelasan: 1. Pengetahuan Pembelajar dituntut untuk mampu mengingat informasi yang telah diterima sebelumnya. Misalnya: fakta, terminologi, rumus, strategi pemecahan masalah, dan sebagainya. Contoh kata kerja yang mewakili kelompok ini: mengidentifikasi, memilih, menyebutkan nama, membuat daftar 2. Pemahaman Berhubungan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan/informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini, pembelajar diharapkan untuk menterjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri. Kata kerja dalam kelompok ini: membedakan, menjelaskan, menyimpulkan, merangkum, memperkirakan 3. Penerapan Merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi atau konteks yang lain atau yang baru. Kata kerja yang termasuk dalam kategori ini: menghitung, mengembangkan, menggunakan, memodifikasi, mentransfer 4. Analisis Merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisah dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi. Dalam hal ini pembelajar diharapkan untuk menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standard, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. Contoh kata kerja dalam kategori ini: membuat diagram, membedakan, menghubungkan, menjabarkan ke dalam bagian-bagian 5. Sintesis Dalam le eJ ini pembelajar dituntut untuk mampu mengkombinasikan bagian atau elemen ke dalam satu kesatuan atau struktur yang lebih besar. Menulis satu essai adalah contoh dari sintesis. Pembelajar harus melihat berbagai aspek sosial, budaya dan ekonomi dalam kelompok etnik, misalnya sistem kekerabatan atau sistem keagamaan. Contoh kata kerja operasional: membuat kritik, membuat penilaian, membandingkan, membuat evaluasi B. Menurut GAGNE Gagne mengelompokkan tujuan belajar ke dalam lima kategori kemampuan (kompetensi). Gagne mendasarkan teorinya pada teori belajar behaviorisme dan kognitivisme. Belajar terjadi dalam suatu kegiatan yang telah dikondisikan, melalui pemberian penguatan atas perilaku tertentu, menghubungkan satu respon dengan respon yang lain, dan membuat asosiasi verbal sederhana. Proses menghubungkan respond dan membuat asosiasi verbal ini senantiasa muncul dan mempengaruhi proses belajar, dan akan membantu seseorang dalam mempelajari dan menggunakan kemampuan berpikir yang lebih kompleks. Taksonomi menurut Gagne sebagai berikut: 1. Informasi verbal Kemampuan dalam kelompok ini merupakan kemampuan menyimpan informasi dalam ingatan, berupa nama, fakta atau informasi yang terorganisasi, dan mengeluarkannya kembali. Perilaku yang diharapkan adalah menyebutkan kembali informasi yang telah dipelajari. 2. Kemampuan/keterampilan intelektual Berupa keterampilan menggunakan simbol untuk berinteraksi, mengorganisir dan membentuk arti. Dua bentuk simbol yang paling dasar yaitu huruf dan angka yang dapat digunakan dalam berbagai cara. Misalnya membaca, menulis, membedakan, menggabungkan, mengelompokkan, menghitung, dan sebagainya. Di samping itu kemampuan untuk membedakan, membentuk konsep dan rumus, dan memecahkan suatu soal termasuk dalam kategori ini. Kemampuan intelektual ini dibagi menjadi tujuh macam, dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit: a. Menghubungkan stimulus dan respon b. Menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain c. Membuat asosiasi verbal d. Membedakan e. Mempelajari konsep f. Mempelajari prinsip/peraturan atau rumus g. Memecahkan masalah Ketiga jenis kemampuan intelektual yang pertama merupakan kemampuan dasar yang diperoleh sejak kanak-kanak dan dianggap kurang berperan dalam proses belajar orang dewasa. Sedangkan empat keterampilan yang lain merupakan komponen yang penting bagi orang dewasa. Membedakan; Merupakan kemampuan untuk membedakan benda atau konsep berdasarkan sifatnya. Contoh: kemampuan untuk membedakan urat nadi dengan arteri, atau membedakan konsep industrialisasi dengan modernisasi. Mempelajari konsep; Merupakan kemampuan untuk mengelompokkan benda atau peristiwa yang mempunyai hubungan. Contoh: seseorang dapat menguasi konsep “robot” apabila ia telah mengetahui berbagai sifat robot. Dalam hal ini, Gagne membedakan dua jenis konsep. Konkret dan abstrak. Konsep konkret contohnya robot, mesin, tanggul dan sebagainya. Konsep abstrak, contohnya demokrasi, bursa saham, dan sebagainya. Mempelajari prinsip/aturan/rumus (rules); Peraturan atau rumus merupakan pernyataan yang menjelaskan hubungan satu konsep dengan yang lain. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan untuk menerapkan hubungan antar konsep dalam suatu situasi atau kasus tertentu. Contoh: kemampuan menghitung korelasi sua set data dengan menggunakan rumus korelasi Memecahkan masalah; Untuk dapat memecahkan masalah, pembelajar sebelumnya harus sudah mempelajari berbagai prinsip atau aturan. Dalam hal ini, pembelajar dapat membuat aturan atau prinsip baru untuk memecahkan suatu masalah. Gagne berpendapat bahwa keempat kemampuan inteletual di atas merupakan continuum dari kemampuan yang mudah sampai ke yang sukar, dan mempunyai hubungan yang hirarkis dan komulatif. Dalam hal ini untuk menguasai atau memiliki kemampuan intelektual yang kompleks seseorang harus menguasai kemampuan intelektual yang lebih sederhana, atau dengan kata lain suatu kemampuan intelektual yang sederhana menjadi prasyarat untuk kemampuan intelektual yang lebih kompleks. Berdasarkan pemikiran ini, suatu tugas dapat dianalisis secara rinci untuk menemukan kemampuan intelektual yang diperlukan. Hasil analisis ini disebut sebagai hirarki belajar, yang merupakan susunan tujuan belajar berupa kemampuan intelektual dalam suatu pola atau struktur yang menunjukkan hubungan prasyarat di antara kompetetensi yang ada. 3. Struktur kognitif Merupakan kemampuan atau strategi pribadi untuk berpikir, mengingat dan belajar. Kemampuan ini membantu pembelajar untuk mengatur atau mengontrol proses berpikir dalam dirinya sendiri. Beberapa contoh strategi kognitif adalah pemetaan konsep (concept mapping), metaphor, dan strategi untuk mengorganisasikan informasi. 4. Motorik Berhubungan dengan melakukan gerakan tubuh dengan lancaar dantepat. Kemampuan ini mencakup yang sedrhana seperti mengikat tali sepatu atau mengucapkan kalimat denga jelas dan benar, sampai dengan yang lebih kompleks. Ciri umum dari kemampuan ini adalah perlunya ketepatan dan kelancaran gerak, dan kemampuan ini akan semakin sempurna dengan latihan dan umpan balik. 5. Sikap Apabila seorang pembelajar telah memiliki suatu kondisi mental yang mempengaruhi pemilihan perilakunya, maka ia telah memiliki suatu sikap tertentu terhadap perilaku tersebut. Sikap hati ini ditunjukkan melalui pilihan yang dibuat. Contoh: untuk mengisi waktu senggang seseorang mungkin memilih membaca, sedangkan yang lain berkunjung ke rumah kerabat. Ini menunjukkan sikap yang positif, baik terhadap membaca maupun pada berkunjung ke rumah kerabat. C. Taksonomi Merrill Merrill mengembangkan apa yang disebut sebagai component display theory (CDT). Taksonomi ini lebih lengkap dari taksonomi yang dibuat Gagne. CDT lebih cocok untuk desain yang sifatnya mikro, misalnya untuk mengajarkan satu gagasan, satu konsep atau rumus. Contoh: organisasi dan manajemen, atau evaluasi hasil dan proses belajar. CDT mengklasifikasikan tujuan ke dalam dua dimensi yaitu tingkat perilaku dan jenis materi yang masing-masing dibagi lagi ke dalam aspek yang lebih spesifik. Kategori perilaku dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: Mengingat, Adalah perilaku yang berhubungan dengan ingatan untuk dapat mengenali atau menyebutkan kembali informasi yang pernah diterima Menggunakan; Mengharapkan pembelajar untuk menerapkan suatu abstraksi (prinsip, rumus) dalam suatu situasi yang spesifik Menemukan; Adalah perilaku yang menuntut pembelajar untuk menciptakan sesuatu atau membuat kesimpulan Di samping kategori perilaku, pelatih juga perlu mempertimbangkan kategori jenis materi: Fakta; Biasanya dihubungkan dengan informasi seperti nama orang, tanggal atau perisitiwa, nama temapt atau symbol yang digunakan untuk benda-benda atau konsep tertentu. Contoh: menyebutkan bagian-bagian mata Konsep; Merupakan kelompok benda, peristiwa atau symbol yang mempunyai karakterisitik yang sama, atau diidentifikasi menggunakan nama yang sama. Contoh: menjelaskan ciri-ciri yang membedakan system demokrasi dan otokrasi. Prosedur; Merupakan susunan langkah-langkah yang diperukan untuk mencapai suatu tujuan, mengatasi suatu masalah atau menghasilkan suatu produk. Contoh: menyebutkan langkah-langkah untuk menyusun proposal penelitian. Prinsip; Merupakan penjelasan atau prediksi tentang hubungan sebab akibat atau hubungan korelasional. Contoh: menjelaskan keterkaitan antara perubahan suhu global dengan produksi pangan. Menurut CDT tujuan instruksional dapat diklasifikasikan ke dalam matrik perilaku-materi. Berikut beberapa contoh-contohnya: Mengingat-Fakta • menyebutkan rumus kimia air • menyebutkan rumus luas lingkaran Mengingat-Konsep • menyebutkan karakteristik hubungan industrial Pancasila • menjelaskan apa yang dimaksud dengan penguatan positif Menggunakan-Konsep • mengidentifikasi paragraph yang menjadi klimaks suatu ceritera • menganalisis suatu kasu hubungan karyawan dengan pemilik modal Menggunakan-Prosedur • mendemonstrasikan prosedur pembuatan telur asin • menyusun instrumwn pelatihan dengan menggunakan prosedur yang sistematis. E. Taksonomi Gerlach dan Sullivan Gerlach dan Sullivan mengembangkan sistem pengelompokkan tingkah laku yang dapat dilihat. Model yang dikembangkan terdiri dari enam kategori yang diurutkan dari yang mudah ke yang sukar, meskipun urutan ini tidak sepenuhnya dapat dianggap hirarkis. Berikut kategorinya: 1. Mengidentifikasi 2. Menyebutkan 3. Menjelaskan 4. Membentuk 5. Menyusun 6. Mendemontrasikan Taksonomi ini lebih bersifat check list untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran mencakup berbagai tingkah laku. II. Taksonomi tujuan psikomotor Taksonomi ini dikembangkan oleh Harrow. Harrow menyusun tujuan psikomotorik secara hirarkis dalam lima tingkat, mencakup tingkat meniru sebagai yang paling sederhana dan naturalisasi sebagai yang paling kompleks. Perilaku psikomotor menekankan pada keterampilan neuro-mascular yaitu keterampilan yang bersangkutan dengan gerakan otot. Adapun penjelasan dari taksonomi psikomotor adalah: Meniru; Pada level ini, pembelajar diharapkan dapat meniru suatu perilaku yang dilihatnya. Pada tingkat ini, kalaupun pembelajar mampu melakukan peniruan, perilaku ini masih belum bersifat otomatis dan masih mungkin terjadi kekeliruan pada saat melakukannya. Contoh kata kerjanya: mengulangi, mengikuti, memegang, menggambar, mengucapkan. Manipulasi; Pembelajar diharapkan mampu melakukan suatu perilaku tanpa bantuan visual, sebagaimana pada tingkat meniru. Dalam hal ini perilaku masih dilakukan secara kaku dan tanpa koordinasi neuro-muscular yang baik. Pada dasarnya, tujuan tingkat ini sama dengan tingkat imitasi, bedanya adalah pembelajar tidak lagi melihat contoh tetapi hanya diberi instruksi secara verbal atau tertulis. Contoh kata kerja yang digunakan sama dengan untuk kemampuan meniru. Ketepatan gerakan; Pembelajar diharapkan melakukan suatu perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan melakukannya dengan lancar, tepat, seimbang, dan akurat. Dalam melakukan hal tersebut kecil kemungkinan untuk membuat kesalahan karena pembelajar telah mahir melakukannya. Contoh kata sifat yang menunjukkan tingkat presisi ini adalah: dengan tepat, dengan lancar, tanpa kesalahan, dan sebagainya. Artikulasi; Pada tingkat ini, diharapkan pembelajar menunjukkan serangkaian gerakan dengan akurat, urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat. Contoh kata sifat yang menunjukkan artikulasi: selaras, terkoordinasi, stabil, lancar, dan sebagainya. Naturalisasi; Pembelajar diharapkan mampu melakukan gerakan tertentu secara spontan atau otomatis. Pembelajar melakukan gerakan tersebut tanpa berpikir lagi cara melakukannya dan urutannya. Contoh yang mudah adalah mengendari kendaraan bermotor. Contoh kata sifat yang menggamabarkan tingkat ini adalah: dengan otomatis, dengan sempurna, dengan lancar, dan sebagainya. III. Taksonomi tujuan afektif Taksonomi yang paling terkenal dikembangkan oleh Krathwohl, dkk. Taksonomi tersebut mengembangkan lima tingkat perilaku. Dalam perumusan tujuan afektif dapat terjadi ketidakjelasan tingkat mana yang dimaksudkan, sebab pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi batas perilaku menjadi tidak begitu tegas dan terjadi tumpang tindih. Taksonomi ini menggambarkan proses seseorang di dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu yang menjadi pedoman baginya dalam bertingkah laku. Berikut penjelasan masing-masing tingkatan: Pengenalan; Dalam level ini, pembelajar diharapkan untuk mengenal, bersedia menerima dan memperhatikan berbagai stimulus. Pembelajar bersikap pasif, sekedar mendengarkan atau memperhatikan saja. Melihat perbedaan penggunaan warna, dalam mendesain pakaian atau cara pandang seorang terhadap suatu masalah termasuk dalam tujuan kelompok ini. Contoh kata kerja operasional: mendengarkan, menghadiri, melihat, memperhatikan. Pemberian respon; Keinginan untuk berbuat sesuatu sebagai reaksi terhadap suatu gagasan, benda atau sistem nilai, lebih daripada sekedar pengenalan saja. Dalam hal ini, pembelajar diharapkan untuk menunjukkan perilaku yang diminta, misalnya berpartisipasi, patuh atau memberikan tanggapan secara sukarela bila diminta. Kata kerja operasional: mengikuti, mendiskusikan, berlatih, berpartisipasi, mematuhi. Penghargaan terhadap nilai; Penghargaan terhadap suatu nilai merupakan perasaan, keyakinan atau anggapan bahwa suatu benda, gagasan atau cara berpikir tertentu mempunyai nilai (worth). Dalam hal ini pembelajar secara konsisten berperilaku sesutu nilai ubunganmeskipun tidak ada pihak lain yang meminta atau mengharuskan. Nilai ini dapat saja dipelajari dari orang lain. Kata kerja operasional: memilih, meyakinkan, bertindak, mengemukakan pendapat. Pengorganisasian; Pengorganisasian menunjukkan saling keterhubungan antara nilai-nilai tertentu dalam sistem nilai, serta menentukan nilai mana yang mempunyai prioritas lebih tinggi daripada nilai yang lain. Dalam hal ini pembelajar menjadi committed terhadap suatu sistem nilai. Pembelajar diharapkan untuk mengorganisasikan berbagai nilai yang dipilihnya ke dalam satu sistem nilai, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai tersebut. Kata kerja operasional: memilih, memutuskan, memformalisasikan, membandingkan, membuat sistematisasi. Pengamalan; Pengamalan berhubungan dengan berhubungan dengan pengorganisasian dan pengintegrasian nilai-nilai ke dalam suatu sistem nilai pribadi. Hal ini diperlihatkan melalui perilaku yang konsisten dengan sistem nilai tersebut. Pada tingkat ini pembelajar bukan saja telah mencapai perilaku-perilaku pada tingkat-tingkat yang lebih rendah, tetapi telah mengintegrasikan nilai-nilai tersebut ke dalam suatu filsafat hidup yang lengkap dan meyakinkan. Filsafat hidup tersebut merupakan bagian dari karakter. Contoh kata kerja operasional: menunjukkan sikap, mendemontrasikan, menghindari MERANCANG SESI PELATIHAN Memperkenalkan Strategi Pelatihan Tujuan: Di akhir pelatihan para peserta dapat • Menjelaskan pentingnya menyusun strategi pelatihan • Menyebutkan 5 jenis strategi pelatihan Bahan: Flipchart, spidol Waktu: 60 menit Langkah Fasilitasi: 1. Pelatih memimpin curah pendapat singkat tentang arti strategi pelatihan. Pertama, pusatkan perhatian pada kata strategi (atau cara bergerak dari A ke B), lalu tambahkan aspek pembelajaran. Gabungkan keduanya dalam satu definisi (lihat materi bacaan). 2. Lalu, jelaskan bahwa strategi memberikan gambaran besar tentang bagaimana suatu program pelatihan akan dilakukan. Terangkan bahwa setiap pelatihan dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. 3. Pelatih menjelaskan tugas yang harus dilakukan. Perkenalkan metode ‘jalan-jalan mencari inspirasi’, bentuk kelompok dengan anggota 6 orang, lalu persilahkan mereka bekerja di luar selama 20 menit (tidak jauh dari lokasi pelatihan). 4. Setelah masing-masing kelompok menempelkan flipchartnya, peserta saling membaca hasil dari kelompok-kelompok yang lain, sambil mengajukan pertanyaan klarifikasi dan menambahkan gagasan-gagasan baru. Buatlah rangkuman dari jenis-jenis strategi pelatihan yang ada serta alasan mengapa penyusunan strategi pelatihan penting. 5. Refleksikan metode ‘jalan-jalan mencari inspirasi’. Apakah metode ini efektif? Apa kelebihan dan kekurangannya? Apakah anda akan menggunakannya dilain waktu?; Jelaskan bahwa metode ini sangat bermanfaat bagi kelompok-kelompok yang tidak terbiasa duduk dalam satu ruangan untuk waktu yang lama (petani, petugas lapangan, dll.) Tugas; Mendiskusikan strategi pelatihan sambil jalan-jalan mencari inspirasi 1. Selama 20 menit mendatang anda boleh berjalan-jalan (tidak jauh dari lokasi pelatihan), meluruskan kaki sambil membaca materi bacaan dan memikirkan beberapa hal berikut: • strategi-strategi pelatihan yang biasa peserta gunakan, • kelebihan dan kekurangan masing-masing strategi, • mengapa penting untuk mempunyai strategi pembelajaran yang tepat dalam pengembangan masyarakat? 2. Setelah berjalan-jalan, buat ringkasan hasil diskusi anda pada flipchart (1 atau 2 saja) untuk didiskusikan dengan kelompok-kelompok lain. STRATEGI KEKUATAN KELEMAHAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. MENYUSUN STRATEGI YANG JELAS SANGAT PENTING KARENA……. 1. 2. 3. 3. Tempelkan flipchart kelompok anda di ruang kelas. Bahan Bacaan STRATEGI PELATIHAN Suatu strategi pelatihan selalu didasarkan pada sejumlah asumsi. Jelaskan, bagaimana peserta bisa mencapai tujuan pelatihan, dengan menggunakan kegiatan atau metode yang sesuai dengan kelompok yang peserta latih, dengan mempertimbangkan konteks dan sumberdaya yang tersedia. Dengan kata lain, suatu strategi pelatihan menentukan bagaimana peserta menyusun program pelatihan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan pelatihan yang sudah diidentifikasi. Mengapa strategi pelatihan penting? Seringkali peserta tidak merencanakan dengan baik bagaimana cara untuk mencapai tujuan pelatihan. Begitu keputusan diambil untuk melakukan pelatihan, biasanya waktu sudah mendesak sehingga penentuan topik, nara sumber, dan metode pelatihan menjadi tergesa-gesa. Akhirnya, seringkali metode pilihan jatuh pada ceramah karena dianggap metode ini satu-satunya yang bisa mencakup semua topik yang perlu dibahas. Dalam hal ini biasanya ada asumsi dasar bahwa memperkenalkan topik atau pokok masalah kepada peserta sudah cukup untuk mengubah perilaku mereka. Suatu strategi pelatihan penting karena: • Menjelaskan peserta memilih beberapa metode dan cara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. • Menjelaskan mengapa peserta menekankan pada jenis-jenis kegiatan pelatihan tertentu dan kegiatan pendukungnya. • Menjelaskan bagaimana tujuan-tujuan tertentu dapat dicapai, dengan mempertimbangkan kelompok sasaran, tersedianya sumberdaya, kondisi kerja, serta konteks sosial politik. • Membuat asumsi-asumsi menjadi eksplisit, terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan perubahan. Beberapa contoh strategi pelatihan Berikut adalah beberapa cara atau strategi yang dapat digunakan untuk merancang suatu program pelatihan. Seringkali dalam satu program digunakan kombinasi dari beberapa strategi di bawah ini: Pelatihan internasional Magang Pelatihan nasional Peserta sebagai co-fasilitator Bimbingan Pembelajaran jarak jauh melalui radio In-service pelatihan Studi lapang Pelatihan kelas televisi, kaset audio dan/atau video Pelatihan untuk pelatih Kunjungan silang dan program komputer Pelatihan lapang Pelatihan outdoor survival Membangun jaringan Belajar sendiri secara individu Peer feedback pembelajaran untuk diri sendiri Pelatihan/pelatihan keliling Contract learning information market Apprenticeships Pelatihan penulisan/lokatulis Bagaimana cara menilai strategi pelatihan anda? 1. Apa asumsi-asumsi dasar yang ada? 2. Apakah anda yakin bahwa program pelatihan yang menggunakan strategi ini akan efektif dalam konteks dan kondisi yang ada sekarang? Apakah akan membawa perubahan-perubahan yang diharapkan? 3. Apakah strategi pelatihan yang dipilih akan mewujudkan program pelatihan yang efisien? Apakah rencana yang digunakan dengan memakai input yang minimal akan mencapai perubahan yang diinginkan? Apakah programnya realistis dalam hal ketersediaan sumberdaya finansial, manusia, dan lainnya? 4. Apakah strategi ini cocok dengan karakteristik dan kondisi calon peserta? 5. Apakah rencana ini fleksibel? Apakah tetap dapat diterapkan dalam situasi sumberdaya terbatas? MENGEMBANGKAN AGENDA PELATIHAN Tujuan: • Peserta dapat Menjelaskan kebutuhan dan penggunaan agenda pelatih • Peserta mampu Menidentifikasi elemen-elemen yang selayaknya ada di dalam agenda pelatih • Peserta mampu memodifikasi agenda pelatihan mereka berdasarkan catatan informasi mereka Bahan: 1. Lembar latihan 2. Beberapa contoh-contoh agenda pelatih 3. Post-it Waktu: 60 menit Langkah Fasilitasi: 1. Pelatih memimpin curah pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan agenda peserta, apa yang dimaksud dengan agenda pelatih, apa perbedaannya, dan mengapa perbedaan ini penting dicermati. Curah pendapat bisa dilakukan langsung dalam pleno atau bisa juga dilakukan dalam kelompok kecil. 2. Pelatih menyimpulkan bahwa penyusunan agenda pelatih yang detail bisa diibaratkan seperti membuat satu ‘master plan’ untuk pelatihan, yang di dalamnya cara pelatih mencapai tujuan pelatihan dalam waktu yang ditentukan. Tekankan bahwa untuk mencapai hal ini, pelatih harus mempertimbangkan semua informasi yang sudah diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya. 3. Ringkaskan sesi ini dengan menanyakan “Apa yang harus dicapai oleh agenda pelatih yang telah dirancang dengan baik?” (lihat materi bacaan). 4. Pelatih memberikan contoh tentang bagaimana caranya mengembangkan agenda pelatihan yang sekarang dilakukan ini, tahap demi tahap, dimulai dengan rencana besar dalam satu bulan atau satu minggu dan diakhiri dengan detail setiap hari yang dibagi menjadi beberapa sesi. 5. Katakan bahwa langkah selanjutnya dalam merancang pelatihan peserta adalah mengembangkan agenda pelatihan yang lebih detail untuk setiap hari. Jelaskan bahwa kadang-kadang lebih mudah untuk mulai dari yang kurang detail, misalnya dimulai dengan memikirkan tentang alur keseluruhan (termasuk ruang kelas, dan hari-hari di lapangan), menyusun topik-topik atau tujuan, dan lalu mulai melihat pada satu minggu, dan kemudian pada satu hari, dan kemudian pada jam. Bahan Bacaan MENGEMBANGKAN AGENDA PELATIH Mengapa peduli? Tujuan agenda pelatih adalah untuk membuat satu ‘rencana utama’ atau master plan. Agenda pelatih adalah alat yang sangat praktis karena Anda akan memiliki gambaran yang jelas, sehingga memungkinkan Anda untuk: 1. Memeriksa apakah pelatihan memiliki satu alur logis dalam periode minggu dan hari 2. Memeriksa apakah tujuan pelatihan tercapai dalam waktu yang disediakan 3. Menilai variasi metode pelatihan 4. Menilai apakah pembagian waktu sesi-sesi cukup layak atau tidak 5. Berbagi rancangan Anda dengan kelompok inti, menerima umpan balik dan meningkatkannya 6. Berbagi rancangan dengan co-pelatih dan narasumber, sehingga mereka bisa menyiapkan diri dengan lebih baik. Apakah agenda pelatih? Agenda pelatih bisa dibuat sangat detail, dengan menyertakan tujuan dari setiap sesi, dan hanya digunakan untuk pelatih. Satu contoh agenda pelatih disertakan dalam materi bacaan ini. Peserta akan menerima agenda yang kurang detail. Agenda peserta berjalan paralel dengan agenda pelatih, tetapi terbatas kepada topik-topik umum dan perkiraan alokasi waktu agar memungkinkan fleksibilitas. Satu agenda pelatih yang dirancang baik harus: • Bertujuan untuk mencapai tujuan pelatihan atau sesuai dengan keperluan pelatihan yang sudah teridentifikasi • Mengikuti satu siklus pembelajaran logis, baik dalam agenda keseluruhan maupun dalam setiap sesi • Menggunakan satu variasi metode dan teknik pelatihan partisipatif • Layak untuk dicapai, baik dari segi waktu maupun ketersediaan sumber daya • Cukup fleksibel untuk mengakomodasi keperluan spesifik, atau perubahan yang diperlukan berdasarkan umpan balik harian • Menyediakan cukup waktu untuk membuka dan menutup setiap hari, untuk mengingatkan, untuk menyegarkan, untuk merumuskan, mengaitkan dan menyediakan kesempatan untuk umpan balik harian. Semua informasi dari langkah-langkah sebelumnya harus dijadikan pertimbangan –siapa peserta saya, apa yang mereka perlukan, apakah tersedia sumber daya, dll. Berdasarkan informasi ini satu agenda pelatih bisa dikembangkan. Mengapa merancang satu agenda pelatih sangat menantang? Merancang harus menjadi tugas paling menantang dalam siklus pelatihan. Tetapi banyak pelatih tidak mengetahui di mana harus mulai, bagaimana berproses atau tidak merasa perlu untuk merancang pengalaman pembelajaran yang efektif. Fase perancangan siklus pelatihan menantang, karena memerlukan: • pengetahuan mengenai berbagai pilihan rancangan yang tersedia; • keterampilan dalam menggunakannya; • kreatifitas dalam memanipulasi berbagai pilihan untuk memperkuat keterlibatan peserta dan membuat proses pembelajaran yang efektif • untuk melihat gambaran keseluruhan sambil menangani detail setiap momen pembelajaran • kepercayaan diri yang memungkinkan Anda untuk kreatif dan berani mengambil risiko • fleksibilitas dan terbuka untuk melakukan perubahan jika terjadi sesuatu di luar rencana, atau jika muncul satu kesempatan yang lebih baik pada saat pelatihan berlangsung. Pembelajaran adalah pengalaman organik – bukannya satu pelatihan mekanis yang sulit untuk direncanakan. Seperti pohon, pembelajaran berakar di tempat-tempat yang paling asing dan kadang-kadang menghasilkan buah yang mengejutkan. Mungkin itulah sebabnya mengapa pelatihan itu menarik dan, pada saat yang sama melelahkan –dan itulah mengapa fase perancangan sangat menantang. Salah satu tugas dalam menyusun agenda pelatih adalah mengurutkan acara pembelajaran. Proses mengurutkan acara pembelajaran ini merupakan campuran dari berbagai komponen, dimana sebagian adalah logika, sebagian pengalaman, sebagian intuisi dan sebagian akal sehat yang baik. Mengurutkan, atau memutuskan apa yang muncul selanjutnya, merupakan kepedulian mikro maupun makro. Agenda pelatih adalah alat untuk bekerja dari makro turun ke tingkat mikro. Bagaimana mengembangkan satu agenda pelatih? Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada banyak jalan pembelajaran dan karenanya ada banyak cara untuk mengurutkan agenda pembelajaran, yang belum tentu terbaik bagi setiap pembelajar. Setiap pembelajar mempunyai caranya sendiri-sendiri. Berikut ini adalah pendekatan yang disarankan; 1. Prioritaskan dan pilih keperluan pelatihan. Suatu rancangan akan memiliki risiko tertinggi apabila program dirancang terlalu padat. Karenanya sangat penting untuk membedakan antara apa yang pembelajar: • Apa yang pembelajar harus pahami atau harus kuasai • Apa yang pembelajar bisa pahami atau kuasai • Apa yang pembelajar mampu pahami atau kuasai Segala sesuatu yang harus diketahui atau dikuasai oleh pembelajar harus disertakan dalam pelatihan Anda. Sedangkan untuk hal-hal yang bisa pembelajar pahami atau bisa kuasai, boleh disertakan beberapa saja. Sedangkan untuk hal-hal yang pembelajar mampu pahami atau mampu kuasai, boleh disertakan lebih sedikit lagi. 2. Setelah memilih, Anda harus mulai mengurutkan topik-topik berdasarkan waktu yang tersedia. Satu cara mengurutkan adalah dengan menemukan kerangka utama dari alur 3. keseluruhan pelatihan Anda. Satu kerangka utama akan membantu Anda untuk merancang satu alur logis dan membantu Anda untuk mengaitkan sesi-sesi selama penerapannya. Selain itu, bagi pembelajar, kerangka utama akan membantu untuk membangun pengetahuan dan keterampilan berdasarkan apa yang mereka pelajari dari hari ke hari. Pendekatan pengurutan yang biasa dilakukan adalah: • dari umum ke spesifik • dari kongkrit ke abstrak • dari yang diketahui ke yang tidak diketahui • dari sederhana ke yang lebih kompleks • mengikuti satu organisasi atau proses logis yang sudah ada; sebagai contoh adalah siklus perencanaan projek • mengikuti aturan penampilan pekerjaan; sebagai contoh membuat satu pembibitan. 4. Bagi topik-topik mengikuti alur umum berdasarkan waktu yang disediakan untuk pelatihan. Sebagai contoh jika itu adalah pelatihan tiga minggu, bagi topik-topik selama tiga minggu dengan cara yang logis. Kemudian bagi topik-topik berdasarkan hari dalam setiap minggu, sampai akhirnya bagi topik-topik dalam setiap hari menjadi sesi-sesi. 5. Tulis waktu, topik-topik, tujuan dan bahan-bahan untuk setiap sesi dalam satu agenda pelatih. 6. Ulas dan lebih baik lagi diskusikan agenda pelatih pertama Anda untuk memastikan bahwa: • Programnya tidak berlebihan • Mempertimbangkan hari dan minggu pelatihan: periode istirahat setelah makan siang, hari keempat dalam minggu, perasaan Jumat sore dll. • Kesempatan untuk humor dan bergembira disertakan seperti icebreakers, pembuka, kesenian, musik, teka-teki, permainan dan pergerakan. • Aktifitas yang lebih ‘mengancam’ (permainan peran, fish bowls, dan tipe-tipe energizers tertentu) jangan diletakkan di awal program. • Dukungan bahan untuk setiap sesi, seperti lembar kerja, instrumens, dan quiz untuk memeriksa pemahaman. Mengembangkan satu agenda Pelatih Latihan 1. Langkah pertama adalah menulis semua kebutuhan pelatihan atau topik-topik pelatihan pada post-its terpisah. Anda bisa menggunakan post-its yang berbeda warnanya untuk membedakan berbagai tipe dari topik atau kebutuhan pelatihan. Prioritaskan dan pilih keperluan pelatihan Anda, dengan menggunakan alat berikut ini : • Harus dipahami atau dikuasai • Bisa dipahami atau dikuasai • Mampu dipahami atau dikuasai 2. Langkah berikutnya adalah mengembangkan satu alur keseluruhan atau kerangka utama, dengan mengurutkan keperluan pelatihan. Banyak pelatih yang merancang alur pelatihan yang berbasis pada kepentingan pelatih. Sekarang coba balik, bayangkan dari sisi peserta pelatihan. Caranya dengan mengurutkan topik dari: • umum ke spesifik • dari kongkrit ke abstrak • dari yang diketahui ke yang tidak diketahui • dari sederhana ke yang lebih kompleks • mengikuti satu organisasi atau proses logis yang sudah ada; sebagai contoh adalah siklus perencanaan projek • mengikuti aturan penampilan pekerjaan; sebagai contoh membuat satu pembibitan. 3. Selanjutnya, masukkan urutan topik yang sudah dirancang, ke dalam waktu pelatihan, sesuaikan dengan jumlah hari, minggu atau bulan (termasuk pelatihan di dalam ruang kelas dan di lapangan). Mulailah dengan gambaran umum, lalu fokus pada satu minggu, lalu pada satu hari, dan terakhir, bagi topik per sesi. Cara termudah untuk melakukannya adalah dengan menggambar tabel jadwal pelatihan Anda di kertas flipchart, dan Anda menempelkan post-its dan bisa memindah-mindahkannya agar bisa menghasilkan urutan yang paling logis. Ketika melakukannya, mungkin Anda akan mengkaji ulang langkah pertama dan kedua, dan menanyakan kembali, apakah topik yang dipilih betul-betul penting? Apakah proses ini adalah proses yang terbaik? Apakah peserta membutuhkan waktu yang lebih lama? SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU MINGGU PAGI SIANG 4. Setelah Anda puas dengan alur secara umum, maka sekarang waktunya untuk mengisi setiap sesi dengan lebih detail. Tulislah waktu yang diperlukan, apa topiknya, apa tujuannya, dan bahan-bahan yang diperlukan untuk setiap sesi. Anda bisa menggunakan format pada halaman selanjutnya. 5. Tulis alur agenda Anda pada flipchart agar bisa dibahas oleh anggota tim fasilitator yang lain, atau oleh reviewer yang Anda undang. Agenda Pelatih Hari: _______________ WAKTU SESI/TOPIK METODE TUJUAN BAHAN MERUMUSKAN RENCANA SESI Tujuan: Pada akhir sesi ini peserta: • Membut daftar mengenai elemen suatu rencana sesi • Membedakan antara rencana sesi yang baik dan buruk dan menganalisis aspek-aspek baik dan buruknya Bahan: 1. Fotokopi daftar untuk memperkirakan, merancang dan menulis rencana sesi 2. Fotokopi perbesaran 2 contoh rencana sesi (yang baik dan buruk) Waktu: 60 menit Langkah Fasilitasi: 1. Pelatih memperkenalkan arah dan prosedur sesi ini. 2. Mulailah dengan curah pendapat secara cepat mengenai: • apakah sesi itu: bagian dari isi atau topik yang bisa dilaksanakan dalam waktu tertentu, secara umum 1 sampai 2 jam dan kurang dari 3 jam, bisa bervariasi dalam hari yang sama. • mengapa menulis rencana sesi dan untuk siapa: untuk merancang sesi, untuk menjelaskan sesi, untuk mendapatkan tanggapan dll., coba tulis untuk orang lain dengan sejelas mungkin. 3. Lanjutkan dengan curah pendapat secara cepat mengenai elemen suatu rencana sesi. 4. Minta dua peserta untuk tampil dan urutkan elemen-elemen dalam urutan yang benar dengan bantuan dari kelompok. Hal ini akan menimbulkan diskusi kecil karena ada gaya yang berbeda. 5. Sepakati elemen-elemen yang seharusnya menjadi bagian, dan elemen apa yang bisa menjadi bagian. 6. Tunjukkan contoh rencana sesi dan undang peserta untuk berkumpul untuk memilih yang terbaik dan terburuk. 7. Dalam diskusi pleno minta peserta untuk mengambil posisi (berdiri di depan rencana sesi yang dianggap paling jelek) dan minta mereka menjelaskan pilihannya. 8. Ulangi prosedur ini untuk pilihan terbaik. 9. Tutup dengan mengatakan bahwa ada gaya yang berbeda dalam penulisan rencana sesi. Jelaskan bahwa gaya bisa berbeda tetapi harus tetap sederhana dan jelas, dan hal itu mungkin berkesan mudah tetapi dalam praktek sangat sulit, perlu banyak latihan dan mengulas. Jelaskan bahwa cara yang terbaik untuk memeriksa apakah Anda menulis satu rencana sesi yang baik adalah dengan memberikan kepada pelatih lain untuk dibaca dan tanyakan apakah dia bisa menjalankan sesi tersebut tanpa penjelasan tambahan. Catatan: Berusahalah untuk memilih satu gabungan rencana sesi. Hal ini akan membangkitkan satu diskusi yang baik dan melengkapi peserta dengan banyak ide untuk mengembangkan gaya mereka sendiri dalam merencanakan sesi. Bahan Bacaan Daftar periksa untuk penilaian merancang & menulis rencana sesi Apakah logis dan konsisten? • Apakah tujuan sesi mungkin dicapai dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu? • Apakah topik mencakup apa yang disebutkan dalam tujuan? • Apakah metode terpilih sesuai dengan tujuan yang disebutkan dalam pengertian pengetahuan, keterampilan dan sikap? • Pemilihan topik: kualitas versus kuantitas. Apakah akrab bagi pembelajar? Apakah akrab bagi pelatih? Apakah rencana sesi • meningkatkan minat? • menjelaskan arah berhubungan dengan pengalaman peserta • memperkuat motivasi? • mendorong inisiatif dan otonomi peserta? • memungkinkan pelibatan dan interaksi peserta yang sesuai? • Memperkuat latihan, praktek, atau pengalaman? • memperkuat keragaman kegiatan • menunjukkan isi dengan tahapan • bertingkat? • Memungkinkan untuk perbedaan individual? • memicu penerapan lebih luas? • memperkuat umpan balik? • Memperkuat pengulangan? • memperkuat pengawasan pembelajaran individual? • Diikuti dengan tindakan atau kaitan dengan sesi lain? • Apakah tata letaknya menarik? • Apakah mudah dibaca? • Apakah prosedurnya jelas? • Apakah memberi semua informasi yang diperlukan untuk melaksanakan sesinya? • Apakah fleksibel? • Bisakah dengan mudah diadaptasi? • Bisakah dipergunakan lagi? • Bisakah diperbaiki? • Apakah memungkinkan untuk inisiatif pelatih? • Apakah memberi petunjuk dan peringatan tentang fasilitasi? • Bisakah dipergunakan dengan kelompok peserta yang berbeda? • Apakah sesuai untuk ukuran kelompok yang berbeda? • Apakah layak secara ekonomis? • Apakah sesuai untuk semua pelatih tanpa mempertimbangkan pengalaman? • Apakah cepat? MENULIS RENCANA SESI SEDERHANA Tujuan: Membuat sistematisasi rencana sesi untuk pelatihan mereka sendiri Bahan: Fotokopi materi bacaan Waktu: 60 menit Langkah Fasilitasi: 1. Segarkan ingatan peserta dengan menanyakan mengapa penting untuk menulis rencana sesi. Jelaskan bahwa agak mudah untuk mengritik rencana sesi yang ditulis oleh orang lain yang akan mereka laksanakan tetapi akan cukup sulit untuk menulis satu rencana sesi sendiri. 2. Minta peserta untuk memilih satu sesi sederhana untuk kursus mereka sendiri dan pertama hanya kembangkan tujuan pelatihan dan pilih metode yang sesuai dan tuliskan pada satu flipchart untuk dipamerkan. 3. Pamerkan flipcharts dan minta umpan balik dari peserta. Pertajam tujuan dan perdebatkan pemilihan metode jika diperlukan. 4. Undang peserta untuk kembali ke kelompok mereka dan kembangkan satu rencana sesi penuh berdasarkan pada umpan balik yang mereka terima dan pasang lagi pada flipchart untuk dipamerkan. 5. Pamerkan semua rencana sesi dan minta peserta untuk berkeliling dan menekankan poin yang perlu dikembangkan dan poin-poin baik menggunakan post it. 6. Diskusikan umpan balik pada post it dan jika diperlukan tambahkan pengamatan Anda sendiri. 7. Tutup dengan menanyakan apa yang peserta pelajari dengan menulis rencana sesi mereka sendiri. Rumuskan poin-poin pembelajaran. Bahan Bacaan MENULIS RENCANA SESI Apakah rencana sesi itu? Secara singkat, satu rencana sesi harus berisi semua yang diperlukan untuk menjalankan satu sesi. Kenapa peduli? Karena Anda akan segera melaksanakannya, hal ini adalah usaha sebenarnya untuk menulis rencana sesi (yang baik). Karenanya sangat baik untuk mewujudkan rencana sesi Anda sebagai batu pembangun pelatihan Anda. Selama Anda hanya mengajar Anda tidak memerlukan rencana sesi, transparansi saja cukup. Tetapi, jika Anda ingin menjalankan acara pelatihan partisipatori maka Anda benar-benar memerlukannya karena persiapan dan pelaksanaan menjadi jauh lebih kompleks. Rencana sesi membantu Anda untuk: • memeriksa apakah sesi mengikuti satu alur logis tertentu • memeriksa kelayakan waktu • terhindar dari kelupaan untuk mempersiapkan segala sesuatu • terhindar dari kelupaan untuk melakukan atau mengatakan sesuatu selama sesi • memberitahu sesi Anda kepada pelatih atau narasumber lain • mendapat umpan balik • mengembangkan sesi Anda • mendokumentasikan pelatihan Anda Apa yang ditulis? Satu rencana sesi bisa berisi banyak elemen, Berikut ini adalah hal-hal yang paling penting. • Tujuan. Satu rencana sesi harus memberi tujuan sesi. Hal ini bisa membantu pelatih untuk menjalankan sesi dan mengevaluasi akibatnya. • Waktu. Indikasi waktu lamanya sesi diperlukan untuk merencanakan agenda pelatihan. • Bahan-bahan. Catatan mengenai persiapan, ruang dan bahan-bahan yang diperlukan membuat pelatih sadar tentang apa dan bagaimana harus dipersiapkan. • Akitifitas atau langkah-langkah. Instruksi, petunjuk, pertanyaan dan latihan sederhana bisa digambarkan di sini. Harus juga berisi jawaban dan informasi lengkap mengenai pertanyaan atau subjek yang sepertinya akan muncul selama pelatihan. Instruksi mengenai bagaimana bahan lain yang ditampilkan harus juga disertakan, seperti alat bantu visual dan lembar latihan. Alat bantu visual, lembar latihan dan materi bacaan. Bahan apa pun yang diperlukan untuk menjalankan sesi, seperti transparansi untuk presentasi, lembar kerja untuk latihan, studi kasus dan materi bacaan harus dsertak Menyusun Matriks Kurikulum Tujuan; • Peserta dapat menjelaskan konsep penyusunan Matriks Kurikulum • Peserta dapat menyusun Matriks Kurikulum Metode ; 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3. Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan Menyusun Modul Waktu: 180 menit Langkah Fasilitasi 1. Jelaskan tentang konsep dari martiks kurikulum dari bagaimana menetapkan pokok bahasan, menetapkan tujuan dari pokok bahasan tersebut dan menetapkan metode serta media yang dibutuhkan. Jelaskan pula tentang penyusunan lessonplan, bahan bacaan yang diperlukan dan media bantunya. 2. Lakukan diskusi kelompok untuk mencoba menyusun matriks kurikulum dari hasil uraian alur pelatihan yang sudah dibuat pada sesi sebelumnya. 3. Hasil diskusi Kelompok di Plenokan dengan sama – sama membahas semua hasil diskusi kelompok, dilihat mana yang sama dan mana yang berbeda. Diskusikan perbedaan yang ada. 4. Berikan penjelasan tentang proses kegiatan menyusun matriks kurikulum tersebut, apabila diperlukan. 5. Tutup sesi pembahasan ini dengan membuat pembulatan dan penegasan – penegasan tentang menyusun matriks kurikulum Bahan Bacaan KURIKULUM PELATIHAN Kurikulum adalah rencana materi yang hendak disampaikan dalam satuan waktu yang telah ditetapkan untuk suatu latihan, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Karena latihan bagi orang dewasa prosesnya dengan mengangkat pengalaman yang telah dimiliki dan menjadikan peserta sebagai subjek yang aktif, maka penyusunan kurikulum harus selalu berorientasi pada peran-peran para peserta itu sendiri dan harapan-harapan mereka. Semaksimal mungkin harapan-harapan peserta yang diajukan dapat diwadahi dan terpenuhi dan dalam kurikulum yang ada, sedangkan harapan yang belum terpenuhi dalam proses latihan yang sedang berlangsung akan diusahakan pemenuhannya pada tahap latihan berikutnya. Secara ringkas, pembuatan kurikulum pelatihan akan memenuhi pedoman sebagai berikut: 1. Relevan dengan tujuan 2. Mempunyai tahapan yang terarah dan jelas 3. Relevan dengan kelompok sasaran Unsur-unsur kurikulum Di dalam penyusunan kurikulum pelatihan ada beberapa unsur yang perlu diper-timbangkan dan merupakan unsur yang selalu ada : 1. Hasil SPKP Merupakan rumusan tentang hasil SPKP, yang diperlukan sebagai alasan mengapa materi pelatihan dipilih. 2. Tujuan Instruksional Umum Merupakan rumusan tentang tujuan yang akan dicapai setelah suatu pokok bahasan dibahas. Tujuan instruksional umum ini menggambarkan adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perilaku (sikap) dari peserta yang ingin dicapai sebagai upaya memenuhi kekurangan yang ditemukan dalam SPKP. Rumusan tujuan instruksional umum ini akan menentukan materi apa yang perlu dibahas selama waktu pelatihan, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. 3. Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan Merupakan judul pembahasan pokok materi tertentu yang akan dibahas selama pelatihan, sebagai jawaban terhadap kebutuhan pelatihan yang ditemukan. Cara-cara menentukan pokok bahasan : a. Membangun pertanyaan-pertanyaan analitis/KQR (Key Relevant Questions) atau pertanyaan-pertanyaan kunci. b. Mengorganisir / klasifikasi pertanyaan, mana yang sudah diketahui orang lain dan mana yang belum. Catat hal-hal baru dari temuan-temuan dalam sumbang saran. c. Mempertemukan pertanyaan dengan ide d. Mencari/menemukan ide-ide baru e. Sistematisasi 4. Tujuan Instruksional Khusus Merupakan rumusan tentang hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh selama dan setelah pembahasan materi dari suatu pokok/sub pokok pembahasan tertentu. Rumusan tentang tujuan instruksional umum perlu dibuat spesifik dan operasio-nal dapat diukur. Artinya menunjukkan hasil yang nyata dapat diketahui selama dan setelah pembahasan pokok bahasan terakhir. Kata kunci dalam rumusan tujuan pokok bahasan adalah : - Mampu : * Menjelaskan * Mengerjakan * Menyebutkan - Menemukan : * Rumusan * Perbedaan Secara khusus kami rinci kata kerja yang biasa dipakai untuk Tujuan Khusus (TIK; Tujuan Instruksional Khusus), Taksonomi Bloom, sebagai berikut; 1. KOGNITIF/Pengetahuan (P) 1.1. Knowledge/PENGETAHUAN (mengetahui dan Mengingat) • Menyebutkan, • menuliskan, • menyatakan, • mengurutkan, • mengidentifikasi, • mendefinisikan, • mencocokkan, • menamai, • melabeli, • Menggambarkan 1.2. Comprehension/PEMAHAMAN (pemahaman) • Menerjemah, • mengubah, • menggeneralisasi, • menguraikan (dengan kata-kata sendiri), • menulis ulang (dengan kalimat sendiri), • meringkas, • membedakan (di antara dua), • mempertahankan, • menyimpulkan, • berpendapat • dan menjelaskan 1.3. Application/APLIKASI (penerapan ide) • Mengoperasikan, • menghasilkan, • mengubah, • mengatasi, • menggunakan, • menunjukkan, • mempersiapkan, • dan menghitung. 1.4. Analysis/ANALISA (Kemampuan Menguraikan) • Menguraikan satuan menjadi unit-unit yang terpisah, • membagi satuan menjadi sub-sub atau bagian-bagian, • membedakan antara dua yang sama, • memilih • dan mengenal perbedaan (di antara beberapa yang dalam satu kesatuan) 1.5. Synthesis/SINTESA (univikasi) • Merancang, • merumuskan, • mengorganisasikan, • mengompilasikan, • membuat hipotesis • dan merencanakan 1.6. Evaluation/EVALUASI. (menilai) • Mengkritisi, • menginterpretasi, • menjastifikasi/membenarkan, • dan memberikan penilaian 2. PSIKOMOTORIK/Keterampilan (K) 2.1. Observing (memperhatikan) • Mengamati proses, • memberi perhatian kepada tahap-tahap sebuah perbuatan, • memberi perhatian pada sebuah artikulasi. 2.2. Imitation (peniruan) • Melatih, • mengubah sebuah bentuk, membongkar sebuah struktur, • membangun kembali sebuah struktur, • menggunakan sebuah konstrukSI atau model. 2.3. Practicing (pembiasaan) • Membiasakan sebuah model atau perilaku yang sudah dibentuknya, • mengontrol kebiasaan agar tetap konsisten 2.4. Adapting (penyesuaian) • Menyesuaikan model, • membenarkan sebuah model untuk dikembangkan, • dan menyekutukan model pada kenyataan 3. AFEKTIF/Sikap (S) 3.1. Receiving (penerimaan) • Mempercayai (sesuatu atau seseorang untuk diikuti), • memilih (seseorang atau sesuatu untuk diikuti), • mengikuti, • bertanya (untuk diikuti) • dan mengalokasikan 3.2. Responding (tanggapan) • Mengonfirmasikan, • memberi jawaban, • membaca (pesan-pesan), • membantu, • melaksanakan, • melaporkan • dan menampilkan 3.3. Valuing (penanaman nilai) • Menginisiasi, • mengundang (orang untuk terlibat), • terlibat, • mengusulkan • dan melakukan 3.4. Organization (pengorganisasian nilai-nilai) • Memverifikasi nilai-nilai, • menetapkan beberapa pilihan nilai, • mengsintesiskan (antar nilai), • mengintegrasikan (antar nilai), • menghubungkan (antar nilai), • mempengaruhi (kehidupan dengan nilai-nilai) 3.5. Characterization (karakterisasi kehidupan) • Menggunakan nilai-nilai sebagai pandangan hidup (world view), • mempertahankan nilai-nilai yang sudah diyakini 5. W a k t u Merupakan rumusan tentang jumlah waktu yang disediakan untuk pembahasan materi dari suatu pokok / sub pokok bahasan tertentu. Rumusan jumlah waktu biasa dinyatakan dalan jumlah yang efektif yang diperlukan. 6. Metode dan media Merupakan tentang jenis metode dan media yang dipergunakan didalam membahas materi sesuai pokok bahasan / sub pokok bahasan tertentu. Pemilihan metode dan media ini perlu dikaitkan dengan tujuan pokok bahasan serta waktu yang tersedia. 7. Fasilitator Merupakan rumusan tentang fasilitator / pelatih yang akan memfasilitasi pelatihan, baik dinyatakan dalam nama tim maupun perorangan. MATERI PELATIHAN Pada pendidikan orang dewasa, rancangan belajar mengajar tidak ditekankan pada isi, melainkan pada prosesnya. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar didalam membentuk materi pelatihan. Materi pelatihan yang akan disajikan kepada peserta harus dirancang sedemikian rupa sehingga melibatkan peserta sepenuhnya dalam proses belajar mengajar. Didalam mempersiapkan materi pelatihan beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Sesuai dengan kebutuhan peserta yang telah dirumuskan dalam sasaran. 2. Sesuai dengan kemampuan / daya tangkap peserta 3. Mencakup peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap 4. Memungkinkan peserta terlibat secara aktif MATERI PELATIHAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN PESERTA Peserta pelatihan akan berminat mengikuti pelatihan sampai selesai apabila mereka merasa memperoleh manfaat dari bahan yang disajikan, serta sesuai dengan waktu yang tersedia pada diri peserta. Walaupun materi pelatihan cukup menarik tetapi kalau diberikan pada waktu yang tidak sesuai dengan kesempatan yang mereka miliki, maka hal ini pasti tidak akan menarik. Oleh karenanya penting sekali diadakan penjajagan kebutuhan pelatihan sebelum bahan disusun, karena dari sini kita akan menemukan : - Kebutuhan pelatihan yang dirasakan - Waktu yang dimiliki oleh peserta dan harapan-harapan yang ingin dipenuhi setelah mengikuti pelatihan MATERI PELATIHAN SESUAI DENGAN DAYA TANGKAP PESERTA Walaupun materi pelatihan telah dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta latihan, tetapi ternyata kemampuan peserta untuk menerima materi yang diberikan terlalu sulit, maka materi pelatihan tersebut menjadi kurang baik. Agar supaya materi pelatihan yang kita berikan sesuai dengan daya tangkap peserta, maka perlu kita perhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Tujuan pelatihan yang dirumuskan dalam sasaran harus jelas dan spesifik. Sebaiknya pelatihan disusun secara bertahap mulai dari yang paling sederhana kemudian terus ditingkatkan ke yang lebih kompleks. 2. Mempergunakan bahasan kelompok sasaran, artinya mempergunakan bahasa yang sederhana bilamana perlu dipergunakan bahasa daerah, maksudnya agar dapat menyentuh perasaan peserta. Kalau terpaksa mempergunakan istilah yang sulit berilah penjelasan dengan kata-kata yang mudah dimengerti. MATERI PELATIHAN MENCAKUP PENINGKATAN PENGETAHUAN, KETERAMPILAN DAN SIKAP Suatu pelatihan yang berhasil dapat diketahui apabila setelah pelatihan selesai, peserta tidak hanya mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi timbul minat untuk mengembangkan apa yang telah diperolehnya dan menyampaikan kepada orang lain yang memerlukannya. Untuk mendukung adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta setelah mengikuti pelatihan, maka setiap pelatihan bagi orang dewasa berisi  Perkenalan : disini akan diperoleh kesan-kesan pertama serta harapan yang disampaikan peserta.  Komunikasi antar pribadi : pe sepsi, observasi dan pendengaran  Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan  Memberi dan menerima umpan balik  Pedoman kerjasama didalam kelompok, dan komunikasi yang terpadu diantara anggota kelompok MATERI PELATIHAN MEMUNGKINKAN PESERTA TERLIBAT SECARA AKTIF Dasar pendidikan orang dewasa adalah mengangkat pengalaman yang dimiliki oleh peserta menjadi sumber belajar yang utama. Keikut sertaan secara aktif dari peserta pelatihan dimulai sejak penyusunan jadwal pelatihan, selama proses pelatihan berlangsung, penilaian pada akhir pelatihan serta merencanakan tindak lanjut pelatihan. Agar supaya peserta aktif dalam pengembangan bahan pelatihan, maka pengembangan bahan pelatihan perlu memiliki kriteria : 1. Bahan-bahan harus murah dan mudah diperbanyak dengan menggunakan bahan dasar yang tersedia, dan sedapat mungkin warga belajar dapat melanjutkan pengembangannya. 2. Bahan itu harus memeiliki "KEMAMPUAN MOTIVASI" yang tinggi. Bahan itu harus menyenangkan dalam penggunaannya, menarik minat serta mendorong keikut sertaan pemakainya. 3. Bahan itu harus mempunyai relevansi langsung dengan keadaan warga belajar, dan sedapat mungkin harus berkaitan dengan kebudayaan populer. Bahan-bahan harus menarik bagi warga belajar yang umumnya hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal sehingga mereka dapat menghubungkan pelajaran yang diterima dengan permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. 4. Bahan-bahan yang diberikan merupakan sebagian dari kurikulum yang berkembang sendiri, dan bukan sebagai hasil akhir yang telah selesai. Bahan-bahan lebih bersifat input dalam proses dan bukan sebagai titik akhir. Tujuan umum pralatihan bagi orang dewasa adalah pendayagunaan sumberdaya setempat dan membangkitkan kesadaran pada diri peserta akan kemampuan yang mereka miliki untuk belajar dengan bahan-bahan yang tersedia dari orang-orang sekitanya. PROSES MEMFASILITASI Pelatihan adalah proses belajar mengajar dimana warga belajar suatu program berjangka waktu tertentu secara bersama-sama mengubah perilaku dengan bantuan sumber-sumber belajar. Berarti pelatihan merupakan suatu proses yang mempunyai ciri-ciri pendekatan tertentu. Proses pelatihan dengan ciri-ciri khas pendekatan inilah yang disebut pola pelatihan. Didalam mewujudkan pola suatu pelatihan dilaksanakan dengan seperangkat cara-cara pengaturan prilaku warga belajar selama mereka belajar didalam pelatihan. Perangkat cara-cara pengaturan perilaku warga belajar ini disebut tehnik pelatihan. Baik pola pelatihan maupun tehnik pelatihan mengandung ciri hubungan-hubungan antar warga belajar dengan sumber belajar sebagai pihak yang pasif, dan diharapkan menerima saja sebagaimana adanya berbagai materi pelatihan dengan pendekatan direktif. Dipihak lain hubungan itu memberi rangsangan kepada warga belajar untuk bersikap aktif, menentukan sendiri bahan pelajaran menurut kebutuhannya, dan melibatkan diri sedalam-dalamnya dalam proses untuk memperoleh pengalaman belajar. Hubungan ini adalah wujud pelatihan dengan pendekatan partisipatif. Manusia adalah mahluk merdeka pada asasnya, oleh karena itu mereka akan lebih membuka diri untuk belajar apabila kemerdekaan diri mereka diberi kesempatan untuk berkembang. Belajar adalah proses pengubahan diri yang aktif, sehingga prosesnya akan lebih efektif didalam pengalaman belajar dengan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif haruslah merupakan ciri pola pelatihan dan tehnik pelatihan agar pelatihan menjadi efektif. Sebagai suatu proses, pelatihan dilaksanakan dalam tahapa-tahap sebagai berikut : 1. Tahap Orientasi dan Penciptaan Kondisi Pelatihan Ini merupakan tahap dimana warga belajar menyesuaikan diri dengan situasi belajar yang dihadapinya. Tahap ini mengandung aspek yaitu : a. Aspek identifikasi masalah dan kebutuhan pelatihan dimana warga belajar meninjau kembali masalah-masalah yang biasa dihadapinya dalam pekerjaan dan kehidupan, dan menyatakan kebutuhan-kebutuhan akan pengetahuan, sikap mental dan keterampilan baru yang diharapkan dapat diperoleh dalam pelatihan. Pada tahap ini fasilitator bersama-sama peserta saling mengungkapkan harapan-harapan terhadap hasil yang akan dicapai selama pelatihan. b. Aspek penumbuhan partisipasi Warga belajar mengubah diri dan rekan-rekan sepelatihan, sehingga tercipta situasi belajar dimana warga belajar melibatkan diri sedalam-dalamnya kedalam pengalaman belajar. Semua ketegangan dan permasa- lahan yang mereka bawa dari rumah diusahakan dapat terlepas sehingga tidak lagi merupakan beban bagi mereka. Kekakuan-kekakuan yang masih terjadi diantara peserta karena belum atau baru saja saling mengenal dicairkan dalam situasi ini. Peranan failitator didalam membantu menciptakan situasi ini sangat besar. Tehnik-tehnik pembentukan suasana sangat membantu fasilitator dalam mengembangkan keterbukaan diantara peserta. Tahap ini merupakan tahap paling penting dalam kegiatan pelatihan yang partisipatif. Apalagi kegiatan ini tidak berhasil dan peserta (warga belajar) tidak mau terbuka untuk berpartisipasi dalam pelatihan maka proses selanjutnya akan menemui kesulitan. Oleh karenanya peranan fasilitator sangat menentukan kesanggupan warga belajar untuk berpartisipasi selama pelatihan. c. Aspek perencanaan kegiatan belajar pada tahap ini warga belajar menentukan sendiri kegiatan belajar yang akan berkangsung. Kegiatan ini dicerminkan dengan penyusunan jadwal, kemudian dilanjutkan dengan kontrak belajar. 2. Tahap Penghayatan Isi Pelatihan Dalam tahap ini warga belajar memperbaiki prilaku mereka dengan meresapi dan menghayati materi pelatihan yang terkandung dalam program pelatihan. Ada 4 aspek perilaku yang dapat diperbaiki dalam tahap ini, yaitu : a. Aspek Afektif, yakni sikap mental b. Aspek kognitif, yakni pengetahuan c. Aspek psikomotor, yaitu keterampilan berpikir dan bekerja tangan d. Aspek nomothetik, yakni perilaku sosial (pengetahuan, sikap mental dan tindakan) kelompok atau komunitas) Didalam menghayati materi pelatihan partisipasi peserta sangat diharapkan, karena pada pelatihan bagi orang dewasa materi ditemukan, dibahas, dan dikembangkan oleh peserta sendiri melalui proses kegiatan refleksi kegiatan. Untuk mendorong terjadinya kegiatan diantara peserta dengan menekankan keterlibatan aktif ada beberapa tehnik pelatihan yang dapat dipergunakan. Segala macam tehnik pelatihan lebih berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir, dan menganalisa setiap permasalahan yang dibawakan dalam pelatihan. Peranan fasilitator didalam menghidupkan diskusi yang analitis sangat diharapkan. Karena kadang-kadang ada bahaya didalam menggunakan tehnik-tehnik pelatihan baik peserta maupun fasilitator lebih berpancang pada tehniknya tetapi kurang memikirkan aspek analisa yang akan dikembangkannya. Misalnya : dalam menggunakan tehnik pelatihan permainan atau simulasi. Didalam tahap penghayatan isi pelatihan ini, baik fasilitator maupun peserta sama-sama mempunyai peranan didalam ikut menentukan hasil yang akan dicapai. Namun demikian fasilitator harus tetap memperhatikan bahwa peranan peserta lebih diutamakan. Agar supaya peserta mempunyai peranan yang besar dalam proses pelatihan, maka fasilitator perlu membatasi partisipasinya, sebagai pedoman dapat dipergunakan bagan segai berikut : (lihat halaman selanjutnya) Menit Pembagian Kegiatan Kegiatan Belajar 10 1. Penjelasan tujuan dan pokok bahasan 20 PELATIH 2. Penjelasan kegiatan belajar 30 40 WARGA 3. Proses belajar / interaksi dalam kelompok 50 BELAJAR 60 70 80 4. Diskusi hasil proses belajar 90 5. Rangkuman fasilitator Pada 10 menit pertama peran pelatih (fasilitator) sangat besar. Pada menit-menit ini fasilitator akan menjelaskan tujuan pokok bahasan yang akan disampaikan, dan akan berlangsung sampai menit yang ke 20. Setelahnya peranan fasilitator semakin mundur, sedangkan peranan warga belajar semangkin meningkat. Pada menit ke 21 sampai dengan 70 hampir seluruh kegiatan dilakukan oleh peserta, peranan pelatih lebih bersifat mengarah agar partisipasi peserta tetap tinggi. Setelah menit ke 70 peran fasilitator semangkin meningkat, karena pada menit-menit ini fasilitator harus mengembangkan diskusi yang analistik untuk menganalisa hasil kegiatan peserta, yang kemudian diakhiri dengan kesimpulan berupa rangkuman dari seluruh proses. Bagan ini merupakan pedoman, apabila satu pokok pembahasan dilakukan lebih atau kurang dari 90 menit, maka perlu dibuat perubahan pembagian waktu dengan menggunakan perbandingan yang kurang lebih sama. Peranan utama fasilitator didalam proses pelatihan adalah mengembangkan terjadinya partisipasi peserta secara aktif. Disatu pihak dibutuhkan adanya partisipasi penuh, tetapi dipihak lain faktor kejenuhan (kebosanan) dari peserta selalu ada. Untuk mengatasi hal ini maka fasilitator harus memikirkan tehnik-tehnik pelatihan apa yang harus dipergunakan selama proses pelatihan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menggunakan beberapa macam pelatihan dalam satu pokok pembahasan, dengan melakukan penggantian metode setelah satu metode dipergunakan selama 20 - 30 menit. 3. Tahap Penilaian Hasil Pelatihan Pada tahap ini baik peserta maupun pelatih meninjau dirinya sampai sejauh mana ia sudah menghayati perilaku baru sebagai akibat dari partisipasinya dalam pelatihan, dengan demikian evaluasi juga menyangkut empat aspek yaitu : a. Aspek kognitif, yaitu perubahan pengetahuan b. Aspek efektif, yaitu perbaikan sikap mental c. Aspek psikomotor, yaitu penambahan keterampilan berpikir dan kerja tangan d. Aspek nomotherik, yaitu perubahan pengetahuan, sikap mental, tindakan sosial kelompok dan komonitas dimana warga belajar berada Sebagai ukuran untuk mengetahui terjadinya perubahan maka evaluasi selalu dilakukan pada : a. Awal pelatihan b. Selama proses pelatihan c. Akhir pelatihan Contoh Matrik Kurikulum NO. POKOK BAHASAN TUJUAN RINGKASAN PROSES FASILITASI METODE DAN MEDIA WAKTU 1 Identifikasi Kebutuhan Pelatihan • Peserta dapat mengetahui kelompok sasaran yang akan diberikan pelatihan • Peserta dapat mendata pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh masing-masing kelompok • Peserta dapat mengelompokkan kebutuhan materi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh masing-masing kelompok 1. Jelaskan tentang fungsi melakukan identifikasi kegiatan dan materi pelatihan bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya 2. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota 4 – 5 orang untuk membahas tentang kegiatan pelatihan dan pengembangan kapasitas yang dibutuhkan oleh kelompok – kelompok masyarakat serta materi – materi yang dibutuhkan. 3. Hasil diskusi Kelompok di Plenokan dengan sama – sama membahas semua hasil diskusi kelompok, dilihat mana yang sama dan mana yang berbeda. Diskusikan perbedaan yang ada. 4. Berikan penjelasan tentang proses kegiatan identifikasi tersebut, apabila diperlukan. 5. Tutup sesi pembahasan ini dengan membuat pembulatan dan penegasan – penegasan tentang idntifikasi kebutuhan pelatihan Metode ; • Ceramah • Tanya Jawab • Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan TNA 120 menit 2 Identifikasi Sumber Daya untuk Kegiatan Pelatihan • Peserta dapat mengetahui kebutuhan untuk kegiatan pelatihan • Peserta dapat mengetahui pengelolaan kegiatan pelatihan • Peserta dapat mengetahui tupoksi dari masing – masing pengelola kegiatan pelatihan 1. Jelaskan tentang mendesain pelatihan, mulai dari penggalian sumber daya yang meliputi, kebutuhan materi, pelatih, dana, tempat dan metode atau bentuk pelatihannya serta sasaran kelompok yang dilatih 2. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota 4 – 5 orang untuk membahas dan mengembangkan penggalian sumber daya sesuai dengan kebutuhan kelompoknya. 3. Hasil diskusi Kelompok di Plenokan dengan sama – sama membahas semua hasil diskusi kelompok, dilihat mana yang sama dan mana yang berbeda. Diskusikan perbedaan yang ada. 4. Berikan penjelasan tentang proses kegiatan identifikasi tersebut, apabila diperlukan. 5. Tutup sesi pembahasan ini dengan membuat pembulatan dan penegasan – penegasan tentang idntifikasi sumber daya pelatihan Metode ; • Ceramah • Tanya Jawab • Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan TNA 120 menit POKOK BAHASAN MENGELOLA PELATIHAN KLASIKAL 1. Sub Pokok Bahasan Pengorganisasian Pelatihan 2. Sub Pokok Bahasan Penyiapan Pelatih 3. Sub Pokok Bahasan Pengelolaan Pelatihan 4. Sub Pokok Bahasan Evaluasi Pelatihan 5. Sub Pokok Bahasan Laporan Pelatihan KLASIKAL; Pengorganisasian Pelatihan Tujuan; Peserta paham tentang pengorganisasian Pelatihan Peserta dapat menyusun pengorganisasian Pelatihan masyarakat Metode ; Ceramah Curah pendapat Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan pengelolaan pelatihan Masyarakat Waktu; 90 menit Langkah Fasilitasi 1. Penjelasan tentang Klasifikasi Pelatihan Klasikal dan Pengorganisasian Pelatihan 2. Curah Pendapat tentang kebutuhan Pengorganisasian pelatihan dengan model kalsikal/standard 3. Lakukan diskusi Kelompok dengan pembahasan metrancang pengorganisasian Pelatihan 4. Hasil Diskusi Kelompok diPlenokan dengan bersama – sama membahsa hasil diskusi kelmpok. Jika ada perbedaan diskusikan 5. Tutup Sesi pembahasan ini dengan membuat pembulatan dan penegasan – penegasan tentang Pengorganisasian Pelatihan KLASIKAL; Penyiapan Pelatih Tujuan; • Peserta paham tentang peran dan fungsi Pelatih • Peserta mampu memetakan kebutuhan Pelatih sesuai kegiatannya Metode ; Ceramah Otokritik Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan pengelolaan pelatihan Masyarakat Waktu; 90 menit Langkah Fasilitasi 1. Diskusikan / curah pendapat tentang kapasitas untuk menjadi seorang pelatih 2. Penjelasan dan penegasan tentang kapasitas seorang Pelatih sesuai dengan bidang keahliannya 3. Ajak peserta mengidentifikasikan pelatih sesuai dengan kemampuannya dalam kelompok – kelompok penguasaan terhadap materi yang akan dilatihkan di masyarakat 4. Buatlah pembulatan dan kesepakatan dengan peserta tentang kemampuan penguasaan materi latih. KLASIKAL; Pengelolaan Pelatihan Tujuan; • Peserta Paham tentang Mengelola Pelatihan Klasikal • Peserta mampu mengelola Pelatihan Klasikal Metode ; 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3. Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan pengelolaan pelatihan Masyarakat Waktu 150 menit Langkah Fasilitasi • Penjelasan tentang pengelolaan pelatihan dengan sistem klasikal/ standard • Buatlah diskusi Kelompok tentang pengelolaan pelatihan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan kegiatan pelatihan • Hasil Diskusi Kelompok, di Plenokan, dengan mempresentasikan hasilnya dari tiap-tiap kelompok. Diskusikan perbedaan dan perbaikannya • Sesi ditutup dengan pembulatan dan penegasan tentang pengelolaan pelatihan KLASIKAL; Evaluasi Pelatihan Tujuan; • Peserta paham fungsi dari Evaluasi pelatihan • Peserta dapat menyusun instrument evaluasi pelatihan • Peserta dapat menganalisa hasil pelatihan Metode ; 1. Ceramah 2. Curah pendapat 3. Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan pengelolaan pelatihan Masyarakat Waktu: 120 menit Langkah Fasilitasi 1. Penjelasan tentang konsep Evaluasi pelatihan dan kemanfaatannya 2. Curah pendapat tentang komponen evaluasi pelatihan 3. Susun Instrumen Evaluasi pelatihan didalam diskusi kelompok 4. Hasilnya di presentasikan dan didiskusikan 5. Latihan mengisi instrument Evaluasi pelatihan dan menganalisa hasil evaluasi kegiatan pelatihan 6. Tutup sesi dengan penegasan – penegasan tentang evaluasi pelatihan KLASIKAL; Laporan Pelatihan Tujuan; • Peserta paham tentang Laporan Pelatihan • Peserta mampu menyusun Laporan Pelatihan Metode ; 1. Ceramah 2. Curah pendapat 3. Diskusi Kelompok dan Pleno Media : Panduan pengelolaan pelatihan Masyarakat Waktu; 90 Menit Langkah fasilitasi 1. Penjelasan tentang Penyusunan Laporan Pelatihan 2. Curah pendapat dan berbagi pengalaman dalam penulisan laporan pelatihan 3. Diskusikan penyusunan dan urutan dalam penulisan laporan dan kepada siapa laporan tersebut diberikan sebagai pertanggungjawaban pengelola pelatihan 4. Berikan penegasan – penegasan tentang hal – hal yang harus ada dalam penulisan laporan pelatihan Bahan Bacaan; pengelolaan pelatihan Masyarakat KOMPONEN KERANGKA ACUAN 1. Latar Belakang/Dasar Pemikiran Jelaskan : • situasi/keadaan/masalah dan kemampuan saat ini • akibat negatif yang timbul • bangunlah kerangka pikir bahwa melalui pelatihan persoalan dapat diatasi • dampak positif dari hasil implementasi pelatihan • rumuskan hasil yang akan dicapai setelah peserta pelatihan menerapkan ketrampilan • bisa juga dicantumkan indikator perubahan sebagai bukti bahwa persoalan telah teratasi JAGALAH OBYEKTIFITAS PERNYATAAN-ERNYATAAN YANG DIBUAT DAN HINDARI PERNYATAAN YANG PROVO- KATIF 2. Tujuan • rumuskan hasil yang akan dicapai setelah peserta pelatihan menerapkan ketrampilan • bisa juga dicantumkan indikator perubahan sebagai bukti bahwa persoalan telah teratasi • Sebutkan hal-hal yang menyangkut : kognitif, afektif, psikomotorik yang akan dicapai oleh peserta pada akhir pelatihan • Tambahkan rumusan output bila selama pelatihan ada hasil nyata yang harus ada • TUJUAN TIDAK SERTA MERTA TERCA-PAI PADA SAAT PELATIHAN BERLANG-SUNG ATAUPUN PADA AKHIR PELATIH-AN TETAPI PADA SAAT PESERTA KEM-BALI PADA REALITAS KEGIATAN • KARENANYA PENYUSUNAN RTL YANG TEPAT GUNA AKAN BERKONTRIBUSI TERHADAP PENCAPAIAN TUJUAN 3. Hasil Yang Diharapkan (sering disebut sasaran) • Sebutkan satu persatu judul dan sub judul bahasan yang akan dibahas selama pelatihan • Materi yang dipersiapkan bisa dilam-pirkan bersama kurikulum dan pandu-an media RUMUSAN SASARAN HENDAK-NYA REALISTIS DAN TERUKUR 4. Pokok Bahasan • Sebutkan satu persatu judul dan sub judul bahasan yang akan dibahas selama pelatihan • Materi yang dipersiapkan bisa dilam-pirkan bersama kurikulum dan pandu-an media • JANGAN PERNAH KHAWATIR BAHWA JUDUL YANG DICANTUMKAN HANYA SEDIKIT • KELELUASAAN DAN KEDALAMAN BA-HASANLAH YANG HARUS DIUTAMAKAN • PENGGUNAAN WAKTU DAN PILIHAN MEDIA SANGAT BERKAIT DENGAN TU-JUAN BAHASAN 5. Metode • Sebutkan secara umum metode yang akan dipergunakan • Jelaskan bahwa pendekatan POD akan di pergunakan dan disesuaikan dengan metode 6. Waktu dan Tempat • Jelaskan kapan mulai dan berakhir-nya pelatihan • Jelaskan jumlah jam efektif pelatih-an dan jam efektif harian • Jelaskan tempat dimana pelatihan diadakan 7. Pelatih • Siapa • Berapa orang • Darimana 8. Peserta • Berapa jumlahnya • Siapa pesertanya • Apa kriterianya 9. Biaya pelatihan • Jelaskan komponen biaya yang perlu ada (honor pelatih, ATK, akomodasi, konsumsi) • Beri keterangan komponen ma-na ditanggung siapa DARI PEBJUNKAHAN AKAN DIKETAHUI BERAPA BIAYA YANG MESTI DITANG-GUNG SECARA SWADAYA, DAN MESTI BIAYA YANG DITANGGUNG OLEH PANI-TIA /PIHAK KETIGA 10. Pengorganisasian • Buat visualisasi organigram ke-terkaitan fungsi pendukung • Sebutkan nama-nama panitia serta fungsi dalam kepanitiaan • Jelaskan pula alur kegiatan pembahasan kurikulum pelatihan PENGORGANISASIAN PELATIHAN DALAM PENGORGANISASIAN PELATIHAN DIPERLUKAN “MANAJE-MEN”, YAITU ILMU / SENI DALAM MENGOLAH SUMBERDAYA UNTUK MENCAPAI TUJUAN. UNSUR-UNSUR DALAM PENGORGANISASIAN : P I M E R P  PLANING (PERENCANAAN) I  IMPLEMENTING (PELAKSANAAN) M  MONITORING (PEMANTAUAN) E  EVALUATING (EVALUASI) R  REPORTING (LAPORAN) Keberhasilan suatu program latihan antara lain terletak pada kemampuan si pengelola latihan dalam mengarahkan setiap proses kegiatan. Dengan kata lain penerapan aspek-aspek manajemen dalam program ini mutlak diperlukan. Sebagai dasar pemikiran tentang manajemen latihan perlu diambil suatu pem-batasan tentang pengertian manajemen sebagai berikut: “Manajemen merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sum-berdaya manusia serta sumber-sumber lain” Atas dasar pengertian di atas, maka pada setiap pengelolaan pelatihan diperlukan 10 langkah sebagai berikut: 1. Berdasarkan penelitian, menentukan kebutuhan-kebutuhan latihan dan memilih prioritas 2. Menguji prioritas kebutuhan latihan dengan melihat kenyataan-kenyataan di tempat 3. Menganalisa kegiatan di tempat 4. Mengadakan seleksi dan memilih orang-orang yang harus dilatih 5. Menyusun sasaran pelatihan 6. Menyusun silabus berdasarkan paket pelatihan 7. Menyusun program pelatihan 8. Melaksanakan program pelatihan 9. Mengevaluasi program pelatihan yang dilaksanakan 10. Mengadakan tindak lanjut setelah pelatihan Pelaksanaan 10 langkah penyelenggaraan pelatihan tersebut memerlukan pemahaman tentang aspek-aspek: 1. Kebutuhan pelatihan 2. Sasaran Pelatihan 3. Peserta pelatihan 4. Metode pelatihan 5. Materi pelatihan 6. Pelatih 7. Sarana pelatihan 8. Waktu 9. Anggaran Biaya 10. Tindak lanjut Keberhasilan suatu program latihan antara lain terletak pada kemampuan si pengelola latihan dalam mengarahkan setiap proses kegiatan. Dengan kata lain penerapan aspek-aspek manajemen dalam program ini mutlak diperlukan. Sebagai dasar pemikiran tentang manajemen latihan perlu diambil suatu pem-batasan tentang pengertian manajemen sebagai berikut: “Manajemen merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sum-berdaya manusia serta sumber-sumber lain” Atas dasar pengertian di atas, maka pada setiap pengelolaan pelatihan diperlukan 10 langkah sebagai berikut: 1. Berdasarkan penelitian, menentukan kebutuhan-kebutuhan latihan dan memilih prioritas 2. Menguji prioritas kebutuhan latihan dengan melihat kenyataan-kenyataan di tempat 3. Menganalisa kegiatan di tempat 4. Mengadakan seleksi dan memilih orang-orang yang harus dilatih 5. Menyusun sasaran pelatihan 6. Menyusun silabus berdasarkan paket pelatihan 7. Menyusun program pelatihan 8. Melaksanakan program pelatihan 9. Mengevaluasi program pelatihan yang dilaksanakan 10. Mengadakan tindak lanjut setelah pelatihan Pelaksanaan 10 langkah penyelenggaraan pelatihan tersebut memerlukan pemahaman tentang aspek-aspek: 1. Kebutuhan pelatihan 2. Sasaran Pelatihan 3. Peserta pelatihan 4. Metode pelatihan 5. Materi pelatihan 6. Pelatih 7. Sarana pelatihan 8. Waktu 9. Anggaran Biaya 10. Tindak lanjut 1. KEBUTUHAN PELATIHAN Proses belajar akan tumbuh pada diri orang dewasa apabila yang dipelajari merupakan jawaban dari kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan. Proses belajar mereka tidak lagi merupakan suatu yang datang dari luar, melainkan tumbuh dan berkemang dari peserta latihan sendiri, sesuai dengan adanya kebutuhan untuk mengatasi masalahnya sendiri. Di dalam kenyataan orang dewasa menghadapi berbagai macam kebutuhan yang saling berkaitan satu sama lain serta menghendaki adanya pemenuhan. Kebutuhan yang satu merupakan dasar timbulnya kebutuhan lain, dan setiap orang ada kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan yang paling besar sebagai prioritas utama, sebelum kebutuhan-kebutuhan lain yang ada di atasnya akan terpenuhi. Sesuai dengan urut-urutan prioritas kebutuhan orang dewasa dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Kebutuhan faal, yaitu manusia yang paing dasar, karena tanpa dipenuhinya kebutuhan tersebut kelangsungan hidup seseorang tidak akan terjadi. Termasuk di dalam kebutuhan ini : makan minul, pakaian, sex, tidur, makan, dll. 2. Kebutuhan akan rasa aman, terhindar dari ancaman fisik maupun psi-kologis 3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk memperoleh penghargaan ter-hadap lingkungannya 4. Kebutuhan ego, yaitu kebutuhan manusia untuk memperoleh penghargaan terhadap hasil yang telah dicapai 5. Kebutuhan pernyataan diri yaitu kebutuhan manusia terhadap adanya pengakkuan dari pihak lain bahwa dirinya telah berhasil memperkem-bangkan potensi-potensi yang telah dimilikinya Adanya tingkatan-tingkatan kebutuhan tersebut menunjukkan bahwa setiap orang setelah berhasil memenuhi kebutuhan yang paling dasar, ada kecen-derungan untuk memenuhi kebutuhan lain. Bagi orang yang mengalami ke-laparan, kebutuhan yang utama paling dirasakan adalah makanan, tetapi se-telah mereka cukup makan pasti timbul rasa ketidakpuasan terhadap dirinya, karena sudah ada kebutuhan lain yang menghendaki pemecahannya. Di dalam proses latihan bagi orang dewasa kebutuhan akan latihan juga didasarkan kepada apa yang paling dibutuhkan oleh warga belajar pada saat ini dan selanjutnya akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan kebutuhan pula. Sebagai contoh tingkat yang paling dasar dari suatu kelompok swadaya adalah adanya kebutuhan untuk membangkitkan kesadaran bagi anggotanya terhadap pentingnya kelompok sebagai sarana mengatasi permasalahan yang mereka hadapi pentingnya kelompok sebagai sarana mengatasi permsalahan yang mereka hadapi bersama. Untuk itu latihan yang dirancang bagi anggota kelompok sesuai dengan kebutuhan baru yang mendorong timbulnya kebu-tuhan lain yang baru pula. Ini akan berkembang secara terus menerus sesuai dengan perkembangan kelompok. Secara ringkas adanya hirarki kebutuhan memberikan arti bagi orang dewasa untuk lebih menyadari : 1. Proses belajar orang dewasa tumbuh dari dalam dirinya sendiri sejalan de-ngan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan sesuai dengan urutan priori-tasnya. 2. Tingkat pemuasan kebutuhan memainkan peranan utama di dalam menen-tukan cara memotivasi orang dewasa untuk mengikuti latihan Dengan semakin kompleksnya kebutuhan yang dihadapi oleh warga belajar, menuntut adanya peningkatan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap untuk memenuhi kebutuhan yang dihadapi. Agar dapat menemukan kebutuhan latihan yang cocok dengan masalah yang sedang dihadapi perlu diadakan pe-nelitian dalam rangka mengumpulkan dan menganalisa gejala-gejala ketera-ngan-keterangan yang dapat menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan ketrampilan, pengetahuan, dan sikap kerja para anggota kelompok dalam usaha mengatasi permasalahan-permasalahan hidupnya. Dalam proses pelatihan yang dirancang untuk orang dewasa, menganalisa kebutuhan latihan dilakukan oleh mereka sendiri, peranan fasilitator lebih membantu mengarahkan terjadinya proses tersebut. Dengan kata lain keikutsertaan anggota kelompok didalam menganalisa pelatihan merupakan sumbangan yang sangat besar terhadap tercapainya tujuan pelatihan sendiri, karena sebenarnya merekalah yang paling mengenal kebutuhan yang di-rasakan sendiri. Di dalam kenyataan sering terjadi kesulitan dari pihak anggota untuk dapat merumuskan sendiri kebutuhan pelatihan yang dirasakan, oleh karena itu peran fasilitator didalam membantu mereka tetap masih diperlukan. Sehubungan dengan tugas ini fasilitator dapat mempergunakan berbagai cara antara lain: 1. Membandingkan tugas dan tanggung jawab mereka di dalam kelompok dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki 2. Membandingkan berbagai kebutuhan yang belum terpenuhi dengan adanya ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang telah mereka miliki 3. Melihat prestasi yang telah dicapai oleh kelompok 4. Menganalisa laporan-laporan kelompok, yang menunjukkan adanya perkembangan kelompok maupun hambatan-hambatan yang terjadi. Dari sini dapat diketahui adanya kebutuhan latihan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. 5. Menganalisa rencana jangka panjang kelompok, baik yang berhubungan dengan kepengurusan kelompok maupun rencana pengembangan kegiatan kelompok 6. Menganalisa perkembangan-perkembangan baru yang ada di luar ke-lompok, yang memungkinkan perlunya keterlibatan kelompok 7. Analisa kebutuhan latihan ini perlu pula dilengkapi dengan pengumpulan keterangan melalui: 1. Diskusi Kelompok Di dalam kelompok masing-masing anggota kelompok saling bertemu dan saling mengungkapkan pengalaman-pengalaman hidupnya, termasuk pe-ngalaman tentang mengetahui kebutuhan yang dirasakan. Melalui hal-hal yang diungkapkan di dalam diskusi kelompok tersebut kita dapat mene-mukan data-data yang bermanfaat untuk mengetahui kebutuhan pelatihan yang tepat. 2. Survey dengan kuesioner Menemukan kebutuhan latihan dapat dilakukan dengan survey yang dilengkapi dengan kuesioner agar pelaksanaan survey dapat terarah pada sasaran yang ingin dicapai. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat merangsang anggota kelompok agar mengenali kebutuhan yang dirasakan. Penyusunan kuesioner bukan suatu keahlian melainkan suatu seni yang memerlukan latihan dan pengalaman. Pada dasarnya suatu kuesioner harus memenuhi dua fungsi sebagai berikut: a. Harus menjabarkan tujuan penelitian dalam pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh anggota kelompok. b. Harus memotivisir anggota kelompok agar mau bekerjasama dan bersedia memberikan informasi yang tepat. Penyusunan kuesioner yang berdaya guna harus melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. menentukan informasi yang diperlukan 2. menetukan bentuk kuesioner yang hendak dicapai 3. Menetukan isi masing-masing pertanyaan 4. menetukan corak pertanyaan (terbuka, pilihan jamak, pilihan ganda) 5. menetukan urutan pertanyaan 6. menentukan bentuk pertanyaan 7. mengadakan uji coba 8. merevisi dan menyusun untuk terakhir kali 3. Pengumpulan Informasi Sebelum menetukan dan kebutuhan yang dihadapi oleh warga belajar yang merupakan dasar penentuan kebutuhan latihan, terdahulu harus dikumpul-kan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui secara langsug. Data yang dikumpulkan dari tangan pertama saja belum cukup, dan masih harus di-lengkapi keterangan dari pihak luar. Kenyataannya ada kecenderungan bagi pihak luar untuk melihat masalah dan kebutuhan orang lain dengan lebih tajam. 4. Wawancara Wawancara merupakan teknik yang paling tepat untuk pengumpulan data secara langsung. Ketepatan dalam mencapai hasil melalui wawancara ini sangat ditentukan oleh sikap orang yang melakukan. Dan di dalam ke-nyataan kita seringkali berhadapan dengan anggota kelompok yang sangat peka dalam menilai sikap seseorang. Wawancara yang tidak baik akan menimbulkan salah pengertian orang yang diwawancarai, dan seringkali menjadi penyebab terjadinya kegagalan Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam wawancara : 1. Sasaran wawancara harus jelas 2. Ada rencana bagaimana sasaran-sasaran tersebut dapat dicapai 3. Hubungan antara pewawancara dan yang diwawancara harus baik Situasi yang perlu diciptakan di dalam melakukan wawancara : 1. Anggota kelompok yang diwawancara menaruh kepercayaan kepada si pewawancara bahwa ia tidak dipermainkan oleh si pewawancara 2. Ruangan wawancara cukup menjamin ketenangan orang yang diwawan-carai dan suasananya tidak gaduh 3. Pewawancara memberikan perhatian sepenuhnya kepada anggota yang di-wawancarai dan diusahakan agar wawancara tidak diganggu 4. Menggunakan bahasa anggota yang diwawancarai, artinya bahasa yang dipakai cukup sederhana dan mudah dimengerti serta dapat menangkap secara pasti apa yang dikatakan oleh anggota yang diwawancarai 5. Selama wawancara, orang yang diwawancarai merasa tenang dalam me-ngutarakan pendapatnya dengan sejelas-jelasnya, dan pewawancara men-dorong ke arah ini 6. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak bersifat memaksakan pendapat yang diwawncarai, sehingga ia merasa bebas dalam mengemukakan ja-wabannya 7. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat menggali informasi 8. Di dalam mengarahkan pembicaraan, pewawancara hendaknya berusaha bahwa yang diwawancarai tidak merasa dikuasai 9. Pewawancara menyarankan pandangan-pandangan dan terlebih dahulu mengungkapkan kembali apa yang telah dikatakan orang yang di-wawancarai 10. Pertanyaan yang diajukan bersifat khusus untuk meneliti data-data yang dimiliki orang yang diwawancarai 5. Laporan Kelompok Kebutuhan pelatihan dapat ditentukan pula berdasarkan laporan dalam kelompok tentang kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Dengan meng-analisa laporan kelompok, dapat diketahui sejauh mana kelompok telah berkembang. Keterangan yang diperoleh dari laporan ini sangat bermanfaat untuk memperkirakan kebutuhan latihan yang diperlukan oleh kelompok. 2. SASARAN PELATIHAN Warga belajar adalah orang dewasa yang setiap hari menghadapi masalah serta memerlukan adanya pemecahan. Kebutuhan untuk memecahkan masalah ini merupakan faktor penting yang ikut menentukan kebutuhan pelatihan. Sasaran adalah pernyataan yang menunjukkan hasil yang akan dicapai melalui kegiatan pelatihan. Berbicara masalah sasaran yang seingkali juga dirumus-kan sebagai tujuan pelatihan yaitu memecahkan masalah yang dihadapi warga belajar. Penetapan sasaran pelatihan tidak ditentukan berdasarkan kebutuhan pelatih tetapi berdasarkan kebutuhan yang ingin dicapai untuk memenuhi kebutuhan kelompok. Sasaran harus dirumuskan sejelas dan sespesifik mung-kin agar memudahkan baik pelatih maupun peserta mencapai tujuan pelatihan, di dalamnya mencakup ketrampilan-ketrampilan, kemampuan, pengetahuan dan sikap, yang merupakan hasil yang ingin dicapai dari setiap kegiatan la-tihan. Analisa dan Perumusan Sasaran Keterangan • Perpaduan antara isi dan teori/konsep, diperoleh model pelatihan akademis. Contoh: seminar, ceramah, dll. • Perpaduan antara teori/konsep dan proses, diperoleh model pelatihan laboratorium. Contoh: pelatihan Pusdiklat, dll. • Perpaduan antara isi dan praktek, diperoleh model kegiatan dan tindakan. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan peserta yang aktif dan tindakan yang dimaksud tindakan fasilitator yang aktif. Dua-duanya akan bertemu dalam model pelatihan dengan kegiatan dan tindakan yang aktif. • Perpaduan antara praktek dan proses diperoleh model pengembangan orang dan pengembangan organisasi. Pengembangan orang yang dimaksud adalah sikap dan motivasi dan pengembangan organisasi yang dimaksud adalah manajemen. Sasaran yang berpusat kepada apa yang dapat dikerjakan oleh peserta se-macam ini sangat penting karena ini merupakan sarana yang tepat untuk mengadakan penilaian obyektif terhadap isi program pelatihan. Sasaran ini mencakup aspek hasil kerja dan isi. Pada prinsipnya sasaran latihan dapat digolongkan menjadi tiga kategori: Ketrampilan : Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan meningkatkan ketrampilan para peserta sehubungan dengan tugas yang harus diselesaikan. Sikap Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk menghasilkan perubahan sikap pada diri peserta latihan. Pengetahuan Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para peserta latihan Ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, melainkan ketiganya harus ada pada setiap pelatihan yang diselenggarakan bagi orang dewasa. Kekurangan pada salah satu aspek akan menggagalkan tujuan pelatihan se-cara keseluruhan. Misalnya ketrampilan meningkat tetapi tanpa disertai ada-nya perubahan sikap berarti tujuan latihan belum tercapai. Pengetahuan meningkat, perubahan sikap terjadi, tetapi tidak diikuti dengan meningkatnya ketrampilan didasarkan pada apa yang telah dilakukan, apa yang akan dila-kukan, serta apa yang sedang dilakukan oleh peserta pelatihan. Pelatihan dapat dikatakan berhasil dengan efektif apabila apa yang dirumuskan di dalam sasaran sesuai dengan apa yang dihasilkan dalam pelatihan. Sasaran sebagai sarana pengukur keberhasilan latihan mempunyai arti manfaat : • Sebagai dasar menentukan apa uang harus dilakukan oleh peserta selama mengikuti pelatihan • Menjamin konsistensi penyusunan program pelatihan • Memudahkan komunikasi antara penyusun program latihan dengan fihak-fihak yang berkepentingan • Merupakan kerangka dari suatu program pelatihan • Membantu fasilitator (pelatih) memilih strategi untuk mencapai tujuan pelatihan • Memudahkan pelatih di dalam penyusunan bahan penilaian terhadap ke-majuan peserta selama mengikuti pelatihan • Menghindarkan kemungkinan terjadinya konflik antara penyelenggara program pelatihan dengan yang meminta program pelatihan • Membantu penyelenggara untuk menentukan program tindak lanjut daripada pelatihan Latihan bagi orang dewasa dapat dikatakan efektif apabila latihan tersebut: • Selaras dengan kebutuhan peserta pelatihan • Peserta pelatihan merasakan bahwa dengan mengikuti pelatihan tersebut kebutuhan yang dirasakan terpenuhi • Peserta tidak merasakan adanya tekanan di dalam mengikuti pelatihan • Peserta dapat menarik kesimpulan sendiri dan mengolah sendiri isi pelatihan • Praktis di dalam pengetrapannya Dalam kenyataan kemungkinan terjadinya penyimpangan di dalam mencapai latihan selalu terjadi. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan seminimal mungkin. Agar penyimpangan dapat diketahui seawal mungkin perlu diadakan penilaian setiap tahap pencapaian sasaran 3. KURIKULUM Ialah rencana materi yang hendak disampaikan dalam satuan waktu yang telah ditetapkan untuk suatu latihan, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kembali pada proses latihan orang dewasa yang didasarkan pada mengangkat pengalaman yang telah dimiliki dan menjadikan peserta sebagai subyek yang aktif, maka penyusunan kurikulum harus selalu berorientasi pada peran-peran para peserta pelatihan itu sendiri serta harapan-harapan mereka. Semaksimal mungkin harapan-harapan yang disampaikan para peserta dapat diwadahi dan dipenuhi pada proses pelatihan yang sedang berlangsung dan diusahakan pemenuhannya pada tahap pelatihan berikutnya. Secara ringkas, pembuatan kurikulum pelatihan bagi orang dewasa akan me-ngikuti pedoman sebagai berikut: 1. Relevan dengan tujuan 2. Mempunyai tahapan yang terarah dan jelas 3. Relevan dengan kelompok sasaran 4. Mengikuti program yang berkesinambungan 4. SILABUS Ialah sistematika bahan-bahan pelatihan yang merupakan pedoman singkat dalam penyampaian Silabus pelatihan terdiri dari: Pokok bahasan, yaitu hal-hal utama yang akan dibahas dalam pelatihan Tujuan, yaitu apa yang akan dicapai oleh peserta setelah menyelesaikan pokok bahasan Metoda, cara apa yang paling tepat untuk membawakan pokok bahasan yang telah ditentukan Waktu, jumlah jam yang diperlukan untuk mencapai tujuan pada setiap pokok bahasan a. Jadwal Ialah rencana penyampaian materi yang sudah disusun sesuai dengan urutan dan jumlah waktu yang tersedia. Secara lebih terperinci, materi yang akan disampaikan diatur lagi dalam pembagian jadwal. Hal ini akan sangat mem-bantu baik peserta maupun fasilitator didalam mengevaluasi apakah pelatihan yang diselenggarakan benar-benar sesuai dengan waktu yang direncanakan atau tidak. b. Waktu Mengikuti pelatihan bagi orang dewasa bukan lagi merupakan pekerjaan uta-ma sebagaimana murid di sekolah formal, melainkan terselip di antara ke-giatan-kegiatan lainnya yang mereka lakukan setiap hari. Mereka akan ter-tarik mengikuti pelatihan sejauh tidak mengganggu waktu kerjanya. Oleh karenanya pelatihan yang dirancang bagi setiap orang dewasa tidak dapat dilakukan sekaligus dalam waktu yang cukup panjang, dan sedapat mungkin latihan dilakukan pada saat mereka tidak ada pekerjaan. Di desa biasa dilakukan malam hari, karena pada jam-jam ini mereka tidak bekerja di sawah, serta pada saat ini bukan musim panen. Panjang pendeknya waktu pelatihan sangat ditentukan oleh: 1. Materi yang akan disampaikan dan metode yang dipakai 2. Kesempatan yang ada pada warga belajar 3. Biaya Agar waktu yang ditetapkan untuk pelatihan selaras dengan kesempatan yang dimiliki warga belajar, maka didalam merancang waktu pelatihan sebaiknya mereka diikutsertakan. c. Tempat Pemilihan tempat pelatihan yang selaras dengan kebutuhan pelatihan sangat membantu keberhasilan pelatihan itu sendiri. Peserta pelatihan pada umumnya datang dari berbagai kelompok yang memancar, oleh karenanya di dalam menentukan tempat pelatihan perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Letaknya tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal peserta 2. Cukup tenang dan luas sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara bebas di antara peserta pelatihan 3. Cukup terang, lebih-lebih apabila pelatihan dilakukan pada malam hari d. Biaya Latihan Pelatihan bagi orang dewasa yang dirancang berdasarkan metode partisipatif memerlukan biaya pelatihan yang cukup tinggi, dan kadang-kadang tidak terjangkau oleh kemampuan keuangan warga belajar. Bagi penyelenggara perlu merencanakan sebelumnya berapa besar biaya pelatihan yang diperlukan untuk menyelenggarakan suatu pelatihan, serta merencanakan dari sumber-sumber mana pembiayaan itu dipenuhi. Pada umumnya komponen biaya pelatihan meliputi: 1. Konsumsi dan akomodasi : - peserta - pelatih 2. Bahan pelatihan : - buku, alat tulis - sarana belajar, alat peraga, 3. Honorarium pelatih 4. Transport : - peserta - pelatih e. Pelatih Peranan seorang pelatih dalam kegiatan pelatihan bagi orang dewasa adalah sebagai fasilitator yang berfungsi memperlancar terjadinya pro[es pelatihan. Pelatihan bagi orang dewasa tidak hanya menekankan isi tetapi terutama pada prosesnya, untuk itu sebagai seorang pelatih diharapkan: a. Mampu menghayati proses belajar orang dewasa. Orang dewasa lebih mungkin belajar, mengerti, mengingat, dan menggunakan sesuatu jika me-lalui proses belajar yang didasarkan pada keadaan kongkrit. b. Memiliki kepercayaan kepada kemampuan pribadi manusia. Agar setiap peserta dapat melibatkan diri didalam proses belajar. Seorang pelatih seharusnya: • Percaya dan menghargai partisipasi, serta berusaha mengembangkan si-kap tersebut di dalam kelompok dan kehidupan sendiri • Mempunyai kesabaran dan mencintai manusia yang menjadi sasaran • Percaya bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk memecah-kan persoalan yang dihadapinya dan menjadi “bos” terhadap kehidu-pannya sendiri c. Memiliki kepercayaan dalam mewujudkan kegiatan. Walaupun seorang pelatih percaya kepada kemampuan pribadi manusia, tetapi tanpa memiliki pengetahuan, kepercayaan itu tidak akan terwujud dalam kegiatan Seorang pelatih harus: • Mengetahui cara-cara pendekatan serta teknik-teknik yang dapat • meningkatkan kepekaan kita terhadap kebutuhan sasarannya • Menjamin keikutsertaan peserta secara aktif • Peka membedakan cara-cara atau sikap kepemimpinan yang positif dan yang negarif, serta mampu mengembangkan hal-hal yang positif yang dapat memperkuat keikutsertaan peserta secara aktif. Pelatih mampu bekerja dalam tim. Pelatih sebagai tim sangat memungkinkan terjadinya umpan balik antar pelatih, dengan demikian keter-batasan-keterbatasan kemampuan seorang pelatih akan mudah diatasi karena kekurangan yang dimiliki oleh seorang pelatih dapat diisi oleh pelatih lainnya. Dengan bekerja secara tim, pengembangan program latihan akan lebih dimungkinkan, serta pemecahan-pemecahan masalah akan lebih mudah ditangani. Sebagai persyaratan lain, bahwa untuk mendukung keberhasilan proses pendidikan orang dewasa pelatih seharusnya tinggal bersama mereka, dan akan lebih baik lagi kalau fasilitator atau pelatih dipilih di antara mereka sendiri. Tetapi seringkali kita menjumpai banyak kesulitan untuk menemukan fasilitator di antara mereka sendiri. Oleh karenanya fasilitator dari luar akan banyak membantu kelancaran proses ababila mereka sendiri memahami kehidupan orang desa, yang menjadi sasaran dan mereka tidak datang orang yang maha tahu. f. Peserta Pelatihan Keberhasilan suatu pelatihan sangat ditentukan oleh faktor peserta, karena dalam proses latihan bagi orang dewasa, peserta merupakan subyek aktif. Agar sasaran pelatihan tercapai perlu pula diperhatikan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh setiap calon peserta latihan, sehingga memudahkan bagi fasilitator didalam memilih metode mana yang paling sesuai untuk tingkatan peserta. Sehubungan dengan peserta yang perlu diperhatikan : a) Jumlah peserta b) Tingkat kecerdasan dan latar belakang peserta c) Umur dan pengalaman dalam praktek d) Mempunyai minat untuk mengikuti latihan dan bersedia mengembangkan nya e) Peserta mengetahui maksud latihan dengan jelas f) Lingkungan sosial dan kebudayaan peserta Memang sangat sulit menemukan calon peserta yang homogen dalam pelatihan bagi orang dewasa, walaupun demikian perlu diusahakan oleh penyelenggara untuk mengetahui latar belakang peserta sehingga keaneka-ragaman peserta yang dihadapi bukan lagi sebagai penghambat kelancaran proses pelatihan, tetapi justru sebagai faktor pendorong/penunjang. EVALUASI PELATIHAN Evaluasi pelatihan adalah usaha pengumpulan dan penjajagan informasi untuk mengetahui dan memutuskan cara yang efektif dalam menggunakan sumber-sumber pelatihan yang tersedia guna mencapai tujuan pelatihan secara keseluruhan. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan informasi mengenai hasil-hasil program pelatihan. Evaluasi pelatihan juga memasukkan umpan balik dari peserta yang sangat membantu dalam memutuskan kebijaksanaan mana yang akan diambil untuk memperbaiki pelatihan tersebut. Evaluasi pelatihan dilakukan dengan tujuan : 1. Menemukan bagian-bagian pelatihan mana yang berhasil mencapai tujuan, serta bagian-bagian pelatihan mana yang kurang berhasil, sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan. 2. Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan saran-saran dan penilaian terhadap program yang dijalankan. 3. Sebagai alat pembantu dalam proses pelatihan. Apabila peserta mengetahui bahwa dirinya diamati, maka tingkah laku maupun proses belajar akan dipengaruhi . Misalnya : bila pada setiap akhir pelatihan diadakan ujian, maka peserta pasti akan berusaha sebaik mungkin, ini berarti mempunyai pengaruh terhadap proses belajar. Karena evaluasi memberi pengaruh terhadap pelatihan, maka dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu proses belajar. Evaluasi pelatihan merupakan bagian dari setiap langkah perencanaan, penerapan, dan tindak lanjut dari suatu program latihan. Evaluasi pelatihan menghendaki adanya umpan balik yang terus menerus, sehingga kegiatan ini tidak dapat dilakukan hanya sekali pada akhir program. Setiap tahap mencapai sasaran merupakan tindakan evaluasi terhadap program pelatihan. Atas dasar ini, kegiatan evaluasi pelatihan dapat berupa : 1. Evaluasi Konteks (Penjajagan Kebutuhan Pelatihan) Evaluasi konteks tidak lain adalah penjajagan kebutuhan dengan cara mencari dan mempergunakan informasi yang dibutuhkan organisasi dan karyawan pada saat ini. Pada tahap awal merencanakan langkah-langkah perlu ditanyakan : - Pelatihan macam apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran ? - Pengetahuan apa yang perlu diketahui dan dapat dikembangkan oleh kelompok sasaran setelah pelatihan berakhir ? - Keterampilan dan tingkah laku apa yang perlu dikembangkan kelompok sasaran ? - Bagaimana caranya untuk memperoleh informasi ? 2. Evaluasi Masukan Evaluasi masukan adalah kegiatan penjajagan sumber-sumber yang dapat mendukung pelaksanaan pelatihan. Sumber-sumber yang dimaksud terdiri baik sumber manusiawi maupun sumber materi. Tersedianya sumber-sumber dapat dipakai sebagai dasar untuk memilih alternatif metode pelatihan. Pada tahap evaluasi masukan ini, perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan : - Berapa banyak orang membutuhkan pelatihan - Siapa yang akan memandu pelatihan - Apakah pelatihan akan diselenggarakan didalam atau diluar organisasi - Berapa uang yang tersedia - Apakah masih ada sumber dana yang dapat digali - Berapa lama pelatihan akan diselenggarakan 3. Perumusan Tujuan Tujuan perlu dirumuskan secara fisik, semakin spesifik semakin mudah melakukan evaluasi tentang pencapaian tujuan-tujuan. Para pelatih yang sibuk kerap kali tidak menyisihkan waktu untuk menulis tujuan-tujuan khusus secara jelas, mereka merasa bahwa dirinya telah "tahu apa yang dilakukan". Masalahnya akan muncul kemudian, yaitu pada waktu mereka mencoba mengevaluasi program pelatihan tersebut. Apabila mereka tidak menggariskan dengan jelas hasil-hasil yang diinginkan dari program tersebut, mereka juga tidak bisa mengatakan dimana letak keberhasilan program. Untuk memudahkan evaluasi terhadap program, maka didalam merumuskan tujuan perlu ditekankan : - Siapa :Kelompok sasaran yang diharapkan mencapai sesuatu - Apa :Tindakan yang dilakukan oleh kelompok sasaran untuk mencapai sesuatu. - Hasilnya :Tingkat perkembangan yang dicapai kelompok sasaran. Contoh : Semua peserta akan mampu memimpin diskusi bersama warga desa,yang setidak-tidaknya 50% warga desa yang hadir ikut ambil bagian dan peserta tidak tergoda untuk memberi ceramah. Untuk memadukan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan pelatih dengan tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh peserta, maka peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan harapan- harapannya sebelum pelatihan dimulai. Pada setiap proses pelatihan harapan-harapan ini akan ditinjau kembali, mana harapan yang sudah terpenuhi dan mana yang belum terpenuhi. Apabila ada sebagian besar harapan yang belum terpenuhi tidak berarti tujuan pelatihan tidak tercapai, tetapi merupakan petunjuk bagi penyelenggara pelatihan untuk melakukan tindak lanjut guna memenuhi harapan yang belum tecapai. 4. Evaluasi Proses Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan terhadap langkah-langkah kegiatan selama proses berlangsung. Evaluasi proses dilakukan dengan meng-ungkap pendapat peserta tentang : a. Pelatih Pokok-pokok yang perlu dievaluasi; cara penyajian, penampilan, pe-nguasaan materi, penguasaan metode. b. Materi Kegunaan materi yang disampaikan, apakah isi materi cukup menarik. c. Peserta Kesungguhan peserta mengikuti pelatihan, apakah peserta merasa senang mengikuti pelatihan, daya serap peserta, keterbukaan, kerjasama dan mo-tivasi terhadap tugas yang diberikan. d . Proses Pelatihan Hal-hal yang perlu dievaluasi : - Pelaksanaan kurikulum sesuai jadwal yang telah disusun bersama antara peserta dan pelatih - Partisipasi peserta - Interaksi antara peserta dengan peserta, dan antara peserta dengan pelatih. - Kelancaran pelatihan - Sarana pelatihan Evaluasi proses ini sangat bermanfaat untuk "mengarahkan" serta untuk memutuskan apa yang akan dibuat setelah pelatihan dan metode apa yang akan dipakai. Evaluasi proses ini hanya bisa digunakan apabila program pelatihan ini cukup fleksibel untuk berubah sesuai dengan informasi yang diperoleh dari evaluasi tersebut. Evaluasi ini tidak dapat dilakukan kalau hanya berdiri sendiri, melainkan harus selalu digunakan bersama dengan bentuk evaluasi yang lain. Salah satu cara untuk mengadakan evaluasi proses kegiatan adalah secara teratur menggunakan formulir penjajagan sesi yang pengisiannya dilakukan setiap akhir sesi. 5. Evaluasi Hasil Evaluasi hasil berguna untuk mengetahui dan mengukur akibat-akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelatihan. Evaluasi ini dapat dilakukan dalam tiga tahap : a. Tahap Menyerap Pelajaran Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi mengenai perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap para peserta pelatihan. Evaluasi semacam ini membutuhkan pengukuran sesudah dan sebelum pelatihan, oleh karenanya perlu test awal dan test akhir pelatihan. Keuntungan cara ini : 1. Test awal (pre test) memperlihatkan data dasar kepada pelatih mengenai kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahan para peserta, sehingga dia tahu apa-apa yang perlu ditekankan. 2. Test awal (pre test) membantu para peserta mengenal daerah kebutuhan sendiri. 3. Test akhir (post test) membantu pelatih dalam melihat apa-apa yang sudah dipelajari para peserta sehingga pelatih dapat memperbaiki program pelatihan. 4. Test akhir (post test) membantu para peserta pelatihan melihat kemajuan yang sudah dicapai, dan mengusahakan bagian-bagian lain yang masih perlu dikembangkan. Kelemahan cara ini : Pengukuran perkembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap tidaklah lengkap karena tidak memperlihatkan kemampuan peserta dalam mempergunakan materi dan hasil pelatihan yang pernah diperolehnya. b. Tahap Tingkat Kerja Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi mengenai apakah peserta pelatihan sudah menerapkan apa yang dipelajari dengan mengadakan perubahan dalam tingkah kerjanya. Evaluasi tahap ini lebih sulit dalam membuat penentuan jika dibandingkan dengan evaluasi tingkat menyerap pelajaran. Beberapa cara yang dapat dipergunakan sebelum dan sesudah pelatihan dalam usaha untuk menentukan perkembangan tingkah kerja. a. Buku Harian Pribadi Para peserta diminta untuk membuat rekaman kegiatannya selama jangka waktu tertentu. Hal ini bisa membantu pelatih untuk mengetahui prosentase waktu yang digunakan oleh para peserta untuk berbagai macam tugas dan kegiatan. b. Pengamatan pada kegiatan-kegiatan tertentu Pelatih atau evaluator mengamati peserta sewaktu mereka melaku-kan suatu kegiatan tertentu yang diajarkan selama program pela-tihan berlangsung. Misalnya : mengamati peserta memimpin diskusi pemecahan ma-salah dalam kelompok warga desa. Hal ini mirip dengan pengujian keterampilan yang disebut terdahulu, hanya saja kali ini menyang-kut suatu kerja yang sedang ditangani, dan bukan dalam rangka pelatihan. c. Evaluasi oleh Pengawas (Supervisor) Pengawas peserta pelatihan mengisi formulir yang berisi pernyataan mengenai perkembangan dalam tingkah kerja para peserta. Hal ini hanya akan berguna apabila dia diminta untuk memberi gambaran konkrit tentang tingkah kerja para peserta. Contoh : Ceritakan kejadian khusus yang memperlihatkan kemaju-an peserta (dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap). d. Evaluasi sendiri Peserta pelatihan mengevaluasi sendiri perubahan - perubahan ting-kah kerjanya. Evaluasi tahap tingkah kerja ini mempunyai keuntungan : - Efektif dan tidaknya suatu program dapat cepat diketahui. - Melibatsertakan supervisor para peserta c. Evaluasi Tingkat Kegunaan Evaluasi tingkat kegunaan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi peserta pelatihan sebagai akibat dari keikutsertaan dalam program pelatihan yang diadakan. Misalnya : apakah setelah mengikuti pelatihan kepengurusan organisasi, maka keadaan kepengurusan organisasi tersebut menjadi lebih baik. Cukup sulit untuk mengukur hasil-hasil jangka panjang untuk suatu program pelatihan, salah satu kesulitannya adalah karena tidak mudah menentukan bahwa terjadinya suatu perubahan merupakan pengaruh langsung dari program pelatihan. Namun demikian evaluasi ini mutlak perlu dilakukan dengan melihat langsung kegiatan yang dilakukan, atau mengirimkan formulir isian. Sebagai suatu proses evaluasi suatu program pelatihan perlu dilakukan sejak awal kegiatan pelatihan sampai berakhirnya pelatihan, dan diteruskan dengan kegiatan di lapangan sebagai realisasi hasil pelatihan yang telah diperoleh selama pelatihan berlangsung. Selain pembagian evaluasi diatas, masih ada lagi pembagian : - Evaluasi summatif - Evaluasi formatif Evaluasi summatif hanya memperhatikan/membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dan hasil yang tercapai, apakah suatu program berhasil atau tidak, tanpa memperhatikan proses yang terjadi. Evaluasi summatif dilakukan dengan cara membandingkan antara tujuan awal dengan hasil akhir yang telah dicapai. Evaluasi formatif, adalah evaluasi yang dilakukan terhadap proses yang terjadi, dengan tujuan untuk memberikan umpan balik bagi pelaksana, sehingga dapat diketahui bagaimana. TEKNIK EVALUASI Beberapa teknik evaluasi akan kita temui didalam pelaksanaan suatu program pelatihan, masing-masing teknik memiliki keterbatasan dan kelebihan, sehingga didalam pelaksanaan evaluasi sangat tidak disarankan untuk menggunakan satu macam teknik saja. Pemilikan teknik evaluasi didasarkan pada data yang ada, tujuan evaluasi serta kebutuhan. Oleh karenanya penggabungan dari beberapa teknik akan memberikan hasil yang optimal. Sebagai bahan pertimbangan untuk memilih teknik evaluasi, maka dibawah ini akan diuraikan masing-masing teknik evaluasi yang bisa dipakai didalam evaluasi program. A. ANALISA DOKUMEN Catatan yang dibuat tentang pelaksanaan suatu program dapat dipakai sebagai cara untuk menilai apakah suatu program telah berjalan sesuai dengan tujuan. Analisa terhadap dokumen ini cukup murah dan mudah dilakukan, menghemat waktu dan tenaga, serta obyektif karena berdasarkan informasi yang terekam didalam catatan. Tetapi kelemahannya sering kita kesulitan menemukan catatan yang lengkap sehingga data yang terekam kurang memadai untuk bahan analisa program. B.1 SURVEY DENGAN ANGKET Survey terhadap angket ada 3 : 1. Terbuka, jawaban berupa bagian kata/kalimat, bebas ditulis oleh responden 2. Setengah tertutup, jawaban merupakan kelengkapan dari satu kalimat : Contoh : Saya suka mengerjakan ................... 3. Tertutup, alternatif jawaban telah tersedia dalam bentuk : - Pertanyaan - Pernyataan Untuk keperluan analisa lebih baik jangan dipergunakan pertanyaan yang memungkinkan jawaban lebih dari satu, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan analisa. Angket tertutup mempunyai kelemahan yaitu jawaban responden terpengaruh oleh evaluator, sehingga kurang berkembang. Sedangkan kelemahan angket terbuka yaitu adanya kesulitan didalam melakukan tabulasi. Cara mengatasi kelemahan angket terbuka : - Semua jawaban ditulis dalam satu papan isian - Jawaban yang sudah ditulis, diberi tanda hal-hal yang sama dan baru dikelompokkan dan disusun kembali. Didalam penggunaannya, angket lebih murah tetapi seringkali mengalami kesulitan untuk mendapat kembali jawabannya. Maka dari itu untuk mengetahui dimana angket tidak kembali, dapat diberikan lembar khusus, yang menyarankan agar angket segera dijawab. B.2 SURVEY DENGAN WAWANCARA Bentuk wawancara yang dipakai dalam survey ini adalah : 1. Wawancara berstruktur, dimaksudkan agar pendapat jawaban yang sama. Bila jumlah pertanyaan banyak dan ingin dibandingkan dengan kelompok yang lain, maka perlu dipakai wawancara berstruktur. Tetapi bila dimaksudkan untuk mendapat hasil yang mendalam maka digunakan wawancara tidak berstruktur. 2. Wawancara berbatin : apa adanya. Bila dibutuhkan banyak pewawancara, misalnya untuk mewawancarai suatu desa, maka pewawancara ini akan mengharap jawaban yang sama dari soal yang sama. Wawancara ini untuk menguji apakah daya tangkap dua pewawancara berbeda atau sama untuk satu jawaban yang diberikan responden. C. OBSERVASI Obsevasi sering diartikan sebagai suatu cara yang disengaja dan sistimatis untuk mengungkapkan gejala-gejala sosial dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Obsevasi sebagai suatu cara dalam mengevaluasi program mempunyai sifat-sifat seperti berikut : o Mempunyai arah dan tujuan yang khusus. Obsevasi tujuannya bukan hanya untuk mendapatkan kesan-kesan umum secara sepintas terhadap suatu gejala. o Obsevasi tidak dilakukan secara sesuka hati dalam mendekati situasi atau gejala. Tetapi semuanya dilakukan secara sistematis dan terencana. o Obsevasi mempunyai sifat kuatitatif, yaitu dengan mencatat sejumlah gejala ataupun tingkah laku sosial tertentu. o Obsevasi menuntut pencatatan dengan segera mungkin dan tidak menyandarkan pada kekuatan ingatan evaluator. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh evaluator sebelum ia melakukan suatu obsevasi, diantaranya : o Carilah informasi-informasi yang cukup terhadap aspek- aspek yang akan diobsevasi. o Rumusan tujuan umum maupun tujuan khusus dari observasi yang akan dilakukan. Tujuan itu akan memberikan arahan kepada evaluator untuk menentukan indikator dari aspek yang akan dievaluasi. o Pilihlah cara-cara pendekatan yang praktis untuk penghematan waktu. o Lakukan observasi dengan secepat mungkin dengan menghindari pengaruh-pengaruh yang mendahului. Misalnya jika responden yang akan diobservasi untuk berpakaian dengan baik dan bersifat sopan, dengan serta merta dianggap sebagai orang yang jujur dan terpelajar. KEKUATAN TEKNIK OBSERVASI 1. Pelaksanaan observasi mudah dilaksanakan dan tidak banyak bergantung pada responden. Para responden tidak dibebani untuk mengisi atau menjawab evaluator. 2. Banyak peristiwa atau gejala psikis yang tidak mungkin diperoleh dengan teknik wawancara atau angket, tetapi dengan obsevasi dapat diamati langsung. KELEMAHAN TEKNIK OBSEVASI Dalam observasi diperlukan waktu yang lama sehingga sering membosankan. Para responden/subyek yang dievaluasi sering memungkan sikap dan tingkah laku yang dibuat-buat, karena dia menyadari sedang diobsevasi. Obsevasi sering pula dipengaruhi faktor-faktor lain yang sering tidak dikontrol. Demikian pula subyektifitas evaluator sering tidak dapat dihindari. JENIS OBSERVASI Apabila ditinjau dari cara pelaksanaan dan tujuannya maka observasi dapat dibedakan atas : a. Obsevasi Partisipatif Pada jenis observasi ini evaluator ikut mengambil sebagian dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh responden yang diobsevasi. Kebalikan dari jenis observasi ini adalah observasi non-partisipatif, dimana evaluator tidak ikut mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan para responden. Suatu observasi partisipatif dapat berhasil apabila evaluator memperhatikan faktor-faktor berikut : 1. Aspek-aspek apa yang akan diobservasi 2. Bilamana dan bagaimana cara mencatat yang baik 3. Menjaga serta memelihara hubungan yang intim dengan para responden 4. Mengetahui batas intensitas partisipasi yang akan ia lakukan. Tetap pada umumnya keberhasilan suatu observasi partisipatip sangat tergantung pada lamanya waktu yang digunakan dalam pelaksanaan observasi tersebut. Hal ini terutama disebabkan karena dengan waktu lama yang digunakan untuk pelaksanaan observasi partisipatif ini, memungkin terciptanya hubungan yang akrab antara evaluator dengan responden ini, maka evaluator agar : a. Menjaga suasana observasi berjalan dengan wajar b. Mencegah timbulnya kecurigaan maupun penolakan dari pihak responden misalnya dengan memberikan alasan-alasan yang akan kehadirannya ditengah-tengah mereka. c. Dapat pula pihak evaluator mendekati responden melalui tokoh-tokoh formal maupun informal. Observasi partisipatif adalah suatu metodologi pengamatan situasi kehidupan desa dengan cara yang paling wajar dalam suatu kelompok yang dipilih. Metode ini bisa dipakai dalam membuat suatu penjagaan/evaluasi secara intensif terhadap masyarakat desa. Observasi partisipatif adalah suatu proses menghayati hidup dalam kelompok yang dipelajari sedemikian rupa sehingga si pengamat mengamati dari dekat tentang kegiatan-kegiatan tertentu dalam interaksi sosial/ desa dari para warganya. Contoh : Bila kita bermaksud mengamati dampak dari suatu proyek UB dari desa/kampung dengan beberapa fokus saja : pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan; frekuensinya; hal-hal pokok alami; agenda; tingkah dalam menghadiri pertemuan; model atau cara anggota berpartisipasi; bagaimana cara kelompok dalam mencari mufakat; pokok-pokok bahasan apa yang diambil oleh kelompok; keputusan-keputusan yang diambil dari setiap pertemuan. Dalam observasi, pengamat akan mengikuti/mengamati bagian keputusan-keputusan ini yang dilakukan oleh warga masyarakat. Dalam kasus-kasus tertentu, secara partisipasif si pengamat ini bisa mengamati reaksi, pertimbangan-pertimbangan dari kelompok kecil tersebut. Mungkin secara konseptual si pengamat membutuhkan suatu pedoman pengamatan untuk maksud-maksud evaluasi proyek. Contoh : SISTEM PENYAMPAIAN Dalam suatu metode obserasi partisipatif, pusat pengamatan adalah tingkat kelompok tersebut. Karenanya kasus-kasus yang akan disadari dari evaluasi ini akan berdasar pada pertanyaan sistem penyampaian sebagaimana dipandang dari segi keuntungan kelompok sasaran tersebut. Oleh karena itu observasi partisipatif merupakan pendekatan umum untuk mencoba mengerti mekanisme/dinamika masyarakat desa sesuai dengan pokok-pokok yang relevan berdasar pada suasana tujuan lembaga atau pengamat tersebut. Perhatikan : * Obsevasi partisipatif tidak berarti keterlibatan. Misalnya saja : sungguh-sungguh menjadi salah satu dari mereka, terlibat dalam masalah-masalah politik disana, mengidentifikasi diri pada satu kelompok memihak. Seorang pengamat bukanlah seorang penghotbah moral. * Seorang observer partisipatif mencoba sedapat mungkin tetap tinggal netral, menjadi tamu dari suatu masyarakat desa. Observasi Sistematis Observasi sistematis sering pula disebut observasi berstruktur atau berkerangka. Karakteristik observasi sistematis ini adalam mempunyai kerangka yang jelas, yang didalamnya berisikan semua aspek-aspek yang akan diteliti dengan dikelompokkan didalam katagori-katagori tertentu. Maka dengan cara demikian observasi-observasinya akan lebih terarah pencatatan datanya akan lebih terarah pencatatan datanya akan lebih teliti. Dalam pelaksanaan observasi semacam ini, evaluator seyogianya menggunakan instrumen yang lebih praktis seperti cek list, skala penilaian, alat-alat pencatat mekanis seperti tape recorder, kamera foto, dan lain-lain. D. STUDI KASUS Studi kasus adalah satu teknik yang dipakai untuk menyampaikan suatu evaluasi dengan pengamatan/penjajagan yang mendalam tentang tema/tema masalah khusus suatu lembaga seperti juga tentang kelompok itu. Pada dasarnya studi kasus adalah suatu hasil dari pelbagai hasil lain suatu observasi partisipatif, akan tetapi sebaliknya suatu observasi partisipatif tidaklah wajib menghasilkan studi kasus. Contoh : Apabila sebuah UB (usaha bersama) melalui suatu proyek untuk meningkatkan produktivitas penanaman kedelai (diantara petani) untuk membuat tahu, seorang penulis studi kasus ini secara lebih mendalam proses produksi kedelai tersebut dalam tingkat kelompok UB. Akan tetapi apabla ditingkatkan hal ini secara obyetif, ilmiah didukung oleh kasus konkrit untuk mengilustrasikan pengalaman desa itu, maka kasus-kasus (studi biografi) yang mewakili macam-macam model harus didokumentasikan. Contoh : Bila minat/tujuan pengevaluasi/pengamat untuk mempelajari dinamika dari keseluruhan pelaksanaan proyek maka titik pengamatan/studi akan terletak pada siklus penyelenggaraan keseluruhan. EVALUASI PENJAJAGAN KILAT (RAPID ASSESSMENT EVALUATION) Evaluasi penjajagan kilat itu adalah suatu teknik evaluasi yang biasanya disesuaikan untuk mendapatkan gambaran selayang pandang akan situasi sebenarnya dari suatu kelompok masyarakat/proyek. Biasanya evaluasi penjajagan kilat (EPK) ini berpedoman pada prinsip pembuatan evaluasi (pengamatan final dan konkrit atas benda-benda atau tingkah laku yang biasa diselidiki). Hal ini biasanya dilakukan dengan mengadakan wawancara panel dengan cara informan kunci yang sudah dipilih sebelum kunjungan lapangan sebenarnya. Wawancara panel ini dibuat dengan berpegang pada pertanyaan-pertanyaan kunci yang dipersiapkan untuk diarahkan baik kepada panel informan atau juga kepada orang-orang kunci yang dalam lembaga disini. Hasil dari teknik survey pengamatan kilat (SPK) ini, hanya menunjukkan profil umum dari suatu proyek agar bisa member masukan segera bagi maksud-maksud pengelolaan pengambilan keputusan. F. EVALUASI NON FORMAL Teknik-teknik dibawah ini merupakan cara-cara yang tepat dan wajar untuk mengumpulkan data-data evaluasi. Cara-cara ini mudah digunakan dan mengundang partisipasi para responden serta bisa menjadi alternatif bagi survei atau kuesioner yang merupakan teknik-teknik yang lebih formal. Teknik-teknik ini mungkin tidak terlalu tepat bagi setiap kebutuhan evaluasi untuk suatu lembaga. Dibawah ini kami uraikan dasar-dasar, tujuan dan keuntungan daripada teknik-teknik tersebut : 1. Bagan Swa Isi (Self Field Charts) Adalah formulir yang diisi oleh para peserta sendiri, diharapkan orang-orang buta huruf bisa mengisinya. 2. Dokumentasi Foto Adalah rentetan foto yang diambil sejak awal sampai akhir yang melukiskan situasi-situasi yang terjadi sehubungan dengan suatu kegiatan tertentu. 3. Bermain Peran/Drama Adalah gambaran kebutuhan masalah maupun hasil-hasil dari satu proyek yang didramakan 4. Gambar Flanel (Flanel Ghraphs) Adalah menyajikan gambar-gambar pada papan flanel yang mengungkap-kan pandangan para peserta terhadap permasalahan maupun hasil dari kegiatan yang dilaksanakan. 5. Fleksiflan Adalah boneka-boneka karton yang bisa digerak-gerakkan pada bagian-bagian tertentu (tangan, kaki) untuk digunakan oleh para peserta dalam menunjukan pandangan mereka mengenai situasi hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan. 6. Poster Adalah gambar-gambar yang bisa digunakan untuk memancing jawaban para peserta mengenai masalah-masalah maupun hasil dari suatu proyek. Poster-poster ini bisa juga digunakan untuk memancing para peserta menunjukkan pilihan-pilihan mereka maupun hal-hal yang mereka utamakan 7. Pemancing Diskusi Adalah cerita atau kalimat-kalimat yang tidak lengkap oleh para peserta. Hal ini membantu mengungkapkan pandangan-pandangan maupun sikap dan sebagiannya dari para peserta itu. 8. Interview Informan Kunci (Key Informan Interview) Adalah interview-interview yang dibuat dalam serentetan waktu terhadap para anggota kelompok yang dipilih sebelumnya. Mereka ini diinterview dengan suatu dasar yang dijadwalkan untuk mengungkapkan sikap-sikap umum, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kelompok, dan sebagainya. Para informan kunci ini bisa juga dilatih agar pengamatan mereka terhadap kelompok menjadi lebih besar. 9. Buku Harian Adalah rekaman pengamatan atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa dalam serentetan waktu di kelompok atau suatu proyek. Hal ini mungkin paling tepat bila digunakan oleh para staf maupun promotor. Tujuan/keuntungan-keuntungan umum dari teknik-teknik non formal : - Adalah terbaik untuk mengungkapkan umpan balik yang pribadi dan langsung yang dibutuhkan dari anggota - anggota kelompok sangat partisipatif. - Dapat menjawab kebodohan akan evaluasi pada saat survei atau kuesioner menjadi terlalu rumit. - Cocok untuk kelompok-kelompok yang belum pernah mempunyai pengalaman akan "evaluasi" dan mungkin merasa tertekan oleh survei maupun kuesioner. - Bila menjawab kebutuhan akan evaluasi apabia staf pelatihan mengalami keterbatasan waktu dan sumber dana. Kerugian-kerugiannya adalah : - Tidak mudah untuk memperoleh data jumlah atau kuantitatif, lebih mengungkapkan gambaran atau kesan-kesan - Mungkin "kurang bisa dipercaya atau "tepat" kecuali direkam dan dilaksnakan dengan ceramah. - Membutuhkan seorang fasilitator yang bermutu yang pada saat-saat tertentu menjelaskan atau memotivasi kelompok untuk ikut terlibat. Dasar-dasar teknik evaluasi non formal - Teknik-teknik amat berguna dalam evaluasi bila dilaksanakan secara sistematik : • Pada waktu yang sama, mengambil tempat di proyek • Dalam situasi maupun setting yang mirip • Dengan penjelasan awal, prosedur, dan perekaman data yang sama. - Teknik-teknik ini akan lebih mengungkapkan evaluasinya bila diulangi berkali-kali. - Teknik-teknik ini akan lebih berguna bila sedapat mungkin indikator-indikator yang mewakili dikembangkan dan digunakan dalam perekaman (untuk bermain peran, misalnya direkam hal-hal : tema dari drama dan kejadian-kejadian yang menentukan, ciri-ciri positif/negatif yang menonjol dalam permainan peran tersebut, dan sebagainya). - Pedoman pengamatan atau daftar centang (cek list) untuk merekam hasil mungkin bisa membantu staf dalam perekaman hasil metode-metode non formal. - Pemilihan yang cermat terhadap teknik-teknik non formal yang digunakan dalam evaluasi itu perlu, kalau tidak para peserta/staf mungkin menjadi tidak tepat dan kurang berguna. - Demi efektifnya penggunaan teknik evaluasi non formal atau partisipatif dari para petugas lapangan/staf dituntut memperoleh kepercayaan dari masyarakat : selama mereka diminta untuk "mengungkapkan" jawaban (permainan peran, menyusun poster, memilih foto-foto, dan sebagainya) - Dibutuhkan satu rencana evaluasi dalam menggunakan teknik-teknik yang non formal. Apakah evaluasi pelatihan itu? Evaluasi pelatihan adalah pengumpulan informasi kualitatif dan kuantitatif secara sistematis yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelatihan. Mengapa suatu pelatihan harus dievaluasi? Pandangan yang paling umum mengenai evaluasi adalah bahwa ini adalah tahap terakhir dari siklus desain pelatihan. Meskipun demikian, evaluasi pada akhir suatu latihan harus menjadi satu bagian integral dari siklus agar kita bisa memainkan satu peran kunci dalam kontrol kualitas dengan menyediakan umpan balik mengenai: efektifitas dan pendekatan dan metode yang digunakan pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh pelatih dan peserta apakah kebutuhan awalnya yang telah diidentifikasikan pada tingkat desa, organisasional dan individual telah dipenuhi. Apa yang harus dievaluasi dan kapan harus dilakukan? Kebanyakan latihan evaluasi terutama mengukur kepuasan dan kegembiraan peserta. Meskipun demikian, evaluasi pada akhir pelatihan harus benar-benar mengukur tujuan pembelajaran yang spesifik. Dengan kata lain, evaluasi harus mengukur perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap daripada sekedar kepuasan atau kegembiraan peserta. Kebanyakan kegiatan pelatihan hanya dievaluasi pada akhir program pelatihan. Kita juga harus mengevaluasi apa yang terjadi setelah pelatihan diselesaikan. Tingkat-tingkat evaluasi pelatihan berikut ini bisa diidentifikasikan, dihubungkan dengan rantai sebab dan akibat: Beberapa Ide Mengenai Tipe Informasi Apa yang Dikumpulkan dan Pada Tingkat yang Mana dan Bagaimana Tingkat/kapan Apa Bagaimana Selama pelatihan Kegembiraan Umpan balik mengenai topik dan metode tertentu Mengukur hasil atau perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap Monitoring harian atau kegiatan umpan balik Pengamatan Penugasan kelompok atau individual Pada akhir pelatihan Relevansi tujuan pembelajaran keseluruhan Umpan balik mengenai seluruh topik dan metode Konvensional Kuisioner dengan pertanyaan terbuka dan/atau tertutup Metode yang lebih kreatif Di tempat kerja setelah pelatihan Relevansi pengalaman pelatihan Pengukuran penggunaan pembelajaran Pengukuran perubahan perilaku Penerapan rencana aksi individual Wawancara Pengamatan Kuisioner Efektivitas organisasional Pengukuran dalam perubahan organisasional Penerapan rencana atau projek tindakan kolektif Wawancara dengan pemberi kerja (juga melalui telepon, email dll.) Dampak pada masyarakat Pengukuran sejauh mana kebutuhan yang telah diidentifikasi oleh masyarakat desa telah dipenuhi Wawancara dengan penduduk desa Langkah-langkah dalam perencanaan evaluasi • Putuskan mengapa, dan untuk siapa, pelatihan harus dievaluasi. • Perjelas apa yang dievaluasi; dalam tingkat dan komponen apa pada tiap tingkat • Putuskan informasi apa yang harus dikumpulkan dan dari siapa - peserta, narasumber, pemberi kerja, penduduk desa dll. • Pilih metode-metode dan teknik-teknik evaluasi yang paling sesuai dengan tujuan dan situasi Anda. • Kembangkan dan laksanakan kegiatan evaluasi. • Gabungkan dan analisis data Penjajakan Kebutuhan Pelatihan, Monitoring harian, Rencana Aksi Peserta, Evaluasi Peserta, umpan balik dari pelatih termasuk pengamatan pelatih, umpan balik dari pemberi kerja, umpan balik dari penduduk desa dll. • Lakukan tindakan berdasarkan hasil, seperti memperbaiki kegiatan pelatihan, mengembangkan kegiatan atau pendekatan baru, dan mengembangkan kegiatan lanjutan dan dukungan yang diperlukan. Ide-ide berikut dapat melengkapi pendekatan yang lebih formal untuk evaluasi seperti kuesioner. Seperti halnya desain penelitian yang baik dilengkapi dengan metodemetode yang berbeda untuk mengkaji dan membuktikan suatu situasi, evaluasi pelatihan yang baik harus dilengkapi dengan beragam teknik-teknik penjajakan. Pendekatan-pendekatan alternatif untuk mengevaluasi berikut ini hanya sedikit menggunakan tulisan dan lebih banyak menggunakan ungkapan kreatif. Banyak juga yang menggunakan beberapa bentuk kesenian agar memungkinkan bagi individual dan kelompok untuk mengungkapkan ide-ide dan perasaan mereka. Pendekatan semacam itu menghasilkan data, yang kompleks, subtil, ekspresif dan menggugah. Dalam evaluasi yang konvesional, biasanya kelompok dan individu sering menjawab satu pertanyaan langsung dan mungkin hanya mengatakan apa yang ingin didengar oleh pelatih. Semakin tidak langsung pendekatan yang digunakan, melalui ungkapan kreatif, maka akan menghasilkan informasi yang lebih kaya, lebih dalam, lebih jujur dan lengkap. 1. Kolase Evaluasi. Menggunakan koran, majalah, lukisan, dan/atau obyekobyek, kelompok-kelompok menciptakan kolase untuk mengungkapkan ide-ide dan perasaan mereka mengenai satu pertanyaan evaluasi, yang diajukan pelatih. Contohnya: Apa yang paling berguna mengenai pelatihan yang telah Anda capai? 2. Metafor untuk menggambarkan pembelajaran dan/atau perubahan. Kelompok-kelompok atau individual bisa memilih satu objek (baik dari objek yang disediakan, atau satu gambar dari imajinasi mereka sendiri) dan menggunakan objek ini sebagai metafor untuk menggambarkan aspek tertentu untuk dievaluasi. Contohnya, peserta bisa diminta untuk memilih satu tanaman dan menjelaskan bagaimana pengalaman mereka dalam kursus pelatihan seperti tanaman tersebut. Mereka boleh berbicara bagaimana tanaman berbunga, atau mungkin menjelaskan tentang bagaimana tanaman mati karena pemupukan yang tidak cukup. Pelatih kemudian bisa mengajukan pertanyaan berhubungan dengan apa yang dikatakan peserta. 3. Pencapaian rentang-waktu (time-line). Rentang-waktu mungkin membantu menunjukkan bagaimana pembelajaran bisa diibaratkan seperti sekoci yang timbul tenggelema (dan mengapa) dengan berlalunya waktu. Individual bisa menciptakan satu rentang-waktu yang menunjukkan kegiatan yang penting, terutama dalam pengertian apa yang dipelajari selama kursus pelatihan. Mereka bisa saja melengkapi rentang waktu ini dengan simbol-simbol. Rentang-waktu harus naik, turun, menurun dan berbelok, untuk menggambarkan perubahan yang terjadi. 4. Menandai bagian diri yang telah berubah. Minta peserta untuk membuat gambar sederhana seseorang pada satu atau dua flipchart, kemudian tandai bagian dirinya yang telah berubah. Contohnya, mungkin jika mereka lebih menyimak sekarang mereka bisa menggambar kuping yang lebih lebar, berwarna cerah, dll). Mungkin mereka memiliki pemahaman baru mengenai sesuatu atau telah belajar satu konsep baru. Karena itu mereka akan menonjolkan atau menandai otak dan mendaftar atau mengatakan perubahan apa saja yang telah terjadi. 5. Menggunakan berbagai bentuk ungkapan kreatif (lukisan, musik, tarian, drama, permainan peran, kolase, objek temuan, wayang) Minta peserta untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan ide-ide mereka mengenai satu pertanyaan menggunakan bentuk-bentuk biasa dan yang bisa diterima secara kultural dari ungkapan kreatif. Fasilitator harus memutuskan sebelumnya apakah kelompok akan membuat kolase, atau mengembangkan dan menampilkan satu drama dll. Satu pertanyaan yang mungkin dijawab menggunakan ungkapan kreatif adalah: Bagaimana pelatihan telah mempengaruhi Anda?